Penulis: Abdul Wafi*
Sahabat Abu Hurairah RA berkata, “Seorang laki-laki datang kepada Nabi SAW dan mengeluhkan hatinya yang keras. Mendengar keluhan laki-laki tersebut, Baginda bersabda:
“إِنْ أَرَدْتَ أَنْ يَلِينَ قَلْبُكَ، فَأَطْعِمِ الْمِسْكِينَ، وَامْسَحْ رَأْسَ الْيَتِيمِ”
“Apabila kamu menginginkan hatimu menjadi lembut, maka berikanlah makanan kepada kaum miskin dan usaplah kepala anak yatim.” (Hadis riwayat Ahmad dalam al-Musnad [7576]).
Berdasarkan hadits di atas, menyantuni kaum lemah dan menyayangi anak yatim dapat melembutkan hati. Hati yang asalnya tidak senang kebaikan, akan berubah senang kebaikan. Hati yang asalnya senang kemungkaran, akan berubah membenci dan menjauhi kemungkaran.
Al-Imam Sari al-Saqathi, ulama sufi terkemuka dari generasi salaf dan guru al-Imam al-Junaid al-Baghdadi berkata, “Apa yang aku peroleh ini termasuk berkahnya Ma’ruf al-Karakhi.”
Suatu ketika aku pulang dari mengikuti shalat hari raya. Ternyata aku melihat seorang anak kecil yang rambutnya kusut bersama Ma’ruf al-Karakhi. Aku bertanya, “Siapa anak ini?”
Beliau menjawab: “Aku melihat anak-anak kecil sedang bermain riang gembira, sementara anak ini diam sendirian dalam keadaan sedih. Lalu aku bertanya, “Mengapa Kamu tidak ikut bermain?” Ia menjawab: “Aku seorang anak yatim.”
(baca juga: Dalil Salat Raghaib dan Khair di Bulan Syaban)
Lalu aku berkata kepada Ma’ruf al-Karakhi, “Kira-kira Anda mau berbuat apa membawa anak ini?” Beliau menjawab: “Barangkali aku dapat mengumpulkan beberapa biji kurma, untuk membelikan anak ini buah-buahan agar menjadi senang.” Aku berkata: “Begini saja, anak ini saya bawa, akan saya perbaiki kondisinya.”
Ma’ruf berkata, “Kamu mau melakukannya?” Aku jawab, “Iya.” Beliau berkata, “Bawalah anak ini. Semoga Allah menjadikamu kaya hati.”
Setelah Sari al-Saqathi memperbaiki kondisi anak yatim tersebut, Allah mengabulkan doa Ma’ruf al-Karakhi untuk beliau. Sehingga sejak saat itu, hati beliau tidak pernah memperhatikan nilai dunia. Kemudian Sari al-Saqathi menjadi ulama shufi terkemuka. Demikian kisah yang diriwayatkan oleh al-Imam Abu Nu’aim dalam Hilyah al-Auliya’ juz 10 hlm 123.
*penulis adalah santri lulusan PP. Sidogiri, Pasuruan, Jawa Timur