Penulis: Iffah Nurul Hidayah*
Aku tak menduga jika dua hari lalu tetangga sebelah rumahku, digebuki, masuk rumah sakit lantas kemudian dibawa polisi. Ada yang bilang dia menyebarkan hoax. Kata orang biar lebih keren mereka sebut pembawa kayu bakar. Sebenarnya aku tak begitu peduli, toh ya memang aku tidak tahu apa persoalan yang memanas dua hari terakhir ini.
###
Aku duduk di depan rumah, sambil sesekali menyeruput teh sepat. Terlalu klise tetangga-tetanggaku itu mengadakan acara gosip menggosip ketika memilih sayur, menyapu halaman rumah atau bahkan ketika menunggu nasi tanak. Diantara mereka ada yang masih mengenakan daster sisa tidur semalam, ada yang menggendong sekaligus menyusui anaknya. Melibatkan anak itu di dalam percakapan yang tiada hentinya, miris.
“Mas Rehan engga
kerja Mas?” Akhirnya aku juga yang kena. Apa mereka sudah kehabisan tema?
“Hari
minggu Bu, ada teman yang mau ambil job hari ini”
“Ealaaah,
yang gunawan kemarin ditangkap itu ndak kamu masukkan berita?”
Aku hanya tertawa menanggapi ibu-ibu itu. Sebenarnya jika boleh jujur aku rada malas menanggapi. Mereka kembali pada aktifitas favoritnya lagi. Memulai topik baru. Sayup-sayup kudengar.
“Rehan iku ya ya, kok ndak dimasukkan ke koran saja gunawan itu, kalau bisa dimasukkah tv sekalian,” ibu-ibu yang tadi ternyata masih membicarakanku.
(Baca juga: opera tuhan)
“Paling ya temennya Gunawan Bu, makannya dia moh wawancara ke desa Kita,” giliran ibu-ibu yang paling modis di sana bicara. Namanya Bu Jamila, ya persis seperti namanya. Kemana-mana mukanya selalu dipoles kapur. Eh bukan, dempul maksudku. Keluar untuk bergosip saja, mukanya sampai rata begitu. Gunawan ditangkap dua hari yang lalu. Ketahuan menyebarkan hoax di media sosial kata ibu-ibu. Para warga sekitar dibilang terjangkit covid oleh Gunawan. Aku sendiri tak terlalu mengerti. Aku sendiri sudah sering aku membaca blog-blog Gunawan. Di tengah pandemi seperti ini dia terus menghimbau warga terutama tetangganya sendiri. Puluhan poster disebar olehnya hanya di desa ini. Ia ingatkan sesekali orang yang tak mengenakan masker, meskipun hanya berbincang di halaman rumah. Menegur pelan anak-anak yang bermain-main dengan maskernya yang dikenakan di hadapan mata. “Itu bukan kaca mata,” Katanya. Aku sendiri tak heran mengapa gunawan bertindak seperti itu. Warga di sini bandel, ngeyel dengan protokol kesehatan. Mereka sudah kebal katanya.
###
Matahari masih belum lelah berpendar. Pukul 14:41. Kucingku resmi menjadi duda hari ini, beberapa detik yang lalu cece, pasangannya tertabrak mobil. Aku akan menguburkannya di belakang rumah, dekat pohon nangka.
Setelah prosesi pemakaman yang berlangsung khidmat aku kembali ke kamar, mengguling-gulingkan bebas tubuh di atas kasur empuk. Mengambil handphone, aku melihat galeri. Ada contoh poster milik gunawan di sana. Aku ingat, hari itu adalah hari sebelum sial menimpanya. Blog-blog Gunawan di tuding menyebarkan hoax. Warga marah, ditengah gang kecil ia digebuki, di keroyok. Aku baru saja pulang dari kantor, sehabis mempublikasikan kisah tunanetra yang bebas dari virus covid-19. Keadaan desa ramai, polisi datang saat ia sudah terkapar tak berdaya. Ia dibawa ke rumah sakit, keadaanya teramat buruk. Aku tak bertanya apa-apa soal masalah ini, tak ada kaitannya denganku. Hanya mendengar mulut ibu-ibu berkicau.
“Ya memang dia
itu, fitnah-fitnah kita seenaknya,”
“Bu
Jamila, kok bisa tahu gitu?”
“Ada
di instagramnya dia”
“Ohh,
gitu ya?”
“Iya Bu, ya langsung saja aku bilang ke suamiku. Lah dia macam-macam. Masa warga di sini dibilang kena corona? Emang dianya sok tahu ceramah-ceramah suruh pakai masker. Nempel nempel banner di desa, nulis sembarang dia di sosial medianya”
Yang diajak bicara cuma manggut-manggut. Kukira semua warga tahu perkaranya. Ternyata ya hanya dari bibir ke bibir, mulut ke mulut, gosip ke gosip.
###
Aku kenal Gunawan dari satu tahun lalu. Masih orang baru. Orangnya sangat suka membaca, menulis, mengarang dan memberi rendang. Sebenarnya kejadian di desa dua hari yang lalu ingin aku publikasikan, mewawancara kepala desa dan orang-orang yang bersangkutan. Tapi entah mengapa aku masih tidak yakin. Apalagi setelah aku baca lagi blog Gunawan yang dikatakan hoax. Sepertinya ada beberapa kalimat yang perlu warga pahami lagi. Di sana Gunawan memang menyebutkan nama desa. Kurasa ada sedikit kesalahan.
(Baca juga: rindu rosul)
###
Meskipun sudah dijebloskan ke penjara, ibu-ibu itu masih suka gosip Gunawan. Meskipun awan mendung, awan gelap. Kalau tidak hujan ya tidak akan pulang.
“Bu, Gunawan kapan bebasnya?” Kata ibu-ibu berkerudung hijau itu sambil sibuk menyusui anaknya yang sedari tadi nampak rewel.
“Kok ya tanya begitu Bu, Gunawan itu penjahatnya desa” Bu Jamila menimpali
“Kasihan”
“Ngapain
kasihan?”
“Ya
kan tetangga kita juga Bu,” Bayinya masih menangis.
“Tetangga
tapi kok menyebarkan yang ndak-ndak”
“Sudah
Bu sudah, dianya kan sudah dihukum” Ibu-ibu pakai daster ungu datang melerai
“Kasihan
Gunawan Bu, ndak punya keluarga di sini” Bayinya tambah keras menangis
“Ya
kan enak to, biar ndak ada yang ngurus dia, biar ndak bebas-bebas”
“Maksudnya
Bu?” Tidak hanya menangis tambah keras, bayinya malah mulai menajambaki
kerudung hijau ibunya.
“Anaknya
itu loh Bu, nangis terus”
Tapi sepertinya bayi itu tak ingin berhenti menangis. Sepertinya lagi dia tidak ingin ada di tengah-tengah ibu-ibu bergosip. Bu Jamila nampak masih kesal dengan pembicaraan tadi, dempulnya sampai luntur begitu.
“Punya anak ko
ya ndak becus mengurusnya” Bu Jamila meneruskan, setelah ibu dan anaknya
menyingkir dari hadapannya.
“Walah
Bu, namanya anak kecil, ndak bisa bohong. Ndak mau kumpul sama yang buat dosa
itu Bu,” Aku merecok sampil terpingkal dari depan rumah, lagi-lagi sambil
menyeruput teh sepat.
“Heh
kamu Rehan, ndak usah ikut-ikutan!” Bu Jamila makin bersungut-sungut. Aku makin
terpingkal-pingkal. Aku sampai tersedak, tapi bukan karena tertawa. Ada tiga
mobil, dua mobil putih bertulis ambulance,
satu lagi bertuliskan police. Bu
Jamila yang sudah bersiap melahapku kembali mingkem. Ibu-ibu menghentikan acara
gosip menggosip. Aku lebih tersedak lagi sampai terbatuk-batuk, melihat petugas
yang mengenakan busana serba tertutup, mirip astronot.
Pemeriksaan
dimulai.
41
dinyatakan reaktif.
Gunawan
bebas, polisi menyatakannya tak bersalah.
Sumber gambar: medium.com
Penulis merupakan siswa kelas XI IPA MA Unggulan Nuris yang aktif di ekstrakurikuler jurnalistik