Goda dan Rayu Iblis dalam Berpuasa

Penulis: Syamsul Huda, S.Sy. M.Pd.*

Berikut beberapa tipu daya Iblis kepada manusia saat berpuasa:

Pertama, Seorang ahli ibadah terkenal puasa bertahun-tahun dan dia sadar kalau dirinya terkenal ahli puasa sehingga dia tidak pernah ifthor (tidak puasa), kalaupun ifthor dia menyembunyikannya supaya pamornya tidak rusak. Ini adalah riya’ yang samar. Seharusnya jika ia ingin ikhlas dan menyembunyikan amaliah puasanya, ia sekali saja menunjukkan kalau dirinya tidak berpuasa di hadapan orang yang tahu amaliah puasanya, lalu ia kembali berpuasa tanpa diketahui orang lain.

Kedua, Di antara ahli puasa ada yang memberitahu orang lain bahwa hari ini sejak 20 tahun lalu aku tidak pernah tidak puasa, dan dalam benaknya seakan ada maksud agar dia diikuti sementara Allah Yang Maha Tahu segala maksud.

Ketiga, Seseorang yang terbiasa puasa Senin Kamis suatu ketika disuguhi makanan, lalu dia berkata: “hari ini aku puasa Kamis”, seandainya ia berkata “saya puasa” (tanpa menyertakan hari Kamis) itu saja sudah cobaan/ujian, apalagi jika ia menambahkan “hari Kamis” itu artinya sama saja dia berkata “saya puasa setiap Kamis”.

Keempat, Di antara ahli puasa ada yang memandang rendah orang lain karena dirinya puasa sementara mereka tidak.

Kelima, Di antara ahli puasa ada yang selalu berpuasa tanpa memperdulikan dengan apa ia berbuka, ia pun tidak menghiraukan apakah puasanya rahasia ataukah diketahui orang, tidak peduli jadi bahan pembicaraan, intinya ia pokoknya puasa tanpa memperdulikan semua itu. Iblis pun masih bisa menggodanya dengan membisikkan kepadanya “puasamu menolak dosa-dosamu”.

(baca juga: Niat Puasa Ramadhan antara Romadhona dan Romadhoni, Manakah yang Benar?)

Semua itu adalah tipuan iblis. Ternyata puasa itu berat juga!

Tapi jangan takut, tetaplah lakukan ibadah sekuat tenaga, tak perlu risau dengan tipu daya iblis. Sebab matematika amal adalah antara dosa meninggalkan dan pahala mengerjakan.

Meninggalkan sudah pasti berdosa, sementara mengerjakan belum tentu mendapatkan pahala, masih tergantung niat dalam hati, murni karena Allah ataukah tercampur oleh niat lain pelebur pahala, namun jika kita melaksanakan, minimal sudah menggugurkan kewajiban, terhindar dari kepastian dosa jika meninggalkan. Maka, sudah tentu jika kita hitung matematikanya, melaksanakan ibadah meski tanpa pahala lebih beruntung dari pada meninggalkannya yang pasti dapat dosa. Kan rugi, buang-buang waktu? Siapa bilang? Kita tetap untung.

Pertama,  Isqotul Wujub (gugur kewajiban)

Kedua, Riyadlotul Qolbi (latihan hati) agar terbiasa dan kemudian niat murni itu akan lahir dengan sendirinya karena terbiasa.

Sumber: Talbisu Iblis hal 161

*Penulis adalah aktivis kajian Bahtsul Masail Kabupaten Jember

Related Post