Pertolongan Ibu

Penulis: Oktaviana Sulistyorini P.*

Di riuh malam yang berselimut dingin,  di ruangan di rumah sakit Candra Kirana terdapat calon ibu yang malang terbaring di ranjang. Demi buah hati yang dinanti-nantinya, ia merelakan segala nyawanya. Dengan perasaan cemas dan penuh gelisah ia terus memerjuangkan apa yang telah dinantinya. Tanpa suami, calon ibu ini berjuang demi buah hatinya.

Di bawah remang lampu ruangan operasi si ibu hanya bisa berdoa agar bayi itu terlahir di dunia ini meskipun nyawa taruhannya. Operasi pun dimulai, suasana hening menyelimuti kamar operasi. Selang beberapa jam kemudian, operasi berjalan dengan lancar dan terlahirlah semesta baru. Semesta yang akan menjadi kebanggaan sang ibu kelak.

Operasi berjalan lancar dan si ibu pun dipindahkan ke kamar rawat. Tak berapa lama kemudian si ibu pun sadar dan suster memberikan bayi tersebut untuk diberi asi terlebih dahulu. Bercururlah air mata sang ibu melihat bayi mungil yang baru saja keluar dari rahimnya. Namun, sang ayah tak nampak di sudut mana pun. Tak ada adzan berkumandang untuk telinga kanan sang bayi. Karena lahir dalam kondisi lemah, bayi itu harus berpisah lagi dengan ibunya untuk dihangatkan di ruang observatorium.

Hari telah  berlalu semakin cepat. Kondisi si ibu dinyatakan semakin membaik. Sementara bayinya juga dinyatakan sehat. Si ibu dan keluarganya pun membereskan pakaiannya. Tak berapa lama kemudian suster datang dengan memberi kabar buruk kepada si ibu.

“Saya tidak suka main-main. Tolong jangan berkata yang tidak-tidak.” Teriak si ibu.

Suster mengabarkan bahwa bayi si ibu telah hilang. Seluruh karyawan rumah sakit ikut membantu mencari bayi tersebut sekitar rumah sakit dan hasilnya pun nihil. Pihak rumah sakit pun segera melaporkan ke polisi dan meminta maaf kepada keluarga bayi terutama ibu bayi tersebut.

Si ibu pun tidak terima dan berusaha mencarinya  sendiri tetapi kakaknya pun menghadang untuk mencarinya karena pihak polisi dan rumah sakit  sudah mencarinya dan harus banyak istirahat dan jangan terlalu banyak pikiran agar tidak drop.

“Kita serahkan kepada pihak berwajib untuk mencarinya.” Katanya.

***

Waktu berlalu dengan cepat tak terasa 3 tahun telah berlalu semenjak kehilangan bayinya, Rini masih belum bisa menerima kenyataan. Si Rini yang hidup sebatang kara tanpa suami, kini harus lebih menderita setelah bayi yang teramat diharapkannya juga menghilang. Entah siapa yang begitu tega memisahkan ibu yang hanya berharap pada anaknya itu.

Rini  berjuang sendiri untuk memenuhi kebutuhannya. Keluarganya sudah lama pergi ke kota untuk memulai usaha. Kakaknya memiliki modal yang cukup untuk membuka sebuah toko di pasar. Rini pada mulanya juga diajak pindah, namun ia memiliih bertahan dengan alasan lebih menyukai suasana pedesaan. Akan tetapi lambat laun ekonomi Rini pun semakin menurun. Tak ada yang bisa dikerjakan oleh Rini di desa. Sawah-sawah banyak yang tidak ditanami dengan alasan harga hasil panen yang tak memuaskan. Akhirnya sawah-sawah itu perlahan berubah menjadi area sengon, membentuk hutan-hutan kecil di desa yang terletak di lereng bukit itu.

Mendengar kabar bahwa kakaknya sudah sukses di kota, akhirnya Rini memberanikan diri untuk meminta pekerjaan di sana. Kakaknya tak memberinya pekerjaan, tapi mengirimnya uang untuk ongkos pergi ke kota. Katanya di kota pekerjaan sangat banyak. Rini pun berangkat dengan hati yang masih tertahan di desanya. Dan anaknya. Entahlah. Tentu saja Rini masih mengharapkannya.

Setiba di kota, Rini melamar pekerjaan dimana-mana. Tetapi tidak ada yang mau menerimanya kerja. Sampai pada akhirnya Rini bertemu sahabat karibnya dan menceritakan semua yang dialaminya selama ini .

“Rini. Apa kabar kamu sekarang?”
“Baik, An. Tetapi aku lagi butuh kerjaan sekarang.”
 “Emang suami kamu ke mana? Kamu sudah menikah kan?”
 “Aku sudah lama tidak tinggal dengan suamiku, An. Entahlah begitu ia meninggalkanku baru kusadari bahwa aku sedang mengandung. Aku juga tidak tau kemana ia pergi.”
 “Maaf ya, Rin. Kamu jangan bersedih karena aku punya kabar baik buat kamu Rin.”
 “Kabar baik apa ?”
“Di perusahaan tempatku kerja sedang mencari baby sister. Tapi di luar kota, gimana kamu mau gak kerja di situ?”
 “iya aku mau, An.”
 “Oke. Ini aku kasih nomor teleponku. Besok aku antar kamu ke sana. Kebetulan aku sedang cuti.”

(baca juga: Reinkarnasi Syirawaih)

Rini pun tiba di rumah dan menyiapkan persyaratan yang akan besok bawa. Keesokan harinya Rini pun bangun pagi dengan penuh semangat tak lupa juga sebelum berangkat Rini sarapan terlebih dahulu agar badannya tetap segar. Setelah itu Rini menuju tempat janjian untuk bertemu dengan Dian, sahabatnya.

Beberapa menit kemudian rini sudah sampai tempat yang dijanjikan dan bertemu Dian sahabatnya dan langsung menuju kantor di mana Dian bekerja. Setelah sampai di sana Rini langsung ke ruangan manajer dan menunjukkan persyaratan yang telah disiapkan. Setelah si manajer melihat persyaratan yang sudah lengkap tak lupa juga si Rini diwawancarai oleh si manajer. Setelah itu Rini  menunggu hasilnya diluar dan menuju tempat kerja dian .

Beberapa menit pun telah berlalu dan si manager pun memberitahukan hasilnya bahwa si rini di terima di perusahaannya sebagai baby sister .dan besok paginya  pun si rini dianter oleh dian dimana rini akan bekerja nantinya. Tak disangka, manajer itu langsung menerimanya bekerja dan menyuruhnya untuk mulai pada keesokan harinya.

Setelah sampai di sebuah rumah yang besar megah menawan itu Rini dan Dian tidak lupa mengucapkan salam. Mereka dipersilakan untuk masuk dan menunggu di ruang tamu. Tak berapa lama tuan rumah pun turun menyambut tamunya.

Si tuan rumah pun memperkenalkan namanya dan keluarganya. Calon majikan itu memberikan peraturan yang wajib dipatuhi oleh semua orang yang bekerja di situ. Rini pun setuju dan sangat menyanggupi peraturan yang telah ia dengarkan. Dian akhirnya pamit meninggalkan Rini, karena saat itu juga Rini harus memulai pekerjaannya.

Di pagi hari yang cerah Rini pun segera melaksanakan kewajibannya yaitu membangunkan Sinta yang masih terlelap dan memandikannya. Tak lupa juga Rini membuatkan bubur untuk Sinta. Setelah melakukan semua pekerjaan rumahnya, Rini dan Sinta pun bermain bersama di taman belakang. Sinta langsung akrab ke baby sitter barunya itu. Sinta sangat menyukai baby sitter barunya itu dari pada yang sebelumnya.

Beberapa bulan kemudian kedekatan mereka seperti seorang anak dan ibu. Sinta mengajak Rini ke sebuah toko untuk membeli ice cream di dekat rumahnya dan Rini pun membelikan ice cream kesukaan Sinta. Setelah mereka membeli ice cream, mereka pun kembali kerumah dan makan ice cream bersama. Tak lama kemudian Sinta pun merasa ngantuk dan kecapekan, oleh karena itu Rini membawa Sinta untuk tidur dikamarnya dan tak lupa pula Rini pun membacakan sebuah dongeng tidur untuk Sinta.

Ketika Sinta sedang tidur Rini pun membereskan semua ruangan termasuk ruangan Bu Dini tak sengaja Rini menemukan sebuah foto  yang dibelakangnya tedapat sebuah alamat di meja Bu Dini. Dan Rini pun melihat foto tersebut yang mirip persis dengan anaknya yang telah lama hilang.  Air mata pun menetes tiba-tiba ketika melihat foto tersebut dan dibelakangnya terdapat sebuah alamat dimana alamat itu pernah ia kenal. Rini pun langsung menghapus air matanya dan kembali untuk membersihkan ruangan tersebut.

Malam hari pun telah tiba, Rini pun memberanikan diri untuk bertanya dan berbicara empat mata dengan Bu Dini tentang foto yang telah ditemukan agar perasaannya pun menjadi tenang .

“Permisi, Bu boleh saya minta waktunya sebentar untuk menanyakan beberapa hal yang perlu saya ketahui.”
“Iya boleh Rin emang apa yang ingin kamu tanyakan kepada saya seperti ada yang penting Rin?”
“Ibu tau tentang foto ini .“(sambil menunjukkan sebuah foto)
“Kamu dapat dari mana foto ini Rin “(dengan penasaran)
“Maaf sebelumnya Bu, tidak sengaja saya melihat foto ini ketika saya sedang bersih-bersih diruangannya samian Bu.”
“O, itu foto Sinta ketika Sinta masih bayi emang kenapa sebelumnya Rin ?”
“Maaf sebelumnya Bu, itu persis foto anak saya ketika masih bayi jadi saya teringat kembali ketika melihat foto anak ibu “
“Emang kemana anak kamu sekarang Rin?”
“3 tahun lalu anak saya hilang di rumah sakit yang alamatnya sama dengan yang ada di foto anak ibu itu “
“Apa kamu nuduh saya yang mencuri bayi mu itu ?”
“Bukannya saya mau nuduh ibu tapi saya cuman pingin kejujuran hati seorang ibu .“
“Besok aja kita bahas lagi, sekarang saya mau istirahat dulu.” (sambil meninggalkan Rini sendirian )

Mentari telah terbit begitu cepat dan rini pun sudah mencari teka teki yang ia hadapi untuk saat ini. Diam-diam Rini masuk kembali ke ruang kerja Bu Dini ketika Bu Dini sedang tidur  dan mencari bukti bahwa sanya Sinta ialah anak kandungnya. Beberapa menit kemudian Rini menemukan sebuah kertas yang berisi perjanjian jual beli anak tepat sehari sesudah hilangnya bayi Rini dirumah sakit.

Ketika Bu Dini sedang duduk sendirian. Rini pun segera menghampirinya dan memberikan sebuah bukti yang perlu dijelaskan ke Rini.
“Bu, saya ingin menanyakan dimana dulu samian beli anak ?”
“Kenapa kamu nanyak kayak gitu?”
“Saya menemukan ini di laci meja kerja ibu dimana ibu membeli bayi itu tepat sehari setelah anak saya hilang bu”(memberikan sebuah kertas yang berisi perjanjian jual beli anak)
“Saya tidak tau maksud kamu apa memberikan kertas ini kepada saya”
“Saya tau bahwa Sinta itu bukan darah daging ibu, dan ibu membeli Sinta ketika Sinta masih kecil benarkan bu”
Tak sengaja tangan lembut itu menampar pipi Rini begitu saja.
“Jangan asal ngomong kamu itu ya. Sinta itu anak saya, saya punya dokumen tentang kelahiran dan dimana Sinta dilahirkan. Jadi tolong jaga ucapanmu itu”
“Emang saya benar kok bu bahwa Sinta itu bukan anak kandung ibu, buktinya pun sudah jelas apa yang ibu lihat ini”
“Silahkan kamu angkat kaki dari sini, mulai hari ini kamu saya pecat .“
“Baik bu, dengan senang hati saya angkat kaki dari rumah ini. Tapi jika ada apa-apa dengan Sinta jangan harap saya mau bantu ibu “
Setelah itu Rini pun membereskan baju nya dan siap-siap untuk meninggalkan rumah tersebut dan pulang  ke kampung halamannya.

***

Beberapa bulan kemudian kesehatan Sinta tidak membaik, Sinta mengalami penyakit kanker darah dan membutuhkan darah yang sama dengan Sinta tetapi kedua ortunya mempunyai golongan darah yang berbeda. Bu Dini pun ingat apa yang diucapkan Rini bahwa Sinta ialah anak kandungnya, dan Bu Dini pun mencari Rini di kampung halamannya demi menyelamatkan Sinta anak angkatnya itu.

Setelah sampai di kampung halaman Rini. Bu Dini memohon mohon kepada Rini agar Rini ikut ke kota untuk mendonorkan golongan darahnya yang cocok dengan Sinta, tetapi Rini tetap menolak permintaan Bu Dini sebab dia sakit hati dengan ucapannya dulu. Bu Dini pun meminta maaf dan bersujud di kaki Rini. Beberapa lama kemudian Rini pun setuju demi menyelamatkan anak kandungnya itu. Mereka pun menuju rumah sakit dan mendonorkan darah untuk Sinta agar kembali pulih seperti dulu lagi.

*Penulis merupakan alumnus SMK Nuris Jember, Pegiat literasi pesantren

Related Post