Sudah Tahukah Anda Akan Asal Usul Penetapan Tahun Baru Hijriah ?

Penulis: Muhammad Hamdi, M.E.*

Tepat pada tahun ke 16 (ada yang mengatakan pada tahun ke 17 atau tahun ke 18), pada era kekhilafan Sayyidina Umar bin Khatthab radhiyallaahu ‘anhu para sahabat nabi menyepakati perihal permulaan tanggal tahun Islam yakni dimulai dari tahun hijrahnya Nabi Muhammad SAW. Kronologi inisiatif penetapan tarikh islami ini adalah tatkala Amirul Mukminin Sayyidina Umar diajukan kepadanya sebuah surat yang berisi tentang seseorang yang memiliki tanggungan hutang kepada temannya dan jatuh temponya pada bulan Sya’ban. Lalu beliau berkata : “Sya’ban yang mana ini ? Apakah Sya’ban tahun ini, tahun lampau atau tahun depan ? “.

Akhirnya beliau mengumpulkan para sahabat dan mengajak musyawarah mereka prihal penetapan tahun Islam yang bisa bermanfaat untuk mengetahui jatuh temponya hutang dan manfaat-manfaat lainnya.

Dalam diskusi tersebut ada beberapa pendapat dari para sahabat, ada yang mengusulkan tahun islam penetapannya dibuat seperti model penetapan tahun ala orang Persia yang mana mereka menetapkan tahun atas dasar raja-raja mereka, bergantian antara raja satu dengan raja berikutnya. Namun usulan ini ditolak oleh Sayyidina Umar bin Khatthab radhiyallaahu ‘anhu. Ada yang mengusulkan dibuat seperti orang Romawi yang mana mereka menjadikan kerajaan raja Iskandar al Maqduni sebagai permulaan tahun mereka. Lagi-lagi beliau tidak suka usulan ini.

(baca juga: Mengkaji Beberapa Keutamanan Berpuasa di Bulan Rajab)

Selain dua usulan tersebut,  ada beberapa usulan lagi perihal penetapan awal dimulainya tahun Islam, yakni ada yang berpendapat dimulai dari waktu kelahiran Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam, ada yang berpendapat dimulai dari waktu diutusnya rasul, ada yang berpendapat dimulai dari hijrahnya rasul dan ada yang berpendapat dimulai dari waktu wafatnya baginda nabi.

Dari sekian pendapat baru yang masuk,  beliau lebih condong kepada pendapat dimulainya tahun Islam adalah dihitung dan dimulai dari waktu hijrahnya Nabi Muhammad shallallaahu alaihi wasallam dari Mekkah ke Madinah, hal ini karena lebih jelas tolak ukurnya dan lebih mudah diingat karena kepopulerannya. Akhirnya para sahabat menyepakati kecenderungan dari Sayyidina Umar bin Khatthab radhiyallaahu ‘anhu.

wallaahu a’lam bisshowab

Sumber : al Imam Al Hafidz Abi al Fida’ Ismail bin Umar Ibni Katsir Ad Dimasyqi (w. 774 H), Kitab As Sirah An Nabawiyyah Libni Katsir, Hal 219, Dar al Kutub al Islamiyyah, Tahqiq : Mahmud Umar ad Dimyathi.

*Penulis adalah Dosen Ma’had Aly Nurul Islam Jember

Related Post