Ada Sepasang Pelukan yang Masih Basah pada Secangkir Doa yang Disuguhkan pada Penjelang Pejam Mata

Penulis: Tazyinatul Ilmiah*  

Sebelum ajal tiba, perempuan menjahit luka di dadanya,
Dengan cinta dan kasih yang tersisa
Lantaran hujan yang kehilangan awan, sebab petir seringkali brutal mengirim izroil

            Ranting yang patah di belakang tinggal getah,
            Alkisah beralih peran menjelma gelisah

(baca juga: Kamilah Huruf yang Bersuara pada Semesta)

Pada tatapan yang menakutkan,
            Serupa malam dengan orkestra tangis panjang
Perempuan itu duduk di serebah kecemasan,
Berpangku tangan, dengan angan yang membentang
Memakai daun perpisahan berwarna hijau toska
Memilin ragu sisa-sisa memori kemarin malam
Sembari mendegarkan kotak musik, lalu bersenandung lagu kesedihan
Sepersekian detik dari penjelang pejam mata,
Ia terlelap sesekali menyesap oksigen malam
Seraya memeluk tubuhnya, serupa pelukan abadi,
Sembari meminum seteguk cangkir doa, lalu mengirim pesan terakhir pada semesta

            “segala akan tiada, hanya Dia satu-satunya Ada.”

Jember
*Penulis adalah santri berprestasi bidang sastra, merupakan alumnus SMA Nuris Jember

Related Post