Soal :
Apakah menyentuh lain jenis dapat membatalkan wudhu’?
Jawab :
Menurut pendapat Imam Syafi’i RA, menyentuh lain jenis yang bukan mahram itu membatalkan wudhu’, baik yang menyentuh ataupun orang yang disentuh. Sebagaimana yang disebutkan dalam kitab al-Fiqh al-Manhaji:
لَمْسُ الرَّجُلِ زَوْجَتَهُ أَوِاْلمَرْأَ ةَ اْلأَجْنَبِيَّةَ مِنْ غَيْرِ حاَئِلٍ فَإِنَّهُ يَنْتَقِضُ وُضُوْؤُهُ وَوُضُوْؤُهاَ. وَالأَجْنَبِيَّةُ هِيَ كُلُّ امْرَأَةٍ يَحِلُّ لَهُ الزَّوَاجُ بِهَا (الفقه المنهجي، ج ا ص ٦٣)
“Seorang laki-laki yang menyentuh istrinya atau perempuan ajnabiyyah (yang bukan mahramnya) tanpa penghalang maka wudhu’ laki-laki dan perempuan itu batal. Yang dimaksud dengan ajnabiyyah (perempuan lain) adalah setiap wanita yang halal dinikahi.” (Al-Fiqh al-Manhaji,juz1, Hal 63)
Pendapat ini didasarkan Firman Allah SWT:
وَإِنْ كُنْتُمْ مَرْضَى أَوْ عَلَى سَفَرٍ أَوْ جَاءَ أَحَدٌ مِنْكُمْ مِنَ الْغَائِطِ أَوْ لاَ مَسْتُمُ النِّسَاءَ فَلَمْ تَجِدُوْا مَاءً فَتَيَمَّمُوْا صَعِيْدًا طَيِّبًا . (النساء،٤٣ )
“Dan jika kamu sakit atau sedang dalam perjalanan atau kembali dari buang air atau kamu menyentuh (mulamasah) perempuan lain (yang bukan mahramnya), kemudian kamu tidak menjumpai air , maka bertayamum-lah kamu dengan tanah yang baik (suci).” (QS. Al-Nisa’, 43)
Dalam kitab al-Muwaththa’ disebutkan tentang penjelasan ‘Abdullah bin ‘Umar RA mengenai apa yang dimaksud mulamasah dalam ayat tersebut:
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ أَنَّهُ كَانَ يَقُوْلُ : قُبْلَةُ الرَّجُلِ اِمْرَأَتَهُ وَجَسُّهَا بِيَدَهِ مِنَ الْمُلاَمَسَةِ فَمَنْ قَبَّلَ امْرَأَتَهُ أَوْ جَسَّهَا بِيَدِهِ فَعَلَيْهِ الْوُضُوْءُ. (الموطأ ج ٢ص٦٥)
“Dari ‘Abdullah bin ‘Umar, ia berkata,”Kecukupan seorang suami kepada istrinya dan menyentuh dengan tangannya termasuk mulamasah. Maka siapa saja yang mengecup istrinya atau menyentuhnya, maka ia wajib melakukan wudhu’.”(Al-Muwaththa’, juz II, hal 65)
Lalu bagaimana dengan Hadits yang menjelaskan persentuhan Nabi Muhammad SAW dengan sebagian istrinya padahal Nabi SAW dalam keadaan suci dari hadats kecil, seperti dalam Hadits’ ‘Aisyah RA:
عَنْ عَائِشَةَ زَوْجِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهَا قَالَتْ كُنْتُ أَنَامُ بَيْنَ يَدَيْ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَرِجْلاَيَ فِي قِبْلَتِهِ فَإِذَا سَجَدَ غَمَزَنِيْ, فَقَبَضْتُ رِجْلَيَّ فَإِذَا قَامَ بَسَطْتُهُمَا (صحيح البخاري،٣٦٩)
“Dari ‘Aisyah RA istri Nabi SAW, sesungguhnya ia berkata, “Saya tidur di dekat Rasulullah SAW, sedangkan dua kakiku ada di depan Rasul SAW.Apabila akan sujud , Nabi SAW meraba kakiku (dengan tangannya) , dan aku menarik kakiku. Dan setelah Nabi SAW berdiri aku bentangkan lagi kedua kakiku.” (Shahih al-Bukhari,369)
Maka hadits ini harus diartikan bahwa Nabi SAW ketika itu menggunakan penghalang, sehingga kulit beliau tidak bersentuhan langsung dengan kulit istrinya. Sebagaimana keterangan Imam Nawawi dalam kitab al-Majmu’:
اَلْجَوَابُ عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ فِى وُقُوْعِ يَدِهَا عَلَى بَطْنِ قَدَمِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ يَحْتَمِلُ فَوْقَ حَائِلٍ.(المجموع،ج٢ص٢٢)
“Jawaban atas Hadits ‘Aisyah RA tentang menyentuhnya tangan beliau ke tumit Nabi SAW, maka hal itu boleh jadi menggunakan tabir.”(Al-Majmu’, juz II, hal 22)
Di samping itu pula, Hadits ‘Aisyah RA tersebut masih mengandung beberapa kemungkinan. Yakni ada kemungkinan Nabi SAW menyentuh menggunakan penghalang (kain atau yang semisalnya) atau tidak. Tidak ada kejelasan apakah Nabi SAW menyentuh kaki sayyidah ‘Aisyah secara langsung atau dengan perantara. Karena itu hadits tersebut tidak dapat dijadikan dalil untuk menyatakan bahwa menyentuh istri tidak membatalkan wudhu’. Sebagaimana kaidah yang dikemukakan oleh Imam Syafi’i RA:
وَقَائِعُ الأَحْوَالِ إِذَا تَطَرَّقَ إِلَيْهَا اْلاِحْتِمَالُ كَسَاهَا ثَوْبُ اْلإِجْمَالِ وَسَقَطَ بِهَا اْلاِسْتِدْلاَلُ (غاية الوصول ، ٧٤)
“Beberapa kejadian yang masih menimbulkan berbagai kemungkinan, maka ia tercakup dalam dalil mujmal (global) dan tidak bisa dibuat dalil.”(Ghasiyah al-Wushul,74)
(Baca juga: Hujjah Aswaja : Al-Barzanji Pengarang Sholawat Al-Barzanji)
Dapat disimpulkan, sesuai dengan dalil-dalil yang telah diungkapkan di atas, menyentuh istri dapat membatalkan wudhu’.
Sumber: KH Muhyiddin Abdusshomad. 2010. Fiqih Tradisionalis. Surabaya: Khalista.