Judul Buku : Elegi Lintang, Asap Kopi Bromo, dan Bunga Edelweis
Judul Karya : Karun, Koran, dan Corona
Penulis : Haslina Masturo
Penerbit : AE Publishing
Tahun terbit : Cetakan Pertama, Maret 2021
Jumlah Halaman : 6 halaman
ISBN : 978-623-306-284-8
Peresensi : Putri Utami Octaviya, S.Pd
Sinopsis:
Cerita ini dimulai dengan pengenalan sosok seorang penjual koran yang biasa bekerja di sudut kota. Sebelum pandemi, ia memiliki pelanggan tetap yang membeli korannya setiap hari. Namun, ketika pandemi COVID-19 melanda, segala sesuatu berubah. Pemerintah menerapkan pembatasan sosial dan banyak orang memilih untuk tetap tinggal di rumah, yang membuat bisnis penjualan koran menurun drastis. Meski begitu, penjual koran ini tetap berusaha untuk mencari nafkah dengan cara yang sudah dilakoninya selama bertahun-tahun. Istrinya pun sering uring-uringan hingga ingin menyerah dengan kondisi ekonomi mereka. Tapi Karun, sosok suaminya selalu membawa enjoy pekerjaannya yang sangat sederhana ini, ya sebagai penjual koran lampu merah.
Terik sinar matahari masuk ke pori-pori yang mulai mengeluarkan keringat. Desir angin tidak lagi sejuk karena kalah oleh sinar ultraviolet. Lampu kuning mulai merekah saatnya Karun dan istrinya mulai melancarkan aksinya. Mereka berdua berpencar dengan mengutamakan protokol kesehatan dan menjaga jarak. Dengan cekatan mereka menghampiri dan menawarkan koran kepada kendaraan yang berhenti menunggu lampu hijau. Terlihat Karun sedang menghampiri mobil yang berhenti di penghujung jalan.
(Baca juga:Resensi Karya Sastra MA Unggulan Nuris : Kisah Seorang Perempuan di Mata Kiai)
Mobil mewah dengan sepasang suami istri, Karun menawarkan koran dengan senyuman. Tampak mereka memperhatikan Karun. Namun, pasangan itu mulai menertawakan Karun. Mereka berkomentar ketus melihat Karun yang menutupi setengah wajahnya dengan masker. Menurut mereka, Karun yang hanya seorang penjual koran tak perlu berlebihan menghadapi virus corona dengan mematuhi protokol kesehatan dan himbauan dari pemerintah.
Perkataan sepasang suami istri itu menyusup di antara serpihan luka. Panas merasuk hingga ke sum-sum tulang dalam. Karun menunduk luruh akan kesedihan. Kepulan asap mengangkat emosi Karun, sedangkan hatinya menarik agar kembali tentram. Keringatnya membasahi punggung. Dia tak tahu apakah harus marah atau tidak. Karun menarik nafas dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan. Tubuh rentannya membalas perkataan mereka dengan nada tinggi. Ia mengatakan bahwa sayang sekali kekayaan harta mereka tertutupi oleh kemiskinan akan pengetahuan. Mendengar perkataan Karun, mereka terdiam sembari introspeksi dengan dirinya masing-masing.
Kelebihan:
Isi dalam cerpen ini penuh dengan ketabahan dan perjuangan. Meskipun tampaknya kehidupan si penjual koran dan istrinya sudah hampir hancur, namun mereka tetap berdiri tegak dan bersemangat mencari rezeki dengan tetap menerapkan protokol kesehatan. Cerita ini menginspirasi kita untuk terus berjuang dan tidak membiarkan perkataan seseorang yang telah menyakiti hati menjadi tumbangnya semangat kita. Serta untuk selalu menunjukkan empati kepada sesama, terutama di masa-masa sulit seperti pandemi.
Kelemahan:
Konflik yang dialami kurang bervariasi sehingga menimbulkan kesan yang monoton di kalangan pembaca. Tak hanya itu, penyelesaian masalah juga terlalu singkat sehingga membuat pembaca kurang puas dalam menikmati karya ini.