Pembagian Waktu Membayar Zakat Fitrah
Penulis: Muhammad Hamdi, S.Sy*
Pesantren Nuris – Zakat terdiri dari dua macam, yaitu: pertama, zakat yang berkaitan dengan harta benda (zakat mal), seperti zakat binatang ternak, hasil tanaman, buah-buahan, dan lain-lain. Kedua, zakat yang berkaitan dengan jasmani, yaitu zakat fitrah.
Secara etimologis zakat berarti “bertambah”, “barokah” (tambahnya kebaikan), “banyaknya kebaikan”, “menyucikan”, dan “pujian”. Secara terminologis syara’ zakat adalah nama bagi harta khusus yang dikeluarkan dari harta atau badan dengan metode tertentu yang dialokasikan kepada golongan tertentu. Begitulah definisi zakat yang diutarakan oleh ulama Madzhab Syafi’i.
Dinamakan zakat fitrah, sebab zakat ini wajib ditunaikan ketika selesainya orang-orang Islam dari aktivitasnya berpuasa romadhon. Zakat ini juga dinamakan zakat tubuh (khilqah), yakni zakat jasmani, karena demi menyucikan dan membersihkan jiwa serta membuat amal baik seseorang semakin bertambah.
(baca juga: Yuk, Mengingat Hari Gizi dan Makanan Nasional)
Zakat fitrah merupakan sebagian dari keistimewaan-keistimewaan umat Nabi Muhammad SAW. Dipandang dari segi historisnya (sejarahnya), zakat fitrah di syariatkan (dilaksanakan) mulai tahun kedua dari hijrahnya Nabi Muhammad SAW tepatnya dua hari sebelum hari raya idul fitri.
Ada lima pembagian waktu dalam membayar zakat fitrah, yaitu:
1.Waktu Wajib : Yaitu dengan menemukannya seseorang bagian dari bulan romadhon dan bulan syawal. Ini bisa digambarkan dengan terpenuhinya syarat wajib zakat fitrah yang ke 3 yaitu setelah terbenamnya matahari pada hari terakhir bulan romadhon.
2.Waktu Fadhilah (utama) : Pada waktu masuk hari raya idul fitri, setelah keluarnya fajar dan sebelum sholat ‘id, dan yang lebih utama lagi adalah setelah sholat fajar (shubuh).
3.Waktu Jawaz (boleh) : Mulai dari awal romadhon.
4.Waktu Karohah (makruh) : Mengakhirkanya dari sholat ‘id sampai terbenamnya matahari, kecuali ada maslahat (kebaikan), seperti menunggu kerabat atau orang fakir yang sholeh.
5.Waktu Haram: Mengakhirkannya dari hari raya ‘idul fitri (setelah terbenamnya matahari), kecuali karena udzur (halangan) seperti ketidakhadiran harta, tidak menemukan mustahiq zakat (yang menerima zakat fitrah). Maka dalam hal ini boleh mengakhirkan zakat fitrah yang menjadi qodho’ dengan tanpa dosa.
(baca juga: Di Balik Lemah Genggam Wanita, Pendidikan Pertama Tercipta)
Hukum haram mengakhirkan zakat fitrah ini ditetapkan karena hilangnya tujuan asal dari ditunaikannya zakat fitrah yaitu membebaskan faqir miskin dari meminta-minta pada hari kebahagiaan atau kemenangan.
Demikian ulasan singkat tentang zakat fitrah dan pembagian waktu menunaikannya. Semoga bermanfaat. Wallaaahu a’lam bisshowab.
Sumber :
- Hasyiah al Bajuri Juz 1 Hal 260 dan 278
- Taqrirotussadidah Hal 418-419
- Al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu, Juz 3 Hal 2043
*penulis adalah staf pengajar BMK di MA Unggulan Nuris