Penulis: M. Hamdi, S.Sy., M.E.*
Selamat menunaikan ibadah puasa di bulan Ramadlan gaes. Di hari puasa ketiga ada yang bertanya-tanya soal mana yang harus didahulukan ketika azab maghrib, antara salat atau berbuka puasa dulu. Dilema gak gaes? So, jangan berasumsi sembarangan, kita cek sumber ilmu dari yang benar-benar tahu soal itu. Yuks, baca penjelasan di bawah ini.
Berpegang teguh dengan sunnah-sunnah nabi merupakan bukti atas sempurnanya iman dan merupakan tanda akan tergapainya kebaikan. Jadi, seorang manusia akan terus-menerus berada pada jalur kebaikan selama dia berpegang teguh dengan etika-etika yang telah diedukasikan oleh Baginda Nabi Muhammad SAW. dan diterangkan dalam al-Qur’an al-Karim.
Kebalikannya, apabila ada seseorang yang tidak mengindahkan sunnah-sunnah dan etika nabi, maka itu menjadi indikator akan jeleknya budi pekertinya dan dikhawatirkan akan menjadikanya su’ul khotimah, na’uudzu billah min dzaalik. Maka, dia akan tetap berada pada jalur kejelekan selama dia terus-menerus meninggalkan sunnah-sunnah dan etika Nabi Muhammad SAW.
Adapun sunnah-sunnah dan etika-etika nabi banyak sekali. Diantaranya adalah ta’jilul fithri, yaitu menyegerakan berbuka puasa. Tanpa berpikir mengapa hal ini disunnahkan, maka dengan mengamalkannya, kita akan mendapatkan keutamaan pahalanya dari Allah SWT. Inilah yang biasa diistilahkan dengan ta’abbudi, yakni mengamalkan dan mengiplementasikan syariat murni karena pengabdian kepada Allah SWT dan karena mengikuti Nabi Muhammad SAW.
(baca juga: Niat Puasa Ramadan antara Romadlona dan Romadloni, Manakah yang Benar)
Namun, selain unsur ta’abbudi, disyariatkannya kesunnahan ta’jilul fithri ini juga memiliki alasan yang rasional (masuk akal) atau biasa diistilahkan dengan ta’aqquli. Alasan ta’aqquli tersebut adalah bahwa anjuran sangat menyegerakan berbuka puasa karena bisa mempermudah orang-orang yang berpuasa untuk menyelesaikan kewajiban puasa ini.
Dengan dijanjikannya pahala sebab menyegerakan berbuka puasa, otomatis orang-orang akan berbuka puasa se-awal mungkin. Dengan batalnya puasa secara cepat, otomatis akan mempercepat pula proses pemulihan energi-energi tubuh yang sempat berkurang seharian. Dengan demikian, orang-orang yang berpuasa akan termotivasi lagi esok harinya untuk berpuasa lagi.
Kesunnahan ta’jilul fithri ini menjadi tamparan keras bagi sebagian ahli bid’ah dholalah, dimana mereka memulai berbuka puasa dengan terlebih dahulu menunggu keluarnya bintang-bintang (an-nujum). Jelas sekali cara sebagian ahli bid’ah tersebut bertentangan dengan sunnah Nabi Muhammad SAW.
Adapun dalil kesunnahan ta’jilul fithri ini adalah hadits yang diriwayatkan oleh Sahl bin Sa’d ra, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda:
لَا يَزَالُ اَلنَّاسُ بِخَيْرٍ مَا عَجَّلُوا اَلْفِطْرَ (مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ)
“Manusia akan terus-menerus berada dalam kebaikan selama mereka menyegerakan berbuka puasa”. (Muttafaq Alaihi: HR. Bukhari dan Muslim)
Juga hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah ra, dari Nabi Muhammad SAW, beliau bersabda:
قَالَ اَللَّهُ – عز وجل – أَحَبُّ عِبَادِي إِلَيَّ أَعْجَلُهُمْ فِطْرًا (رواه الترمذي)
“Allâh ‘azza wa jalla berkata ‘Hambaku yang paling aku cintai adalah mereka yang paling cepat berbuka puasanya'”. (HR. At-Tirmidzi)
Sayyid Alawi bin Abbas al-Maliki memberikan beberapa kesimpulan terhadap hadits tersebut, diantaranya yaitu :
Pertama, Menunjukkan terhadap kesunnahan menyegerakan berbuka puasa ketika matahari sudah benar-benar terbenam.
Kedua, Menunjukkan terhadap makruhnya menunda atau mengakhirkan berbuka puasa bagi siapa saja yang menyengajanya dengan alasan ihtiyath (berhati-hati).
Ketiga, Penegas perihal tanda-tanda kenabian, sebab secara otomatis membantah terhadap tradisi sebagian kaum ahli bid’ah yang memulai berbuka puasa dengan menunggu terlebih dahulu keluarnya bintang-bintang.
Ulasan di atas menyimpulkan bahwa menyegerakan berbuka puasa merupakan kesunnahan yang sangat dianjurkan. Kemudian ada sedikit masalah, saat terbenamnya matahari, buka puasa dulu atau salat Maghrib dulu? Perihal masalah ini, Ibn Hajar al-Haitami menegaskan bahwa sunnah mendahulukan berbuka puasa atas salat Maghrib.
Demikianlah uraian singkat ini, semoga menjadi ilmu yang bermanfaat. Wallaahu a’lam bisshowab.
Sumber; Ibanatul Ahkam Syarah Bulughil Maram, Juz 2 Hal 379-381
*dosen/muallim di Ma’had Aly Nurul Islam Jember