Bukan Soal Cinta Biasa, Karya Siswa SMK Nuris Jember ini KIsahkan Getirnya Mencari Ilmu dan Problematikanya
Judul
Buku : Jejak Cahaya
Penulis :
Ahmad Muhyiddin
Penerbit : Sulur Pustaka Grup, Yogyakarta
Halaman : 14 x 21 cm, 80 hlm.
Cetakan :
Cetakan I, 2020
Kategori :
Novelet
Pengulas : A. Faizal*
Stereotip terhadap anak SMK selama ini selalu menggambarkan bahwa mereka adalah pelajar yang bergelut dengan dunia teknis, sedikit akademis, tak mengejar ijazah untuk kuliah, tetapi dibidik memiliki kemampuan standar industri untuk memulai pekerjaan baik secara mandiri maupun kebutuhan industri. Pandangan klise ini tampak masih jamak bagi kebanyakan khalayak.
Namun, pandangan itu tak selalu dapat dipahami sebagai doktrin mutlak meski terkadang pada kenyataannya secara kurikulum bahwa pendidikan di SMK adalah vokasi yang mengarah dunia industri tersebut. Meski demikian jangan sampai kita mengabaikan sisi kreativitas yang barangkali terpendam dari pelajar SMK di luar kejumudan aktivitasnya di kelas.
Seperti pelajar SMK Nuris Jember ini, sebagai siswa program studi teknik komputer dan jaringan (TKJ), tak asing dengan potensi “bongkar pasang komputer dan jejaring internet”. Di sisi lain kemampuan teknis yang tak diragukan, ternyata dia punya bakat menulis karya sastra yang ciamik dan layak baca.
Ahmad Muhyiddin, menerbitkan novelet pertama berjudul Jejak Cahaya cukup mengundang decak kagum. Betapa tidak, sebagai lelaki yang mahir dan bergelut di bidang perkomputeran di SMK Nuris Jember, juga mampu merangkai kisah demi kisah yang sarat makna.
(baca juga: Poster Ilmiah Kesehatan Karya Siswa SMK Nuris Jember Juara 3 Nasional, Ungkap Kritis Pentingnya Lingkungan)
Dengan bekal mumpuni sebagai santri di Pesantren Nuris Jember (selain sebagai pelajar di SMK Nuris Jember), background itu benar-benar memberinya kekayaan ide dalam menuntaskan novelet Jejak Cahaya. Bahkan, di awal pengisahan novel ini sudah kaya pesan religiusitas.
Memulai kisah dengan mengutip hadis nabi Muhammad dan sedikit mengulas kitab kuning, khas kehidupan pesantren, Bidayatul Hidayah karya Imam Al Ghazali, membuat pembaca bergairah semakin termotivasi melanjutkan bacaan pada halaman berikutnya.
Mengisahkan lika-liku seorang santri dalam menimba ilmu dengan latar keseharian di pesantren yang seolah realitas, pasti membuat pembaca yang pernah nyantri semakin nyambung (tersenyum simpul: mengenang), adalah kecerdasan imaji Muhyiddin dalam merangkai kisahnya.
Bagaimana tokoh utama bernama Zaki dalam berbagai pusaran polemik yang tak terduga dalam kehidupan keluarga, dan kisah cinta yang tak biasa dengan tokoh lainnya seperti Nadia, semakin membalut novelet ini menjadi betul-betul asyik. Bagi santri khususnya, layak baca buku Jejak Cahaya ini, dan tentu juga khalayak umum yang ingin tahu bagaimana kehidupan pesantren yang kompleks.
Akhirnya, saya ucapkan selamat membaca karya keren dari pelajar SMK Nuris Jember ini. Dia mengajak pembaca menyelam dalam telaga hikmah melalui Jejak Cahaya ini. Ternyata pelajar SMK tak se-kerreng background-nya, terbukti santri Pesantren Nuris Jember ini sangat kreatif. Salut![]
*penulis adalah staf pengajar bahasa dan sastra Indonesia di MA Unggulan Nuris