Usai Salat Maghrib dan Mengaji Alqur’an, Wajahnya Pucat hingga Akhirnya Beliau pun Tiada
Pesantren Nuris – Mendung pada hari Rabu, 12 Agustus 2020 kemarin menyisakan gerimis yang kelu. Pelataran sekitar Pesantren Nuris Jember yang masih basah sehabis hujan, tampak lengang, hanya teduh suara azan maghrib dari Masjid Nurul Islam yang tegar menyegarkan bumi Kelurahan Antirogo. Ternyata, kala petang itu adalah terakhir kalinya bagi sosok penyabar dan santun itu beribadah.
Tak banyak yang menyangka, kepergian Ustad Hollan Umar terasa begitu cepat. Lelaki yang sepenuh hidupnya mengabdikan diri di Pesantren Nuris Jember itu berpulang usai pulih dari sakit akibat kecelakaan yang pernah dialaminya sekitar 2 bulan lalu. Tangis kehilangan pun pecah seolah mendung di kala petang itu petanda berkabungnya alam atas kepergiannya.
Menurut salah satu alumni Nuris, Ustad Imam Sainusi, menyatakan, “Beliau biasanya saat maghrib salat berjamaah dan mejadi imam di Masjid Nurul Islam, pertigaan Antirogo itu. Namun, karena masih pemulihan bekas patah tulang akibat kecelakaan, beliau lakukan salat maghrib di rumah. Usai salat beliau juga khusuk mengaji Alqur’an seperti biasanya.”
“Wajahnya tampak terang bersinar, badannya pun layaknya orang sehat biasa. Namun, tiba-tiba dia seperti ingin muntah, tetapi seolah tertahan sehingga ingin dirujuk ke rumah sakit. Ketika mobil yang akan ditumpangi datang, belum sempat dibawa ke rumah sakit, beliau ternyata sudah menghembuskan napas terakhirnya.”
(baca juga: Lulusan Teknik Elektro Universitas Guilin China, Alumni Nuris Ini Keren Banget Lho)
Tepat pukul 18.30 WIB lelaki kelahiran Sumenep, 04 Mei 1969 itu harus berpulang di usia yang masih 51 tahun. Sontak, kabar duka ini lekas menyebar kemana-mana, khususnya di kalangan keluarga besar Pesantren Nuris Jember. Salah seorang santri terbaik almaghfurlah KHR. Asa’d Syamsul Arifin itu harus menepi dari hiruk pikuk dunia setelah puluhan tahun—sepenuh hidupnya—sejak tahun 1983 hingga akhir hayatnya mengabdi di Pesantren Nuris Jember.
Menurut Ustad Abdullah Dardum, berdasarkan postingan di akun Facebook-nya, menyatakan bela sungkawanya, “selama 10 tahun mengenal beliau, dan 5 tahun pernah bertetangga dengannya, saya menyaksikan bahwa beliau orang yang baik, sederhana, ramah, dan sabar. Sepanjang hidupnya hanya didedikasikan untuk mengabdi di Nuris.”
Suami tercinta ibu Sitti Aisyah ini meninggalkan 5 anak. Di malam Kamis itu pula, tepat pukul 21.00 WIB langsung dimakamkan. Setiap malam bakda maghrib diadakan pengajian tahlilan khusus untuk beliau. Banyak para santri atau alumni, teman-teman guru dan para asatid, serta tetangga di Pesantren Nuris Jember turut serta mendoakan salah satu qori’ sab’ah senior itu.
Imbuh Ustad Imam, “Kriteria santri sejati ada pada beliau seperti kesabaran, keikhlasan, loyalitas, qonaah, kecintaan pada guru, dan ahli ibadah. Beliau itu sosok yang komplet.” Sangat layak sekali beliau menjadi teladan bagi para santri yang sepenuh perjuangan hidupnya membangun pesantren tanpa keluh. Selamat jalan Ustad, semoga Allah menghadiahi surga atas segala jasa pengabdianmu.[AF.Red]