Memahami Cara Menyucikan Kulit Bangkai dalam Perspektif Fikih Islam

Penulis : Lilis Agoestin, S.S.

Pesantren Nuris – Dalam pembelajaran fikih Islam, pembahasan mengenai najis dan cara mensucikannya merupakan bagian penting dalam menjaga kebersihan dan kesucian, baik secara fisik maupun spiritual. Salah satu materi yang sering menjadi pertanyaan adalah tentang kulit bangkai dan proses penyuciannya melalui penyamakan.

Dalam kajian terbaru di lingkungan Pesantren Nurul Islam, disampaikan penjelasan mengenai jenis-jenis kulit bangkai yang dapat disucikan dan yang tidak dapat disucikan, sesuai dengan pandangan mazhab fikih yang mu’tabar (diakui). Kajian ini bertujuan memberikan pemahaman yang benar kepada santri dan masyarakat umum mengenai hukum-hukum seputar najis dan cara penyuciannya yang sesuai dengan syariat Islam.

Apa Itu Kulit Bangkai?

Secara umum, bangkai adalah hewan yang mati tidak melalui proses penyembelihan yang sesuai syariat. Bangkai hukumnya najis dan tidak boleh dimanfaatkan, baik untuk konsumsi maupun kegunaan lainnya, kecuali dalam beberapa kondisi yang diperbolehkan dalam syariat.

Salah satu bagian bangkai yang masih bisa dimanfaatkan adalah kulitnya, namun dengan syarat tertentu, yaitu melalui proses penyamakan (menyamak kulit).

Kulit Bangkai yang Bisa Disucikan

Menurut pemaparan dalam kajian tersebut, semua jenis kulit bangkai pada dasarnya dapat menjadi suci melalui proses penyamakan, baik kulit bangkai dari hewan yang halal dimakan seperti kambing dan sapi, maupun hewan yang tidak halal dimakan seperti harimau atau singa.

Proses penyamakan bertujuan menghilangkan segala sesuatu yang melekat pada kulit dan dapat menyebabkan pembusukan, seperti darah, bakteri, kotoran, dan jamur. Setelah disamak dengan benar, kulit tersebut dapat dianggap suci dan digunakan untuk berbagai kebutuhan seperti tas, sepatu, atau bahan kerajinan lainnya.

Pengecualian : Anjing dan Babi

Namun demikian, Islam memberikan pengecualian terhadap jenis bangkai tertentu. Disebutkan secara jelas bahwa kulit bangkai anjing dan babi, serta keturunan dari keduanya baik dari hasil perkawinan dengan sesama jenis maupun dengan hewan suci lainnya tidak dapat disucikan walaupun telah melalui proses penyamakan. Hal ini karena keduanya dikategorikan sebagai najis mughallazah (najis berat) yang tidak bisa disucikan hanya dengan penyamakan.

Dengan demikian, pemanfaatan kulit dari hewan-hewan tersebut tetap tidak diperbolehkan dalam Islam, meskipun secara fisik kulitnya terlihat bersih setelah disamak.

Bagaimana dengan Tulang dan Bulu Bangkai?

Dalam hukum fikih, tulang dan bulu bangkai juga dihukumi najis, kecuali pada manusia. Rambut dan bulu manusia yang meninggal dunia tetap dianggap suci, karena manusia memiliki status hukum yang berbeda dibanding hewan dalam pandangan Islam.

Hal ini menjadi dasar dalam pengelolaan jenazah manusia, termasuk pemulasaraan dan penguburan, yang tetap menjunjung tinggi prinsip kesucian dan kehormatan terhadap jasad.

Penutup

Kajian ini mengingatkan umat Islam untuk senantiasa berhati-hati dalam menggunakan barang-barang yang berasal dari hewan, khususnya kulit. Memahami proses penyucian melalui penyamakan dan mengetahui batasan syar’i terhadap jenis-jenis bangkai merupakan bagian dari upaya menjaga kesucian dalam kehidupan sehari-hari. Semoga pemahaman ini bisa menjadi panduan bagi umat Islam dalam memilih dan memanfaatkan produk hewani secara bijak sesuai tuntunan agama.

Wallahu a’lam bish-shawab.

Related Post