Penulis: Syarifatul Mardinah
*Penulis adalah alumni SMA Nuris 2012 dan mahasiswi Bisnis Manajemen Akademi Pimpinan Perusahaan Negeri Jakarta.
Pagi hari yang cerah, secerah hati Nesya si organisator tulen sedang membersihkan kaca jendela kantor OSISnya. Beberapa bulan yang lalu Nesya terpilih sebagai ketua OSIS, itulah sejarah terbesar dari sejarah lain yang ia banggakan dalam hidupnya.
“Pagi kak Nesya…….” Sapa seorang adik kelas yang tengah melewati kantor OSIS. “Pagi juga adek.” Balas Nesya dengan begitu ramahnya. Tak lama beberapa menit kemudian semakin banyak siswa berdatangan. Hingga suara telepon memaksa semua siswa untuk masuk kelas termasuk Nesya untuk mengikuti istighosah Jum’at yang dipimpin olehnya.“Assalamualaikum anak-anak.” Sapa wali kelas Nesya beberapa waktu kemudian.“Wa’alaikum salam Pak…” Jawab murid-murid itu secara serempak.“Nesya, kenapa kamu tidak menjawab salam bapak?” Ucap Pak Yusuf yang sedari tadi memperhatikan Nesya yang sedang konsen dengan kegiatannya sendiri.“Oh iya Pak, maaf Pak saya lagi sibuk” Jawab Nesya kaget saat tersadar.“Sibuk apa Nesya, bukannya olimpiade sudah selesai ?” Tanya Pak Joko dengan nada bersahabat. Nesya hanya tersenyu. “Nesya…..Nesya…..ya sudah bapak minta tolong jelaskan bab 5 Sosiologi buat teman-temanmu.” Pinta Pak Yusuf.
“Baik Pak”. Jawab Nesya dengan sigap padahal dia belum belajar sama sekali tentang bab itu, tapi dengan olahan kata-kata yang sistematis akhirnya dia mampu membuat teman-temannya mengerti. “Ok Nesya, bagus, kamu memang hebat dari dulu Bapak bangga sama kamu, pertahankan!” Ucap Pak Yusuf dengan senyumnya.“Siap Pak!” Jawab si organisator gokil ini dengan gaya paskibranya, Nesya melanjutkan kesibukannya tadi dengan selembar kertas folio dan bolpoint, hingga menumbuhkan rasa penasaran Lia teman sebangkunya.“Eh Nesy lagi buat apaan sih, kok aneh gitu….?” Tanya Lia.“Ada deh…., mau tau aja ni Lia….” jawab Nesya dan tersenyum ke arah Lia, sedangkan Pak Yusuf yang sedari tadi menjelaskan pelajaran diam-diam beliau memperhatikan Nesya. Seusai pelajaran Pak Yusuf menghampiri Nesya yang sedang sibuk menempelkan kertas folio tadi di tembok pas di samping bangkunya ternyata bertuliskan impiannya yang berbentuk skema, mulai dari lulus Unas dengan nilai tertinggi, lolos Hubungan Internasional di Unair, melanjutkan S2 di Oxford, dan S3 di Cambridge, menjadi Duta Besar Indonesia di Eropa, dan sukses menjadi wanita paling bahagia di seluruh dunia.
Sontak teman Nesyapun menoleh ke arah Nesya. Pak Yusuf hanya mengangguk-angguk dengan senyum bangga menghampiri Nesya, hingga bel istirahatpun berbunyi. Seperti biasa Nesya bergegas menuju kantor kesayangannya yaitu kantor OSIS, namun langkahnya terhenti saat ia dengar panggilan Engga.
“ Serius ga ?” Tanya Nesya meyakinkan jaga-jaga takut jadi korban teman-temannya yang suka iseng,” serius Nesy…sana buruan…”.Dengan cepat Nesya setengah berlari menuju ruangan Kepala Sekolah “Sini masuk Nesya”, ajak Pak Afdan.“Oh iya pak, ada apa ya pak?” Tanya Nesya penasaran.“Begini Nesya, hari Rabu besok kami dari pihak sekolah berencana untuk mengundang kakak kelas kamu yang sudah sukses kuliah di Perguruan Tinggi Negeri dengan beasiswa, Nesya tentu siap akan jadi pembawa acaranya?” Tanya Pak Afdan. Bulu kuduk Nesya terasa berdiri saat pak Afdan menyebut nama-nama kakak kelas itu, betapa bangganya Nesya dengan sekolahnya yang selalu bisa menghasilkan output-output yang berkualitas.“Oh iya Pak pasti saya siap!” Jawab Nesya pasti.
“Ya saya percaya itu, ya sudah mulai sekarang persiapkan semua keperluan untuk acara besok ya, kalau ada yang kurang jangan segan-segan lapor sama saya”. Ucap Pak Afdan kemudian.“Baik Pak”, Jawab Nesya singkat.Nesya menunggu acara itu datang sambil mempersiapkan perlengkapan-perlengkapannya. Hingga akhirnya waktu yang ia tunggu-tunggu datang juga, kali ini bukan hanya bulu kuduk Nesya yang berdiri, tapi hatinya juga bergetar saat melihat kakak-kakak kelasnya memasuki gerbang sekolah rasa bangga sudah tak dapat ia tahan, terlihat dari matanya yang mulai basah.
“Panggilan ditujukan kepada saudari Annisya Clara untuk mendatangi stand siaran,” terdengar suara dari stand siaran, dengan cepat-cepat Nesya berlari ke stand siaran dan mendapati Pak Afdan sudah ada disana. “Nesya sudah siap kan, sekarang dimulai ya acaranya” Ucap Pak Afdan dengan wibawanya.
“Baik Pak”, Jawab Nesya sembari melangkah ke atas panggung, “Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh”, Suara Nesya mulai menggema di ruangan itu menyapa audience. Sepanjang acara jantung Nesya terasa berdegup kencang bangga atas kakak kelasnya, bahkan sesekali terlihat bulir bening jatuh dari matanya, yang sudah tak tahan menahan rasa bangga. Beberapa menit kemudian, acarapun selesai, “Terima kasih kepada kakak-kakak semuanya, kami ucapkan terima kasih atas pengalaman yang telah kakak bagi kepada kami semua, kami ingin berkata lebih, namun rsa bangga telah menyelimuti hati kami saat ini, kami hanya ingin mengucapkan tunggu kami di kota dan kampus kakak-kakak!” Kata Nesya penuh semangat. Berfoto foto dengan kakak kelaspun tak ia lewatkan.
Seusai acara itulah usah nesya semakin mantap untuk menggapai harapannya, doa-doapun tak pernah ia lawatkan meskipun dalam hal belajar ia sangat kurang maksimal, dengan semua tugas-tugas OSIS yang di embannya, namun itu sama sekali bukan halangan untuk Nesya. “Hai kak Nesy….’’Sapa Uphyk adik kelas yang dekat dengan Nesya saat ia menyapu lantai kamar asramanya.
“Hai juga Uphyk……..” Jawab Nesya dengan senyum ramahnya.“Kak, aku mau nanya-nanya nih…” ucap Uphyk kemudian.“Mau nanya apaan Uphyk?” tanya Nesya.“Kak, emang enak ya jadi ketua OSIS?” tanya Uphyk.“Iyya donk….” Jawab Nesya bangga.“Kok bisa kak?” Tanya Uphyk bingung.“Ya lah…..kan kakak cinta sama OSIS dan sekolah kita, jadi apapun yang kita kerjakan kalo makek cinta pasti terasa gampang meskipun itu sulit”, jawab Nesya yang dibalas dengan anggukan oleh Uphyk.“Ya udah deh aku cuman mau tanya itu kok kak, makasih ya kak…, aku mau nyuci dulu kak…” Ucap Uphyk kemudian seraya meninggalkan Nesya yang masih heran menggeleng-geleng dengan tingkah Uphyk.Ujian Naisonal semakin hari terasa semakin dekat saja di rasakan oleh segenap kelas XII termasuk Nesya. Doa tak henti-hentinya Nesya panjatkan untuk kelulusannya juga harapannya kuliah di Unair Fakultas Hubungan Internasional dengan beasiswa. Terasa mustahil memang, tapi itulah Nesya yang acuh tak acuh pada apapun yang dikatakan orang jika itu sudah menjadi mimpinya. Saat form beasiswa bidik misi jalur undangan datang, dengan cepat-cepat Nesya mengisi form itu, terutama form fakultas dan universitas. Tiba-tiba Nesya melihat pilihan Nesya merasa ragu dengan pilihan temannya. “Nesya, kamu yakin milih fakultas itu?” Tanya Naya.“Iya donk Nay” Jawab Nesya dengan PD-nya.“Denger-denger grid fakultas itu, hampir nyamain kedokteran lho di Unair”, tuturnya.“Iya aku tau kok Nay…., tapi tenang aja Nay…..Doaku gak mungkin sia-sia kok…selama kita percaya cinta Allah, gak ada yang ngak mungkin kan ?” Ucap Nesya.
“Iyya juga sih, A… mi…n aja dah kalo gitu Nesy…” Kata Naya kemudian. Sejak pengisian form itu, hati Nesya selalu diliputi kecemasan, ia menunggu-nunggu kapan pengumuman beasiswa itu diumumkan. Hingga beberapa bulan kemudian pengumuman beasiswa itu datang dan mampu merobek hati Nesya karena pengumuman itu mengatakan bahwa Nesya tidak lolos untuk beasiswa itu.
Entah siapa yang harus Nesya salahkan, ingin menyalahkan diri sendiri tapi ia sudah berusaha. Akhirnya ia memutuskan untuk terus mencoba mendaftardi Perguruan Tinggi Negeri lain denga tetap pada pilihan pertama HI. Dan semua itu hasilnya mengecewakan hingga ia memutuskan untuk mendaftar di salah satu Universitas Negeri di kabupatennya, dasar Nesya keras kepala ia tetap memilih HI, setelah pengumuman tiba hanya sakit hati yang dia rasakankarena pilihan kedualah yang lolos. Nesya hanya tersenyum, saat ini ia hanya bisa mengikuti takdir kemana akan membawanya, ia terduduk lemas sat di taman sekolah depan kelasnya.
Tiba-tiba si Uphyk pelipur lara menghampirinya. ‘’Kak…kakak yang sabar ya…kan Allah sayank sama kakak, nanti kakak pasti bisa kuliah di… apa dah kak namanya lupa aku…’’ tanya Uphyk yang tak mengingat istilah pilihan Nesya.‘’HI…’’‘’Oh iya itu dah…’’Nesya kembali tersenyum dengan lelucon Uphyk.‘’Kakak tetap mau kuliah di jurusan HI phyk gimanapun caranya.’’Loh, gimana caranya kak?’’ Tanya Uphyk penasaran.‘’Aku tetap mau kuliah di kota ini phyk meskipun bukan jurusan HI di sini’’ kata Nesya mencoba menyemangati dirinya.Tiba-tiba Uphyk menyerahkan beberapa lembar kertas yang sudah terjepret dengan bagus.
‘’Kak, kakak gak inget sama ini?’’ Ucap Uphyk.
‘’Apa ini phyk?’’ tanya Nesya dan membukakertas itu yang ternyata berisi pengumuman beasiswa yang sudah tak dihiraukan oleh Nesya karena terlalu lama ia menunggu, entah apa yang harus di ekspresikannya ia bahagia, namun di sisi lain ia teringat akan cita-cita yang harus ia capai. Orang tua Nesya sudah mendengar tentang itu mereka sangat bahagia mendengarnya dan berharap Nesya melupakan cita-citanya untuk lulus di HI, karena ada yang lebih menjajikan masa depannya, meskipun ia harus kuliah di di kota nomor satu yang paling ia bencinya itu, demi cintanya terhadap orang tuanya.
Beberapa hari kemudian …..
(Baca juga: Potret Kecil)
“Wow!” ucap Nesya keras-keras saat pertama kali ia menginjakkan kaki di kota megapolitan itu, saat tatapan matanya di hadapkan pada sesuatu yang sebelumnya hanya bisa ia lihat di TV, seperti megahnya Monas, gedung-gedung pencakar langit yang menjulang tinggi, eloknya bundaran HI yang terhampar bak danau berair terjun di tengah jalan, indahnya Istana merdeka menyaksikan SBY langsung keluar dari Istananya, semua benar-benar menakjubkan, jauh lebih indah dari yang pernah Nesya lihat di layar kaca rumahnya. Saat itulah persepsinya terhadap Jakarta seketika hilang, bahkan bisa berbalik 180 derajat. Jakarta menjadi kota yang paling indah. Kini Nesya tersadar bahwa rencana Allah lebih indah dari rencananya.