penulis: M. Fuad Abdul Wafi*
Kewajiban mengikuti ulama
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الأَمْرِ مِنْكُمْ
Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul(Nya) dan Ulil-Amri di antara kamu. (QS. Al-Nisa’ : 59).
Menurut para ulama seperti Abdullah bin Abbas, Jabir bin Abdullah al-Anshari, Mujahid bin Jabr, ‘Atha’ bin Abi Rabah, al-Hasan al-Bashri, Abu al-‘Aliyah al-Riyahi dan lain-lain, yang dimaksud dengan Ulil-Amri dalam ayat tersebut adalah para ulama yang memiliki ilmu agama yang luas dan mendalam.
Dalam ayat tadi, dengan memakai redaksi, “dan taatilah Rasul(Nya) dan Ulil-Amri di antara kamu”, mengantarkan pada pengertian bahwa Allah menempatkan ketaatan kepada Ulil-Amri berada dalam satu paket dengan ketaatan kepada Rasul.
Sehingga memberikan kesimpulan bahwa mentaati para ulama, berarti mentaati Rasulullah. Demikian pula sebaliknya, tidak mentaati ulama, berarti tidak mentaati Rasul.
(baca juga: Menguak Misteri Puasa Ngerowot)
Petunjuk Rasulullah SAW
Para imam mujtahid yang empat telah mendapat rekomendasi (tazkiyah/pujian) dari Rasulullah agar diikuti oleh kaum Muslimin. Sehingga dengan adanya rekomendasi ini, tidak memungkinkan kaum Muslimin terjerumus dalam kesesatan dengan mengikuti madzhab mereka. Rekomendasi ini sifatnya ada dua macam:
Rekomendasi ijmali. Yaitu rekomendasi yang bersifat umum dari Rasulullah tentang para imam madzhab empat. Rekomendasi ijmali ini dapat dilihat dengan memperhatikan masa kehidupan para imam madzhab yang empat.
Imam Abu Hanifah wafat tahun 150 H,
Imam Malik bin Anas wafat tahun 179 H
Imam al-Syafi’i wafat tahun 204 H
Imam Ahmad bin Hanbal wafat tahun 241 H.
Dengan memperhatikan tahun wafatnya para imam yang empat ini dapat kita simpulkan bahwa mereka hidup pada masa generasi salaf, yaitu generasi yang dinilai sebagai sebaik-baik generasi (khair al-qurun) dan sebaik-baik umat berdasarkan sabda Rasulullah:
خَيْرُكُمْ قَرْنِيْ ثُمَّ الَّذِيْنَ يَلُوْنَهُمْ ثُمَّ الَّذِيْنَ يَلُوْنَهُمْ . رواه البخاري (2457) ومسلم (4603).
“Sebaik-baik umatku adalah generasiku, kemudian mereka yang datang setelahnya, kemudian mereka yang datang setelahnya.” (HR. Al-Bukhari (2457) dan Muslim (4603).
(baca juga: Bahtsul Masail: Zakat bagi Muallaf Miskin)
Dalam hadits lain, Rasulullah bersabda:
طُوْبَى لِمَنْ رَآنِيْ، وَلِمَنْ رَأَى مَنْ رَآنِيْ، وَلِمَنْ رَأَى مَنْ رَأَى مَنْ رَآنِيْ. رواه عبد بن حميد عن أبي سعيد، وابن عساكر عن واثلة، وحسنه الحافظ السيوطي في الجامع الصغير (2/55).
“Kebahagiaan bagi orang yang melihatku, dan bagi orang yang melihat orang yang melihatku, dan bagi orang yang melihat orang yang melihat orang yang melihatku.” (HR. Abd bin Humaid dan Ibn Asakir, hadits hasan. Lihat: al-Hafizh Jalaluddin al-Suyuthi, al-Jami’ al-Shaghir, juz II, hal. 55).
Rekomendasi tafshili. Yaitu rekomendasi yang bersifat terperinci dari Rasulullah menyangkut para imam mujtahid.
Para imam mujtahid yang empat selain mendapat rekomendasi ijmali, yang masuk dalam hadits-hadits sahih seperti di atas, juga mendapat rekomendasi khusus atau tafshili dari Rasulullah .
Berdasarkan hadits ini, mengikuti madzhab yang dibangun oleh imam mujtahid yang empat berarti mengikuti generasi salaf yang dinilai sebagai sebaik-baik generasi dan sebaik-baik umat.
Pujian terhadap para imam mujtahid
Misalnya berkaitan dengan Imam Abu Hanifah, Rasulullah bersabda:
عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ، قَالَ رَسُوْلُ اللهِ: لَوْ كَانَ الْعِلْمُ بِالثُّرَياَّ لَتَنَاوَلَهُ أُنَاسٌ مِنْ أَبْنَاءِ فَارِسَ. رواه أحمد (7937) وصححه ابن حبان (7309).
“Andaikan ilmu agama itu bergantung di bintang tujuh, niscaya akan dijamah oleh orang-orang dari putra Parsi.” Hadits ini diriwayatkan oleh al-Imam Ahmad(7937) dan dinilai shahih oleh al-Hafizh Ibn Hibban (7309).
Menurut para ulama seperti al-Hafizh al-Suyuthi dan lain-lain, hadits tersebut paling tepat sebagai isyarat dan rekomendasi terhadap Imam Abu Hanifah, pendiri madzhab Hanafi.
Karena dari sekian banyak ulama yang berasal dari keturunan bangsa Parsi, hanya Imam Abu Hanifah yang memiliki reputasi dan popularitas tertinggi dan diikuti oleh banyak umat dari dulu hingga kini.
Berkaitan dengan Imam Malik bin Anas, Rasulullah bersabda:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، عَنِ النَّبِيِّ قَالَ: يُوشِكُ أَنْ يَضْرِبَ النَّاسُ أَكْبَادَ اْلإِبِلِ يَطْلُبُونَ الْعِلْمَ فَلاَ يَجِدُونَ أَحَدًا أَعْلَمَ مِنْ عَالِمِ الْمَدِينَةِ. رواه الترمذي (2604) وأحمد (7639)، وقال الترمذي: حديث حسن.
“Hampir datang suatu masa, orang-orang bepergian dengan cepat dari negeri-negeri yang jauh dalam rangka mencari ilmu, lalu mereka tidak menemukan orang yang lebih alim daripada seorang alim di Madinah.” Hadits ini diriwayatkan oleh al-Tirmidzi (2604) dan Ahmad (7639).
Menurut para ulama seperti Imam Sufyan bin ‘Uyainah, Imam Ahmad bin Hanbal, al-Hafizh al-Tirmidzi dan lain-lain, hadits tersebut sebagai isyarat dan rekomendasi terhadap Imam Malik bin Anas, pendiri madzhab Maliki.
Karena dari sekian banyak ulama Madinah, hanya Imam Malik yang memiliki reputasi dan popularitas tertinggi, dan madzhabnya menjadi panutan kaum Muslimin hingga dewasa ini.
Berkaitan dengan Imam al-Syafi’i, Rasulullah bersabda:
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ مَسْعُوْدٍ قَالَ، قَالَ رَسُوْلُ اللهِ : عَالِمُ قُرَيْشٍ يَمْلأُ اْلأَرْضَ عِلْمًا. رواه أبو داود الطيالسي (309) وأبو نعيم في حلية الأولياء (6/295، و9/65)، والبيهقي في مناقب الإمام الشافعي (1/54)، والخطيب البغدادي في تاريخ بغداد (2/61)، وحسنه الترمذي والحافظ ابن حجر. قال البيهقي والحافظ ابن حجر: طرق هذا الحديث إذا ضمت بعضها إلى بعض أفادت قوة وعلم أن للحديث أصلا.
“Seorang alim dari suku Quraisy, ilmunya akan menyebar ke berbagai tempat di bumi.”
Menurut para ulama seperti Imam Ahmad bin Hanbal, al-Hafizh al-Baihaqi, al-Hafizh Abu Nu’aim, al-Hafizh al-Suyuthi dan lain-lain, hadits tersebut sebagai isyarat dan rekomendasi terhadap Imam al-Syafi’i, pendiri madzhab Syafi’i.
Karena dari sekian banyak ulama yang berasal dari suku Quraisy, hanya Imam al-Syafi’i yang memiliki reputasi dan popularitas tertinggi dan diikuti oleh mayoritas umat hingga kini. Sehingga hadits tersebut hanya tepat bagi al-Syafi’i.
Pandangan NU terhadap mazhab 4
أما أهل السنة فهم أهل التفسير والحديث والفقه، فإنهم المهتدون المتمسكون بسنة النبي والخلفاء بعده الراشدين، وهم الطائفة الناجية، قالوا وقد اجتمعت اليوم في مذاهب أربعة الحنفيون والشافعيون والمالكيون والحنبليون، ومن كان خارجا عن هذه الأربعة في هذا الزمان فهو من المبتدعة. اهـ (الشيخ محمد هاشم أشعري، زيادة تعليقات، ص 24-25).
“Adapun Ahlusunnah mereka adalah para Ahli Tafsir, Hadits dan Fiqih. Sungguh merekalah yang mendapat petunjuk dan berpegang teguh dengan sunnah Nabi Muhammad dan para khalifah yang rasyid setelah beliau. Mereka adalah ‘kelompok yang selamat’ (thaifah najiyah). Para ulama berkata, pada saat ini kelompok yang selamat itu terhimpun dalam mazhab yang empat; Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hanbali. Maka siapa saja yang keluar atau di luar empat mazhab itu adalah ahlul bid’ah di masa ini.”
KESIMPULAN
Apakah yang menjadi dasar mayoritas umat Islam dalam bermadzhab dan mengikuti madzhab empat?
1) perintah al-Qur’an al-Karim,
2) petunjuk Rasulullah,
3) kesepakatan para ulama,
4) integritas keilmuan, pengamalan dan akidah para imam madzhab yang empat tersebut tidak didapati sifat-sifat kepribadian yang tercela berdasarkan kesepakatan para ulama.
#sumber foto cover: NU Online
*penulis adalah alumnus PP. Sidogiri, Pasuruan, Jawa Timur