Obituari Rindu Seantero Tan 90 Derajat

Penulis: Yosni Ayu Fazrani*

//Bulatan lara menyelinap luruh dalam sujud. Tepat berumpat balik di sudut bilik. Selambu biru melambai baru grafik kehidupan haru. Kala itu, aku bermuara tuk bermurajad. Kisah kasih selayak angan kumpulan asosiatif bilangan//

            Akankah Tuhan bisikkan firman pada frekuensi konstan
            Frekuensi yang melingkar menjelma sumbu kenangan
            Melalui titik puncak aku telah mensubtitusikan untaian doa harapan

//Lalu ia menengadah dengan selisih dua hati. Memilah palung. Memilih Pulang. Hati abadi bersama sekawanan mimpi. Tiap derajat ia sigap bersilah. Tiap bermunajat ia sigap akui salah//

            Ia pun hanyut bak lingkaran kertas dua lembar
            Aku ingin ribuan mawar selalu terpancar
            Wajah muram enggan menyatu padu
            Betapa aliran darah tak tampak pilu

(baca juga: Memeluk Hujan)

//Hingga garis pena tak berani bersinggung, gerus luka nganga yang bersungging. Hanya labuhan rindu membentuk jarak kurva angan. Hanya bulatan rindu mengetuk detak lingkar angin//

            Sadarkah ia jikalau jemari mulai pilu?
            Bagaikan segitiga tak mungkin yang sulit menyatu

Teruntuk kesetiaanmu yang membentang,
Hingga reruntuhan daun seperti bintang
Apakah rindu yang rimbun harus dibanting?
//Izinkan torehan tinta ini melayangkan secarik rindu:
Menyilam senandung lagu yang sendu//
Menyulam obituari rindu paling merdu//

Jember, Januari 2021

*penulis adalah alumnus SMA Nuris Jember

Related Post