Penulis: Resita Desiana Putri*
Di bawah naungan ilahi, di atas hamparan sajadah kumulai tersedu-sedu tetesan air mata tak kuasa kubendung telah membasahi kerudung biru mudaku.
“Ya Rabbi, ya Tuhanku tolong bantulah hamba, sesungguhnya hanya kepada-Mu lah hamba menyembah dan hanya kepada-Mu lah hamba memohon dan mengadu segalanya.” Air mataku kembali merembas terus mengalir.
Ctarrr..
Sambaran petir dari langit dan air hujan pun turun seketika, tururt menemaniku dalam kesedihan.
Kring..kringg..kring…
Alarmku berbunyi menunjukkan pukul 02.30, aku pun bergegas mengambil wudhu dan menunaikan salat tahajud, sambil menunggu azan berkumandang aku mengulang pelajaranku di sekolah, tiba-tiba kertas jatuh dari tasku. Kulihat dan baca.
Untuk :Renata Aldira Safitri
Alunan ayat-ayatmu yang menyejukkan di hati tak kuasa air mataku menetes mendenagrmu mengaji. Terimakasih telah membuatku bertahan sampai detik ini…
‘Cars R 14’
“Cars R 14?, siapa Dia? Kok dia tahu namaclengkapku?” Tanyaku dalam hati. Aku terus berpikir siapa dia, acuh tak acuh aku langsung tutup surat itu dan kembali berjamaah di masjid.
“Renata!” Panggil Bu Laras, guru Bahasa Inggrisku. Seketika mataku terjaga karena kaget.
“Iya, ada apa Bu?” Tanyaku tak berdos.
“Itu ada yang mangil Kamu di luar.” Ucap Bu Laras.
“Ada yang manggil? Siapa ya? Tumbenan” kataku dalam hati. Aku pun keluar kelas. Dan ternyata, dia kakak kelasku yang punya kepribadian irit bicara dan banyak yang suka padanya karena dia hafal 30 juz dan menjabat sebagai kabid robotika. Dia adalah Kak Rifqi atau lebih lengkapnya Rifqi Adhal Ramadhani Ardiansyah.
“Kamu Renata kan?” Tanyanya mendahului.
“Iya kenapa Kak, ada perlu apa?’ Aku balik bertanya.
“Kamu disuruh menemui Pak Gery istirahat nanti.” Ujarnya.
“Iya Kak, terimakasih telah memberitahu saya.” Kataku setengah deg–degan. Setelah itu, dia pamit untuk pulang. Aku pun kembali mengikuti pelajaran. Walau kantuk tak kunjung hilang.
Kring..kring..kring..
Bel istirahat pun berbunyi tanda para murid untuk beristirahat. Aku pun buru-buru menemui Pak Gery di ruangannya.
“Assalamualaikum Pak, ada perlu apa Napak maggil saya?” Tanyaku.
“Nah ini Renata, sini Nak duduk! Jadi begini kita kedatangan tamu dari ITS namanya Kak Vega beliau mendapat tugas dari kampusnya untuk mencari anak yang berpotensi bagus di bidang robotika, kebetulan beliau melihat laman di IG-mu tentang robot-robot bikinanmu. Maka dari itu beliau datang kemari untuk mengajakmu bergabung dan ikut dalam lomba robot di dunia internasional.” Jelas Pak Gery.
(baca juga: Sepotong Roti di Suatu Pagi)
Aku masih menimang-nimangnya, aku tak mau mengambil keputusan dahulu. “Tapi Kak, saya tidak bisa, saya sudah lama tidak bikin robot lagi mungkin itu laman yang sudah kadaluarsa.” Elakkku.
“Apa salahnya Kamu coba lagi, masalah menang atau kalah itu belakangan, yang terpenting kamu sudah mengikuti bimbingan ini pasti Kak Vega senang.” Kata pak Gery.
“Adek, kalo Kamu memang butuh waktu untuk memikirkannya kakak beri waktu 2 hari lagi.” Kak Vega menasehatiku dengan lembut.
Seketika hening, aku pun mulai berpikir, ingin sebenarnya aku ikut bergabung, tapi ibuku tak senang aku ikut robotika, pernah dulu ibuku membakar habis semua robot buatanku. Padahal itu hasil jerih payahku dan uang tabunganku setelah itu ibuku berkata, “Ibu gak mau kamu bikin robot-robot seperti ini lagi, hanya menghambur-hamburkan uang saja.” Tegas ibuku setengah membentak. Tapi tetap saja aku tak bisa jauh dari robot.
“Ya sudah kamu bisa kembali ke kelasmu.” Ujar pa Gery memecah keheningan.
***
Lantunan ayat-ayat suci Alquran harus mengalun di bibir mungilku, di sebuah taman yang indah, di bawah pohon yang rindang, ditemani kicauan burung dan tiupan angin sepoi yang mengibarkan kerudung syar’iku, lengkap sudah kesunyian dan ketenangan seketika. Kuterdiam seraya menutup mushafku, shadaqallahul adzim sembari menciumnya. Aku masih memikirkan pembicaraan tadi siang dengan pak Gery dan kak Vega.
Benar apa yang mereka katakan, apa salahnya aku mencoba, sudah saatnya aku bangkit dari keterpurukanku, aku ingin membawa nama baik sekolah, keluarga dan juga negara di perlombaan bergengsi internasional.
Keesokan harinya kutemui pak Gery di ruangannya, “Pak, saya bersedia ikut bimbingan yang kemarin Bapak tawarkan, tapi dengan satu syarat, bapak jangan kasih tau ke ibu soal ini.” Pintaku ketika kududuk di depan bangku pak Gery. Pak Gery hanya mengangguk, “Mulai besok kamu sama Rifqi sudah bisa memulai bimbingan dan mulai membuat robot.” Ujar pak Gery. Setelah itu aku, bergegas keluar dan melihat ruangan yang akan menjadi ruang bimibinganku. Ckrek…ku buka pintu ruangan tersebut dan ternyata di dalam ada kak Rifqi yang sibuk membaca sebuah buku.
“Assalamualaikum.” Ucapku seraya memasuki ruangan.
“Waalaikum salam.” Jawabnya masih fokus dengan buku yang dibacanya. Aku pun masuk, menelusuri ruangan ini penuh akan memori kebahagiaan. Di dinding banyak sekali ditempeli poster-poster.
“Nih, baca dulu dan pahami, kalau belum selesai bawa ke pondok.” Ucapnya sambil menyerahkan buku yang tadi ia baca, ku lihat buku itu, ‘The Legend of Campions Robotic’.
“Mulai besok kita sudah merangkai robot yang akan kita bawa keperlombaan, waktu kita hanya tersisa seminggu lagi, kita berangkat ke Bandung tangggal 17 Desember 2019, di sana kita diambil 3 orang terbaik dari 1000 peserta untuk melanjutkan ke babak final di Jakarta. Di sanalah, kita benar-benar bertempur melawan 100 peserta dan juara 1 akan dikirim ke Singapura untuk mewakili Indonesia bersaing dengan berbagai negara di belahan dunia.” Kak Rifqi menjelasakn rute perlombaan yang akan kami ikuti.
“paham tidak?” Tanyanya seraya duduk kembali. “I…ya…iya Kak paham kok.” Kataku setengah terbata-bata.
***
Hari ini kami mulai merangkai sebuah robot dengan dipandu kak Vega dan kak Bagas. “Ketelitianlah yang perlu diingat tidak perlu terburu-buru, yang penting selesai.” Itulah pesan kak Vega pada kami berdua. Robot yang ku rangkai kuberi nama ‘Vedora Explosion’.
Seminggu kemudian berlalu, semuanya telah ku persiapkan. Hari ini saatnya ku berjuang di medan pertempuran yang sebenarnya. Kusiapkan mentalku, lantunan dikir tersu mengalir dalam hatiku, memohon kepada Allah agar aku bisa masuk salah satu yang akan menuju babak final.
Aku pun berdiri di samping robot yang telah kurangkai. Kujelaskan pada juri mulai dari bagian dalam sampai luarnya. “Keren…wah…hebat ya” itulah pujian yang aku dengan dari peserta. Setelah presentasi kami pun disuruh istirahat dahulu sambil menunggu pengumuman. Sedangkan aku dan kak Rifqi pergi menuju masjid unuk menunaikan salat ashar berjamaah dengan peserta lain. Seusai sholat kami pun kembali ke aula untuk menyaksikan siapa yang masuk ke babak final di Jakarta.
“Baik, berhubung adek-adek peserta sudah kumpul semua. Saya selaku ketua panitia akan mengumumkan 3 peserta terbaik yang akan lanjut ke babak final.” Ujar kak Bagas selaku ketua panitia lomba.
“Peserta pertama yang lolos ke babak final adalah, Renata Aldira S dari MAN Darul Hikmah. Kedua adalah, Alvaro Batara Adibatra dari SMAN 6 Bandung. Ketiga adalah Rifqi Adhal Ramdhani Ardiansyah’ dari MAN Darul Hikmah.” Ujar Kak Bagas.
Kak Vega langsung menghampiriku dan mengucapkan selamat, “ini semua berkat kamu kak yang selama ini membimbingku.”
“Alhamdulillah kalian menang, tapi ingat ini bukan terakhir, tapi ada lagi tantangan yang kamu harus hadapi lagi!”
“Ok kak.”
*Penulis adalah lulusan MA Unggulan Nuris tahun 2021