Unit Gawat Kuadrat dan Kesaksian Al-Khowarizmi

Penulis: Alya Latifatul Fitriah*

Di belantara musim yang ganas di Persia
Aku mulai membuka bingkai arsiran cerita,
sembari menyeduh secangkir kopi Qahwa[1]
dan menyantap kuah sup linier-linier yang lumer rasanya

Aku menyuguhkan secangkir kopi pada Al-Khowarizmi[2]
Tapi, ia lebih memilih sebotol bir bervolume pelangi pagi
yang sudah ia pesan sedari gigil dini hari

Ia mengusap genang air mata yang  bertengger di ujung bibir,
lalu berkata:

“Untuk apa lagi aku harus meracik akang-akang angka yang sudah berbau kukang, mereka lebih suka membuang kata daripada mengolah angka.”

Ia menyeduh sebotol bir sesekali,
Separuh tabung lebih sedikit mili,
yang jika sudah habis akan ia buang entah kemana lagi.

(baca juga: Munajat Santri)

“Aku tidak membutuhkan cendekiawan yang sok tuan di rumah kebijaksanaan,
karena kebijaksanaan sudah tidak mempunyai rumah untuk bertuan.”
Cetusnya lagi.

Tak ada lagi Unit Gawat Kuadrat!
Karena sang geometri telah terbungkus rapi
Bersama sebutir elipsis nasi
Di kaleng Khong Guan berisi rengginang simetris dan mimpi Al-Khowarizmi.

*Penulis adalah alumnus MA Unggulan Nuris


[1] Qahwa adalah minuman dari tanaman kopi yang pertama kali ditemukan oleh Khalid, sang penggembala kambing dari tepian Ethiopia, berbatasan dengan wilayah Arab

[2] Seorang ahli dalam bidang Matematika, Astronomi, Astrologi, dan Geografi dari Persia atau Bapak AL-Jabar

Related Post