Penulis: Abdul Jawwad*
Ada suatu amalan yang pahalanya luar biasa, yaitu puasa 6 hari bulan Syawal. Jadi, setelah bulan Ramadan masih dianjurkan lagi untuk berpuasa yaitu, 6 hari bulan Syawal. Puasa 6 hari ini bebas dilakukan pada tanggal berapa pun, kecuali pada tanggal 1 Syawal (Hari Raya Idul Fitri).
Juga bebas apakah dilakukan berturut-turut atau terputus. Akan tetapi, yang lebih utama adalah dilakukan pada tanggal 2-7 Syawal (langsung dan berturut-turut). Orang yang melakukan puasa Ramadan kemudian menyambungnya dengan puasa sunah 6 hari bulan Syawal, maka pahalanya adalah seperti halnya puasa setahun penuh tanpa terputus.
Pastinya kalau kita ingin mendapatkan pahala puasa 1 tahun itu berat, namun menyambung puasa Ramadan dengan puasa 6 hari bulan Syawal ini bisa menjadi alternatif supaya terhitung orang yang selalu berpuasa. Dalilnya ialah hadits dari Abu Ayyub al-Anshari dan diriwayatkan oleh Jama’ah, kecuali al-Bukhari dan an-Nasai, bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda:
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ كَانَ كَصِيَامِ الدَّهْرِ (رواه الجماعة)
Artinya: “Barangsiapa yang melakukan puasa Ramadhan, kemudian diikuti dengan melakukan puasa enam hari pada bulan Syawal, maka seakan-akan dia berpuasa terus menerus.” [HR. Jama’ah dari Abu Ayub al-Anshari]
(baca juga: Mana yang Didahulukan, Buka Puasa atau Salat Maghrib? Cekidot Gaes)
Ada tokoh yang menolak keberadaan hadis di atas, yaitu Imam Malik bin Anas, beliau mengatakan bahwa tidak pernah melihat Ahli Fiqih yang berpuasa enam hari. Merespon pendapat Imam Malik ini, dapat dikatakan bahwa tidak berpuasanya Ahli Fiqih itu tidak dapat dijadikan dalil bahwa puasa tersebut bukan sunah.
Dalam kitab Mizanul-I’tidal disebutkan bahwa ada seorang perawi yang dilemahkan oleh Imam Ahmad bin Hanbal dan Imam an-Nasai. Tetapi Imam Muslim menshahihkannya, terbukti dengan Imam Muslim mentakhrijkan (mengeluarkan) hadits di atas. Ibn al-Qayyim dalam kitabnya Zadul-Ma’ad menerangkan bahwa puasa Syawal 6 hari itu sah dari Nabi Muhammad SAW.
Selain puasa 6 hari bulan Syawwal, ada juga puasa Senin dan Kamis yang diterangkan dalam sebuah hadist dari Abu Hurairah ra berikut ini:
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ أَكْثَرُ مَا يَصُومُ الِاثْنَيْنِ وَالْخَمِيسَ تُعْرَضُ الْأَعْمَالُ كُلَّ اثْنَيْنِ وَخَمِيسٍ فَأُحِبَّ أَنْ يُعْرَضَ عَمَلِي وَأَنَا صَائِمٌ (رواه أحمد)
Artinya: “Bahwasanya Nabi SAW lebih sering berpuasa pada hari Senin dan Kamis. Amalan-amalan manusia diajukan kepada Allah setiap hari Senin dan Kamis, maka saya senang apabila amalan saya (pada hari tersebut) diajukan kepada Allah dan saya berpuasa pada hari tersebut”. (HR. Ahmad dari Abu Hurairah)
Dari hadits di atas dapat diketahui bahwa Nabi Muhammad SAW sering melakukan puasa hari Senin dan Kamis. Beliau sering berpuasa pada dua hari tersebut karena amalan-amalan manusia diajukan kepada Allah pada dua hari tersebut.
Wallaahu a’lam bisshowab.
*penulis adalah aktivis Bahtsul Masa’il Kabupaten Jember