Zakat adalah salah satu Rukun Islam yang lima. Ia dibebankan kepada orang-orang yang mampu untuk diberikan kepada orang-orang yang membutuhkannya. Lalu apakah tujuan zakat?
Zakat merupakan salah satu ibadah maliyyah (yang berhubungan dengan harta) yang dapat dijadikan jalan oleh seorang hamba untuk mendekatkan dirinya kepada Sang Khaliq. DR. Muhammad Bakr Isma’il mengatakan:
اَلزَّكَاةٌ عِباَدَةٌ مَالِيَةُ يَتَقَرَبُ بِهَا اْلعَبْدٌ اِلَى خَالِقِهِ عَزَّوَجَلَّ فَإِذَا أَدَّاهاَ كَامِلَةً عَلَى وَجْهِهَا الصَّحِيْحِ رَاضِيَةً بِهَا نَفْسهُمُبْتَغِيًا بِهَاوَجْهَ رَبِّهِ تَعَالَى غَيْرَمُرَاءٍبِهَاالنَّاسَ كَانَ سَبَبًا فِى نَجَاتِهِ مِنْ عَذَابِ النَّارِ وَدُخُوْلِهِ الجَنَّةَ كَمَا صَرَّ حَتْ بِهَا اْلاَيَاتَ القُرْآنِيَّةُ وَاْلأَحَادِيْثُ النَّبَوِيَّةُ. (الفقه الواضح من الكتاب والسنة، ج ا ،ص ٤٦٤)
“Zakat merupakan ibadah malliyah yang dapat dijadikan oleh seseorang hamba untuk mendekatkan diri kepada Sang Khaliq azza wa jalla. Jika seorang hamba menunaikannya dengan sempurna, sesuai dengan aturan yang benar, ikhlas dan hanya mencari ridha Allah SWT, tidak ada maksud ingin dipuji orang, maka akan menjadi sebab terbebasnya dari adzab api neraka, dan masuk ke dalam surga, sebagaimana telah ditegaskan ayat al-Qur’an dan Hadits Nabi.” (Al-Fiqh al-Wadhih min al-Kitab wa al-Sunnah, juz 1,hal 464)
(Baca juga: Hujjah Aswaja: Membuat Kubah dan Meletakkan Kain di Batu Nisan)
Ini adalah dimensi vertikal zakat, yakni sebagai sarana untuk membangun hubungan rohani kepada Allah SWT. Sedangkan aspek sosial zakat terletak pada semangat kepedulian sosial yang menjadi misi utama ibadah ini. Zakat diwajibkan kepada orang-orang yang memiliki harta lebih, dan diperuntukkan bagi orang-orang yang membutuhkan. Hal ini sesuai dengan penjelasan Nabi Muhammad SAW:
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا أَنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم قَالَ لِمُعَاذ بنِ جَبَلٍ حِيْنَمَا بَعَثَهُ إِلَى اليَمَنِ : فَأَعْلِمْهُمْ أَنَّ اللهَ افْتَرَضَ عَلَيْهِمْ صَدَقَةً تُؤْخَذُ مِنْ أَغْنِيَائِهِمْ فَتُرَدُّ عَلَى فُقَرَائِهِمْ. (صحيح البخاري، رقم ١٣٠٨ )
“Diriwayatkan dari Ibn Abbas RA bahwa Nabi SAW bersabda kepada Mu adz bin Jabal ketika mengutusnya ke Yaman, “ (Wahai Mu’adz) beritahukanlah kepada mereka bahwa Allah SWT mewajibkan kepada mereka (untuk mengeluarkan) zakat, yang diambil dari orang-orang kaya diantara mereka dan diberikan kepada orang-orang fakir di antara mereka.” (Shahih al-Bukhari, [1308])
Syah Waliyullah al-Dahlawi mengatakan:
إِعْلَمْ أَنَّ عُمْدَةَ مَا رُوْعِيَ فِى الزَّكَاةِ مَصْلَحَتَانِ : مَصْلَحَةٌ تَرْجِعُإِلَى تَذْهِيْبِ النَّفْسِ وَهِيَ أَنَّهَا أَحْضَرَ الشُّحَّ، وَالشُّحُّ أَقْبَحُ الْأَخْلَاقِ ضَارٌّبِهَا فِى المَعَادِ، وَمَنْ كَانَ شَحِيْحًا فَإِنَّهُ إِذَا مَاتَ بَقِيَ قَلْبُهُ مُتَعَلِّقًا بِاْلمَالِ، وَعُذِّبَ بِذَلِكَ، وَمَنْ تَمَرَّنَ بِالزَّكَاةِ، وَأَزَالَ الشُّحَّ مِنْ نَفْسِهِ كَانَ ذَلِكَ نَافِعًا لَهُ… الى ان قال…وَمُصْلِحَةٌ تَرْجِعُ اِلَى الْمَدِيْنَةِ وَهِيَ أَنَّهَا تَجْتَمِعُ لَامَحَالَةَ الضُّعَفَاءِ وَذَوِي اْلحَاجَةِ وَتِلْكَ الحَوَادِثُ تَغْدُوعَلَى قَوْمٍ وَتَرُوْحُ عَلَى آخَرِيْنَ. فَلَوْلَمْ تَكُنِ السُّنَّةُ بَيْنَهُمْ مُسَاوَاةَ اْلفُقَرَاءِ وَأَهْلِ اْلحَاجَةِ لَهَلَكُوا، وَمَاتُوْا جُوْعًا. (حجةالله البالغة، ج ٢ ص ١٠٠–١٠١)
“Ketahuilah bahwa ajaran yang paling prinsip dalam zakat adalah mewujudkan dua kemaslahatan. (Pertama), kemaslahatan yang dimaksudkan untuk melatih diri sendiri, karena harta berpotensi menyebabkan kekikiran. Padahal kekikiran itu merupakan akhlaq yang paling buruk serta berbahaya dalam kehidupan. Orang-orang bakhil ketika ia mati, hatinya akan selalu bergantung pada hartanya. Dia disiksa sebab hal itu. Maka siapa saja yang membiasakan dirinya untuk menunaikan zakat, dan menghilangkan sifat kikir dan rakus dari dirinya, dan itu akan bermanfaat bagi dirinya….. (Kedua) kemaslahatan di rasakan oleh negara (masyarakat). Karena di dalam negara itu pasti ada orang-orang yang tidak mampu dan orang-orang yang membutuhkan. Fenomena itu tentu menguntungkan satu golongan dan memberatkan golongan yang lain. Maka andai kata tidak ada aturan yang dimaksudkan untuk meringankan beban para fakir miskin dan orang-orang yang membutuhkan, niscaya mereka akan menderita dan mati kelaparan.” (Hujjatullah al-Balighah. Juz ll, hal 100-101)