Pertama: Memberikan Nafkah
بَــــل أَنْفِقَنْ مِمَّا مَـــلَكْتَ فِيْهِمَا مُوَقِّرًا وَلاَ تُـــرِدْ سَيْبَهُمَــــا
Ayah ibu dipenuhi belanjanya
jangan hanya mengharap pemberiannya
Agama mengajarkan ketika masih kecil dan belum bisa mencari nafkah sendiri, orang tualah yang memenuhi semua kebutuhan hidup kita. Begitu pula sebaliknya, pada saat orang tua sudah uzur dan tidak mampu lagi untuk bekerja, maka kewajiban itu berbalik, anaklah yang wajib menanggung kebutuhan orang tua. Apalagi misalnya orang tua kita berada dalam kelumpuhan, sehingga tidak dapat menafkahi dirinya sendiri, maka kewajiban nafkah itu berpindah ke anaknya.
Kewajiban ini, menurut Musthafa Dîb al-Bughâ, tersirat dalam ayat “…pergaulilah keduanya (di dunia) dengan baik….” Sebab, mendapatkan nafkah ketika dalam keadaan tersebut merupakan hak orang tua yang mesti dilaksanakan oleh anaknya. Itu termasuk bentuk dari berperilaku baik kepada orang tua. Sesuai dengan sabda Nabi Muhammad Saw berikut:
أَنْتَ وَمَالُكَ لِوَالِدِكَ، إِنَّ أَوْلاَدَكُمْ مِنْ أَطْيَبِ كَسْبِكُمْ، فَكُلُواْ مِنْ كَسْبِ أَوْلاَدِكُمْ_رواه أبو داود [3530] (ديب البغا،التذهيب فى أدلة متن الغاية التقريب، ص.188)
“Kamu dan hartamu itu milik orang tuamu. Sungguh, anak-anakmu merupakan bagian dari keringat usahamu, maka makanlah sebagian hasil keringat anak-anakmu! ”diriwayatkan oleh Abû Dawud [3530](Dîb al-Bughâ, at-Tadzhîb fi Adillah Matn al-Ghâyah wa at-Taqrîb, h. 186)
(baca juga: Adab Mencium Tangan Ulama dan Guru)
Juga sabda Nabi Muhammad Saw berikut:
عَنْ طَارِق اَلْمُحَارِبِى رَضِىَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَدِمْتُ الْمَدِيْنَةَ، فَإِذَا رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَآئِمٌ عَلَى الْمِنْبَرِ يَخْطُبُ النَّاسَ، وَهُوَ يَقُوْلُ: يَدُ الْمُعْطِى اَلْعُلْيَا، وَابْدَأْ بِمَنْ تَعُوْلُ: أُمَّكَ، وَأبَاَكَ، وَأُخْتَكَ، وَأَخَاكَ، ثُمْ أَدْنَاك أَدْنَاكَ_رواه النسآئي [5/61] (ديب البغا،التذهيب فى أدلة متن الغاية و التقريب، ص. 186)
Diriwayatkan dari Thâriq al-Muhâribîy bahwa ia bercerita, “(Waktu itu), saya datang ke Madinah. Tiba-tiba (saya melihat) Rasulullah Saw berdiri di mimbar sambil berkhotbah: ‘Tangan orang yang memberi ialah tangan yang luhur. Mulailah (pemberian nafkahmu) pada keluargamu: ibumu, baru kemudian ayahmu, lalu saudarimu, lalu saudaramu, kemudian seterusnya dari yang tua kemudian yang muda.’ Diriwayatkan oleh an-Nasâ’îy [5/61] (Dîb al-Bughâ, al-Tadzhîb fi Adillah Matn al-Ghâyah wa al-Taqrîb, h.186)[AF.Editor]
*terjemahan Kitab Tarbiyatus Shibyan oleh KH. Muhyiddin Abdusshomad, Syaikhul Ma’had Pesantren Nuris Jember