Siwak : Sunnah yang Hampir Terlupakan, Namun Besar Pahalanya

Penulis: Lilis Agoestin, S.S.

Pesantren Nuris — Di tengah derasnya arus modernisasi dan berkembangnya teknologi kebersihan seperti pasta gigi, mouthwash, dan sikat elektrik, ada satu amalan sunnah yang mulai dilupakan sebagian umat Islam: bersiwak. Padahal, bersiwak adalah sunnah yang sangat ditekankan oleh Rasulullah ﷺ, bahkan hampir diwajibkan oleh beliau andai tidak memberatkan umatnya.

Dalam kajian fikih yang dibawakan di lingkungan Pesantren Nurul Islam, kembali diangkat pembahasan tentang keutamaan dan tata cara bersiwak, mengacu pada penjelasan Syaikh Abu Syuja’ dalam kitab Taqrib serta pendapat para ulama besar seperti Imam Nawawi.

Apa Itu Siwak?

Secara bahasa, siwak berasal dari kata saaka–yasūku yang berarti menggosok. Namun dalam pengertian istilah fikih, siwak adalah perbuatan membersihkan mulut dengan alat tertentu yang dapat menghilangkan bau tak sedap serta menjaga kebersihan mulut.

Pada dasarnya, segala alat yang mampu membersihkan mulut bisa dikategorikan sebagai siwak. Namun, karena kebiasaan Rasulullah ﷺ menggunakan kayu ‘araq, maka kata “siwak” kemudian identik dengan batang kayu tersebut.

Kayu ‘araq sendiri dikenal memiliki kandungan alami yang sangat baik bagi kesehatan gigi dan gusi, seperti antibakteri, kalsium, dan zat-zat pembersih alami lainnya. Maka tidak heran jika kayu ini menjadi pilihan utama dalam menjalankan sunnah bersiwak.

Hukum Bersiwak dan Waktu yang Dianjurkan

Syaikh Abu Syuja’ menyebutkan bahwa bersiwak adalah sunnah yang dianjurkan dalam setiap keadaan, tanpa terkecuali, karena ia termasuk amalan yang dapat menjaga kebersihan dan bagian dari kesempurnaan ibadah.

Namun, beliau juga menyampaikan bahwa terdapat satu waktu di mana bersiwak dianggap makruh, yakni setelah tergelincirnya matahari (waktu zawal) bagi orang yang sedang berpuasa, baik puasa wajib maupun sunnah. Hal ini dikarenakan kemungkinan besar aroma mulut yang khas dari orang berpuasa akan hilang akibat bersiwak.

Namun, pendapat ini tidak disepakati oleh semua ulama. Imam Nawawi, salah satu ulama besar dalam mazhab Syafi’i, berpendapat bahwa bersiwak bagi orang yang berpuasa tetap dianjurkan kapan saja, tanpa terkecuali. Menurut beliau, hilangnya bau mulut bukanlah alasan untuk meninggalkan sunnah siwak, karena aroma tersebut berasal dari ibadah puasa itu sendiri dan tidak akan hilang hanya karena bersiwak.

Tiga Waktu Utama yang Disunnahkan Bersiwak

Dalam kitabnya, mushannif menyebutkan tiga keadaan utama di mana bersiwak sangat dianjurkan:

Ketika Mulut Berbau Tidak Sedap

Seperti setelah diam terlalu lama, atau setelah makan makanan yang beraroma tajam seperti bawang putih, petai, atau jengkol. Bersiwak akan membantu menghilangkan bau tersebut dan menjaga adab dalam berbicara serta berinteraksi dengan orang lain.

Ketika Bangun Tidur

Mulut yang tertutup saat tidur akan memicu pertumbuhan bakteri penyebab bau. Rasulullah ﷺ sendiri dikenal sangat menjaga kebersihan mulutnya setelah bangun tidur, dan bersiwak adalah salah satu caranya.

Ketika Hendak Melaksanakan Shalat

Baik shalat fardhu maupun sunnah. Hal ini didasarkan pada sabda Rasulullah ﷺ yang sangat terkenal:

“Seandainya tidak memberatkan umatku, niscaya aku perintahkan mereka untuk bersiwak setiap kali hendak shalat.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Hadis ini menunjukkan betapa penting dan dianjurkannya bersiwak, hingga Rasulullah ﷺ hampir mewajibkannya.

Selain tiga waktu di atas, para ulama juga menyebutkan waktu-waktu lain yang sangat dianjurkan untuk bersiwak, seperti sebelum membaca Al-Qur’an, saat masuk rumah, sebelum tidur, dan ketika hendak berkumpul dengan orang lain.

Bagaimana Cara Bersiwak yang Disunnahkan?

Secara praktik, bersiwak dilakukan dengan cara menggosok bagian dalam mulut, terutama gigi, gusi, dan lidah, dengan arah horizontal (menyamping), bukan vertikal. Disunnahkan menggunakan tangan kanan dan memulainya dari sisi kanan mulut terlebih dahulu, sebagaimana kebiasaan Rasulullah ﷺ dalam memulai hal-hal baik.

Bagi yang menggunakan siwak batang kayu, penting untuk meruncingkan ujung siwak terlebih dahulu, lalu membasahinya agar tidak terlalu keras atau melukai gusi. Siwak juga perlu dibersihkan dan diganti secara berkala agar tetap higienis.

Manfaat Bersiwak dari Segi Kesehatan

Tidak hanya berpahala, bersiwak juga memiliki manfaat medis yang telah terbukti oleh banyak penelitian modern, antara lain:

Membunuh bakteri dalam mulut

Mencegah plak dan karies gigi

Menguatkan gusi

Menyegarkan napas

Menyeimbangkan pH dalam rongga mulut

Tak heran jika siwak kini mulai banyak diolah menjadi pasta gigi herbal atau dikombinasikan dengan teknologi modern sebagai bentuk ikhtiar menjaga kesehatan mulut secara islami.

Penutup: Menghidupkan Sunnah yang Ringan Tapi Bernilai Tinggi

Siwak adalah salah satu contoh nyata bahwa Islam sangat peduli terhadap kebersihan dan kesehatan, yang merupakan bagian dari iman. Ia juga menjadi bentuk ketaatan kepada sunnah Rasulullah ﷺ yang sering kali kita abaikan dalam kehidupan modern.

Mari kita hidupkan kembali sunnah siwak, karena selain menyehatkan, ia juga menjadi bagian dari identitas dan kecintaan kita kepada Nabi Muhammad ﷺ. Semoga kita dimudahkan Allah dalam mengamalkan sunnah-sunnah Nabi, termasuk dalam hal yang sederhana namun bernilai besar di sisi-Nya.

Amin ya Rabbal ‘Alamin.

Related Post