Judul : Bidadari-bidadari Surga
Pengarang : Tere-Liye
Penerbit : Republika
Tahun terbit : 2008 (cetakan I), 2010 (cetakan VI)
Tebal buku : vi + 368 halaman
Peresensi: Devita Wulan
Sinopsis
Novel ini memnceritakan tentang kehidupan sebuah keluarga kecil di Lereng
Gunung Kendeng. Keluarga kecil ini terdiri dari seorang kakak perempuan bernama
Laisa, seorang ibu (mamak), dan empat orang adik-adik Laisa yang masih kecil
bernama Dalimunte, Ikanuri, Wibisana, dan Yashinta.
Laisa merupakan anak tertua yang merupakan anak angkat dikeluarga ini, namun hal tersebut tak membuat ibundanya memperlakukan Laisa seperti orang lain, malah sebaliknya Laisa yang memiliki kekurangan fisik (jelek) menjadi tulang punggung dan pemimpin dikeluara ini, setelah ayahnya pergi karena dimakan harimau Gunung Kendeng.
(Baca juga: Mengajak Remaja Mencintai Al-quran Lewat Buku)
Kak Lais, begitu ia dipanggil, memiliki tubuh yang pendek (ketika dewasa hanya setinggi dada adik-adiknya), hitam, rambut kumal, dan gemuk serta dempal. Berbeda sekali dengan keempat adiknya yang tampan-tampan dan cantik. Ia mungkin tidak memiliki kecantikan fisik yang didambakan oleh setiap lelaki, tetapi ia memiliki kecantikan hati yang luar biasa yang mungkin sebetulnya lebih dibutuhkan oleh semua lelaki.
Kak Lais ingin adik-adiknya bisa tetap melanjutkan sekolah, sehingga ketika dia berada di kelas 4 SD ia meminta izin mamaknya agar berhenti sekolah saja dan membantu mamaknya bertani. Dengan ketekunannya bersama mamak, Kak Lais akhirnya bisa mencapai kesuksesan. Ia berhasil menanam dan memiliki ribuan hektar kebun strawberry yang belum pernah ditanam di Lembah Lahambay.
Hal tersebut membuat keluarga Laisa kaya raya, dan menjadi salah satu keluarga terkaya di desanya. Adik-adik Kak Lais juga telah sukses. Dalimunte, adik yang tertua, telah menjadi seorang professor fisika yang terkenal di seluruh dunia. Ikanuri dan Wibisana, yang terlihat kembar padahal sebenarnya berbeda satu tahun, berhasil membangun bengkel mobil modifikasi dan akan membangun pabrik spare-part mobil sport.
(Baca juga: Jelajahi Bumi dan Ruang Angkasa Lewat Buku)
Sedangkan si bungsu Yashinta, dia sedang menyelesaikan S-2 di Belandan dan menjadi peneliti untuk konservasi ekologi.
Ketiga adiknya termasuk mudah dalam mendapatkan jodoh daripada Kak Lais. Karena Kak Lais bukan kakak kandung mereka, maka Kak Lais tidak memiliki kecantikan fisik seperti adiknya, Yashinta.
Berbagai cara telah ditempuh untuk mencarikan Kak Lais jodoh, namun setaip lelaki yang akan menikahinya selalu saja gagal. Hingga kemudian Kak Lais didiagnosis menderita kangker paru-paru, dalam kesakitannya ia tak ingin merepotkan adik-adiknya. Ia meminta mamak untuk tidak memberitahu adik-adiknya perihal penyakitnya.
Ketika kematian Kak Lais semakin mendekat yang disebabkan oleh kanker paru-paru stadium IV yang ia sembunyikan selama 10 tahun dari adik-adiknya, untuk yang pertama dan terakhir kalinya mengatakan bahwa ia membutuhkan adik-adiknya. Dengan segera adik-adiknya pulang ke Lembah Lahambay. Dan setelah seluruh adik-adiknya berada di sampingnya, Kak Lais akhirnya menghembuskan nafas terakhirnya dengan tersenyum. Dan hingga akhir hayatnya, Kak Lais tetap belum bertemu dengan jodohnya di bumi. Tapi, mamaknya yakin bahwa Kak Lais adalah seorang bidadari surga.
Kelebihan buku
Buku ini sangat menyentuh dan inspiratif, ceritanya sangat menarik. Ceritanya diulas dengan sangat rinci dan seolah pembaca merasakan apa yang diceritakan oleh penulis. Buku ini membuat para pembaca ikut merasakan kasih sayang dalam sebuah keluarga, dan juga sebuah perjuangan.
Kekurangan Buku
Menurut saya, kelemahan dari buku ini yang terasa sedikit janggal adalah mengenai sudut pandang penulis. Terdapat kerancuan pada penempatan posisi penulis dalam cerita ini. Antara sudut pandang orang ketiga pelaku utama atau orang pertama serba tahu. Namun hal tersebut tetap membuat buku ini menarik dan wajib dibaca.Penulis merupakan pengajar Bahasa Indon