Penulis: Muhammad Hamdi, S.Sy*
Assalamualaikum ya Akhi, ya Ukhti!!!
Bagaimana ibadah puasa hari ini, masih semangat kan? Semoga ibadah puasa kita dan ibadah lainnya selalu dalam kelancaran dan diterima oleh Allah SWT. Amin.
Sudah lebih sepekan kita melaksanakan ibadah puasa ya gaes, semoga iman kita semakin kuat dan membentuk kita sebagai sosok yang bertakwa. Ada beberapa hal yang harus kita ketahui dan pahami terkait ibadah puasa ini agar apa yang kita kerjakan benar-benar dapat mendukung ibadah kita dengan baik dan pahala puasa kita tak hilang sia-sia.
Nah, untuk itu monggo kita simak artikel ini dengan saksama ya. Semakin tahu, semakin berilmu, semakin ditingkatkan drajat kita di hadapan Allah SWT. Yuk kepoin gaes!!!
Dalam Madzhab Syafi’i, perkara yang membatalkan puasa dibagi menjadi 2:
Pertama, Perkara yang membatalkan puasa dan juga pahalanya apabila tanpa ada udzur dalam menerjangnya. Kategori ini mewajibkan qadha’ dan dinamakan Mufatthirat (perkara-perkara yang membatalkan puasa dan pahalanya).
Kedua, Perkara yang membatalkan pahalanya puasa, sedangkan puasanya tetap sah. Kategori ini tidak mewajibkan qadha’ dan dinamakan Muhbithat (perkara-perkara yang membatalkan pahala puasa).
(baca juga: Puasa, Upaya Meneladani Sifat-Sifat Allah SWT)
Pada artikel ini, pembagian kedua inilah yang sedikit akan diulas sebab dalam realitanya tidak sedikit orang-orang berpuasa yang tidak mengetahuinya, sehingga secara tidak sadar mereka ternyata tidak mendapatkan pahala dengan puasa yang dilakukannya.
Dalam hal ini Rasulullah SAW bersabda:
كَمْ مِنْ صَائِمٍ لَيْسَ لَهُ مِنْ صِيَامِهِ إِلَّا الْجُوعُ وَكَمْ مِنْ قَائِمٍ لَيْسَ لَهُ مِنْ قِيَامِهِ إِلَّا السَّهَرُ (رواه الإمام أحمد بن حنبل)
“Banyak sekali orang yang berpuasa, yang mana dia tidak mendapatkan dari puasanya tersebut kecuali hanya rasa lapar. Dan juga banyak sekali orang yang menghidupkan ibadah malam, yang mana dia tidak mendapatkan dari ibadah tersebut kecuali hanya tidak tidur di malam hari”. (HR. Ahmad bin Hanbal)
Adapun yang masuk kategori Muhbithat ini adalah:
Pertama, Ghibah; membicarakan perihal keadaan sesama muslim dengan sesuatu yang tidak disukai muslim tersebut, walaupun benar kenyataannya. Dalam hadits:
الصَّائِمُ فِيْ عِبَادَةٍ مِنْ حِيْن يُصْبِحُ إِلى أَنْ يُمْسِيَ، مَا لَمْ يَغْتَبْ، فَإِذَا اغْتَابَ خَرَقَ صَوْمُهُ (رواه الدَّيْلَمِيُّ)
“Orang yang berpuasa itu tetap dinilai ibadah semenjak padi hingga sore hari selama tidak membicarakan orang lain (ghibah). Apabila dia ghibah, maka puasanya terbakar/sia-sia”. (HR. ad-Dailami)
Kedua, Namimah; menyampaikan suatu pembicaraan dengan tujuan memfitnah atau mengadu domba.
Ketiga, Kadzib; memberikan informasi yang tidak sesuai kenyataan.
Keempat, Melihat sesuatu yang haram dilihat atau halal dilihat akan tetapi melihatnya disertai syahwat (merasakan kenikmatan).
Kelima, Melakukan sumpah palsu (al-yamin al-kadzibah).
Keenam, Ucapan dusta, jorok dan mempraktekkan kedustaan tersebut. Rasulullah SAW bersabda:
مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّورِ وَالْعَمَلَ بِهِ فَلَيْسَ لِلَّهِ حَاجَةٌ فِي أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ (أخرجه البخاري)
“Barang siapa yang tidak meninggalkan ucapan dusta dan (tidak meninggalkan) mempraktekkan kedustaan tersebut, maka sekali-kali Allah tidaklah butuh terhadap apa yang dilakukannya dengan meninggalkan makan dan minum (berpuasa)”. (HR. Bukhari)
Demikianlah enam hal yang bias menggugurkan pahal puasa, baik puasa fardhu atau puasa sunnah. Semoga kita dimudahkan oleh Allah SWT untuk menjauhi enam perbuatan tersebut, baik saat puasa atau saat tidak puasa. Wallahu a’lam bisshowab.
Sumber; at-Taqrirat as-Sadidah fil Masa’il al-Mufidah, Hal 448-449
sumber foto kover: KJRI Franfurt
*penulis adalah mu’allim kampus Ma’had Aly Nuris Jember