Soal :
Sudah berlaku untuk umum di masyarakat, setiap setelah shalat, satu jama’ah dengan jama’ah yang lainnya saling bersalaman. Itu dilaksanakan pada shalat yang lima waktu atau setiap shalat berjama’ah semisal shalat tarawih. Adakah dasarnya?
Jawab :
Bersalaman antar sesama muslim memang sangat dianjurkan oleh Nabi SAW. Hal itu dimaksudkan agar persaudaraan Islam semakin kuat dan persatuan umat Islam semakin kokoh. Salah satu bentuknya adalah anjuran untuk bersalaman apabila bertemu. Bahkan jika ada saudara muslim yang datang dari bepergian jauh, misalnya habis melaksanakan ibadah haji, maka disunnahkan juga saling berangkulan ( mu’anaqah ). Dalam sebuah Hadits, Nabi Muhammad SAW bersabda.
عَنْ الْبَرَاءِ بْنِ عَازِبٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَّلَّمَ مَا مِنْ مُسْلِمَيْنِ يَلْتَقِيَانِ فَيَتَصَا فَحَانِ إِلاَغُفِرَلَهُمَا قَبْلَ أَنْ يتَفَرَّقَا. ( سنن ابن ماجه ،رقم : ٣٦٩٣
“Diriwayatkan dari al-Barra’ bin ‘Azib, ia berkata “Rasulullah SAW bersabda “Tidaklah dua orang laki-laki bertemu , kemudian keduanya bersalaman, kecuali diampuni dosanya sebelum mereka berpisah.”
(Sunan Ibn Majah [3693])
Berdasarkan hadits inilah ulama Syafi’iyyah mengatakan bahwa bersalaman setelah shalat hukumnya sunnah. Kalaupun perbuatan itu dikatakan bid’ah, tetapi masuk dalam kategori bid’ah mubahah. Imam al-Nawawi menganggap bahwa hal itu adalah perbuatan yang baik untuk dilakukan.
مَسْأَلَةٌ) هَلِ الْمُصَافَحَةُ بَعْدَ صَلَاةِ الْعَصْرِ وَ الصُّبْحِ فَضِيْلَةٌ أَمْ لَا ؟ (الْجَوَابُ) الْمُصَافَحَةُ سُنَّةُ عِنْدَ التَّلاَقِيْ ، وَ أَمَّا تَخْصِيْصُ النَّاسِ لَهَا بَعْدَ هَاتَيْنِ الصَّلَاتَيْنِ فَمَعْدُوْدٌ فِيْ الْبِدْعَةِ الْمُبَاحَةِ (وَ الْمُخْتَارُ) أَ نَّهُ إِنْ كَانَ هَذَا الشَّخْصُ قَدْ اِجْتَمَعَ هُوَ وَهُوَ ـ قَبْلَ الصَّلَاةِ ـ فَهُوَ بِدْعَةٌ مُبَاحَةٌ كَمَا قِيْلَ ،وَإِنْ كَانَا لَمْ يَجْتَمِعَا فَهُوَ مُسْتَحَبُّ ، لِأَنَهُ ابْتِدَاءُ اللَّقَاءِ. (فتاوى الإ ما النووي المسماة با لمسائل المنثورة، ص٦١
”(Soal)apakah berjabatan tangan setelah shalat Ashar dan Shubuh memiliki keutamaan ataukah tidak? (Jawab) berjabat tangan itu sunnah dilakukan ketika bertemu. Adapun orang-orang yang mengkhususkan diri untuk melakukannya setelah dua sholat itu(Ashar dan Shubuh) maka dianggap bid’ah mubahah.(Pendapat yang dipilih), sesungguhnya kalau seseorang sudah berkumpul dan bertemu sebelum sholat, maka berjabatan tangan tersebut adalah bid’ah mubahah sebagaimana diatas. Tapi jika sebelumnya belum pernah bertemu maka sunnah(bersalaman). Karena ketika itu (dianggap) baru bertemu.”(Fatawi al-Imam al-Nawawi,61)
(Baca juga: Hujjah Aswaja : Al-Barzanji Pengarang Sholawat Al-Barzanji)
Bahkan sebagian ulama mengatakan bahwa orang yang sholat itu sama dengan orang yang gha’ib (tidak ada di tempat karena berpergian atau lainnya). Setelah sholat, seakan-akan ia baru datang dan bertemu dengan saudara-saudaranya yang muslim. Maka ketika itu dianjurkan untuk berjabat tangan. Sebagaimana yang disebutkan dalam kitab Bughyah al-Mustarsyidin:
فَائِدَةٌ) الْمُصَافَحَةُ مِنَ الْبِدَعِ الْمُبَاحَةِ وَاسْتَحْسَنَهُ النَّوَوِيُّ، وَيَنْبَغِيْ التَّفْصِيْلُ بَيْنَ مَنْ كَانَ مَعَهُ قَبْلَ صَلاَةٍ فَمُبَاحَةٌ وَمَنْ لَمْ يَكُنْ مَعَهُ فَمُسْتَحَبَّةِّ إِذْ هِيَ سُنَّةٌ عِنْدَ اللِّقَاءِ إِجْمَاعًا وَقَالَ بَعْضُهُمْ إِنَّ الْمُصَلِّيَ كَالْغَائِبِ فَعَلَيْهِ تُسْتَحَبُّ عَقِيْبَ الْخَمْسِ مُطْلَقًا (بغيةالسترشدين، ص ٥٠-٥١
”Bersalaman itu termasuk bid’ah yang mubah, dan Imam al-Nawawi menganggapnya sesuatu yang baik. tapi hendaknya di-tafshil(diperinci), antara orang yang sebelum sholat sudah bertemu, maka salaman itu hukumnya mubah(boleh). Dan jika memang sebelumnya tidak bersama(tidak bertemu), maka dianjurkan (untuk salaman setelah salam). Karena salaman itu disunnahkan ketika bertemu menurut ijma’ ulama. Sebagian ulama berpendapat bahwa orang yang sholat seperti orang yang gha’ib (tidak ada/tidak bertemu). Maka baginya disunnhakan bersalaman setiap selesai sholat lima waktu secara mutlak (baik sudah bertemu sebelumnya atau tidak).” (Bughayah al-Mustarsyidin,50-51)
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa hukum bersalaman setelah sholat adalah boleh, bahkan sunnah dilakukan jika sebelum sholat memang belum pernah bertemu. Namun yang harus diperhatikan adalah jangan sampai berjabat tangan itu mengganggu kekhusyu’an orang yang sedang wirid dan dzikir. Karena itu dalam ceramahnya pada tanggal 1 Mei 2005 di PIQ, KH. Bashori Alwi menjelaskan seyogyanya berjabat tangan itu dilakukan setelah wirid dan do’a, agar tidak mengganggu kekhusyu’an orang yang sedang membaca dzikir atau do’a.
Sumber: KH Muhyiddin Abdusshomad. 2010. Fiqih Tradisionalis. Surabaya: Khalista.