Penjelasan tentang Pengertian Aswaja

Soal:

Konsep Aswaja (Ahl al-Sunnah Wa al-Jama’ah) selama ini masih belum di pahami secara tuntas, sehingga menjadi “rebutan” setiap golongan. Semua kelompok mengaku dirinya sebagai penganut ajaran Aswaja. Tidak jarang, label itu digunakan untuk kepentingan sesaat. Jadi apakah yang dimaksud dengan Aswaja itu sebenarnya? Bagaimana pula dengan klaim itu, dapatkah dibenarkan?

Jawab:

Aswaja merupakan singkatan dari Ahl al-Sunnah Wa al-Jama’ah. Ada tiga kata yang membentuk istilah tersebut.

  1. Ahl, berarti keluarga, golongan atau pengikut.
  2. Al-Sunnah, yaitu segala sesuatu yang telah diajarkan oleh Rasulullah SAW. Maksudnya, semua yang datang dari Nabi Muhammad SAW, berupa perbuatan, ucapan dan pengakuan Nabi Muhammad SAW. (Fath al-Bari, juz XII, hal 245)
  3. Al-Jama’ah, yakni apa yang telah disepakati oleh para sahabat Rasulullah SAW pada masa al-Khulafaal-Rasyidun (Khalifah Abu Bakar RA, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan RA dan Ali bin Abi Thalib RA). Kata al-jama’ah ini diambil dari sabda Nabi Muhammad SAW,

مَنْ أَرَادَ بُحْبُوْ حَةَ الْجَنَّةِ فَلْيَلْزَ مِ الْجَمَاعَةَ. رواه الترمذي وصححه الحاكم والذهبي (المستدرك، ج ا ص٧٧- ٧٨ )

Barang siapa yang ingin mendapatkan kehidupan yang damai di surga, maka hendaklah ia mengikuti al-jama’ah.“( Hadits riwayat Tirmidzi, dan dishahihkan oleh al-Hakim dan al-Dzahabi) (Al-Mustadrak, juz 1 hal 77-78). Sebagaimana telah dikemukakan oleh Syaikh ‘Abdul Qadir al-Jailani dalam kitabnya, al-Ghunyah li Thalibi Thariq al-Haqq:

فَالسُّنَّةُ مَا سَنَّهُ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَالْجَمَاعَةُ مَا اتَّفَقَ عَلَيْهِ أَصْحَابُ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِى خِلاَفَةِ الْأَئِمَّةِ الْأَرْبَعَةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ الْمَهْدِيِّيْنَ رَحْمَةُ اللهِ عَلَيْهِمْ اَجْمَعِيْنَ. (الغنية لطالبي طريق الحق، ج ا ص ٨٠)

“Yang dimaksud dengan al-Sunnah adalah apa yang telah diajarkan oleh Rasulullah SAW (meliputi ucapan, perilaku serta ketetapan beliau). Sedangkan pengertian al-Jama’ah adalah sesuatu yang telah menjadi kesepakatan para sahabat Nabi MuhammadSAW pada masa al-Khulafa’ al-rasyidun yang empat yang telah diberi hidayah (mudah-mudahan Allah SWT memberi rahmat pada mereka semua).” (Al-Ghunyah li Thalibi Thariq al-Haqq, Juz I, hal 80)

Selanjutnya, Syaikh Abi al-Fadhl bin ‘Abdussyakur menyebutkan dalam kitab al-Kawakib al-Lamma’ah:

أَهْلُ السُّنَّةِ وَالْجَمَاعَةِ الَّذِيْنَ لاَزَمُوْا سُنَّةَ النَّبِيِّ وَطَرِيْقَةَ الصَّحَابَةِ فِى الْعَقَائِدِ الدِّيْنِيَّةِ وَالأَعْمَالِ الْبَدَنِيَّةِ وَالْأَخْلاَقِ الْقَلْبِيَّةِ. (الكواكب اللماعة،  ٨–٩)

“Yang disebut Ahl al-Sunnah wal al-Jama’ah adalah orang-orang yang selalu berpedoman pada sunnah Nabi SAW dan jalan para sahabatnya dalam masalah akidah keagamaan, amal-amal jariyah serta akhlaq hati”.( al-Kawakib al-Lamma’ah, hal 8-9)

Jadi Ahl al-Sunnah wal al-Jama’ah merupakan ajaran yang  mengikuti semua yang telah dicontohkan Nabi Muhammad SAW dan para sahabat. Sebagai pembeda dengan yang lain, ada tiga ciri khas kelompok ini, yakni tiga sikap yang selalu diajarkan oleh Rasulullah SAW dan para sahabatnya. Ketiga prinsip itu adalah:

  1. Al-Tawassuth (sikap tengah-tengah, sedang-sedang, tidak ekstrim kiri ataupun ekstrim kanan). Disarikan dari firman Allah SWT:

وَكَذَلِكَ جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً وَسَطًا لِتَكُوْنُوْا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ وَيَكُوْنَ الرَّسُوْلُ عَلَيْكُمْ شَهِيْدًا. (البقرة  ١٤٣)

“Dan demikianlah kami jadikan kamu sekalian (umat islam) umat pertengahan (adil dan pilihan)agar kamu menjadi saksi (ukuran penilaian) atas (sikap atau perbuatan) manusia umumnya dan supaya Rasulullah SAW menjadi saksi (ukuran penilaian) atas (sikap dan perbuatan) kamu sekalian.” (QS. Al-Baqarah, 153)

  1. Al-Tawazun (seimbang dalam segala hal termasuk dalam penggunaan Dalil Aqli dan Dalil Naqli). Firman Allah SWT:

لَقَدْ اَرْسَلْنَا رُسُلَنَا بِالْبَيِّنَاتِ وَاَنْزَلْنَا مَعَهُمُ الْكِتَابَ وَالْمِيْزَانَ لِيَقُوْمَ النَّاسُ بِالْقِسْطِ (الحديد : ٢٥)

 “Sungguh kami telah mengutus rasul-rasul kami dengan membawa bukti kebenaran yang nyata dan telah kami turunkan bersama mereka al-kitab dan neraca (penimbang keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan.” (QS. Al-Hadid, 25)

  1. Al-I’tidal (tegak lurus). Dalam al-Qur’an disebutkan:

يَآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا كُوْنُوْا قَوَّامِيْنَ لِلَّهِ شُهَدَاءَ بِالْقِسْطِ ، وَلاَ يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ قَوْمٍ عَلَى أَنْ لاَتَعْدِلُوْا ، اِعْدِلُوْا هُوَ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَى وَاتَّقُوْا اللهَ إِنَّ اللهَ خَبِيْرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ (المائدة : ٩)

“Wahai orang-orang yang beriman hendaklah kamu sekalian menjadi orang-orang yang tegak membela (kebenaran) karena Allah menjadi saksi (pengukur kebenaran) yanga adil. Dan janganlah kebencian kamu terhadap suatu kaum menjadikan kamu tidak adil. Berbuat adillah karena keadilah itu lebih mendekatkan pada taqwa. Dan bertaqwalah kepada kepada Allah, karena sesungguhnya Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.”  (QS. Al-Madinah, 9).

Ketiga prinsip ini merupakan sikap tengah serta berimbang dalam setiap persoalan. Misalnya, dalam masalah sifat dan Dzat Allah SWT antara kelompok Mujassimin (Menyatakan Allah SWT memiliki anggota tubuh dan sifat seperti manusia) dan Mu’aththilah (tidak mengakui adanya sifat bagi Allah SWT), tentang perbuatan Allat SWT antara Qadariyah (manusia memiliki kekuatan penuh atas dirinya) dan Jabariyah (manusia tidak memiliki daya apa-apa kecuali atas takdir Allah SWT), menyikapi janji dan ancaman Allah SWT antara Murji’ah (semua hukuman dan pembalasan diserahkan kepada Allah SWT) dan Wa’idiyyah (Allah SWT pasti akan menghukum orang-oarang yang berdosa), sikap kepada ahlul bait dan sahabat Nabi Muhammad SAW antara Rafidhah/syi’ah (seluruh sahabat kafir dan ahlul bait adalah orang-orang yang maksum) dan Khawarij (seluruh sahabat dan ahlul bait yang menjadi penyebab peperangan jamal dan shiffin dihukumi kafir,) dan lain sebagainya.

Ketiga prinsip tersebut dapat dilihat dalam masalah keyakinan keagamaan (teologi), perbuatan lahiriyah (fiqh) serta masalah akhlaq yang mengatur gerak hati (tashawwuf). Dalam praktik keseharian, ajaran Ahl al-Sunnah Wa al-Jama’ah di bidang teologi tercerminkan dalam urusan yang digagas oleh Imam ‘Asy’ari dan Imam Maturidi. Sedangkan dalam masalah perbuatan badaniyah termanifestasikan (terwujud) dengan mengikuti madzhab yang empat, yakni Madzhab Hanafi, Madzhab Maliki, Madzhab Syafi’i, dan Madzhab Hanbali. Dalam tashawwuf mengikuti Imam Junaid al Baghdadi dan Imam al-Ghazali.

Sebagaimana definisi yang sangat sederhana, disenandungkan dalam untaian nadzam oleh KH. Zainal Abidin Dimyathi:

مُتَّبِعُوْا السُّنَّةِ وَالْجَمَاعَةِ          *    هُمْ تَابِعُوْا مَذَاهِبِ اْلأَ ئِمَّةِ

فَفِى اْلأُصُوْلِ اِتَّبَعُوْا الْمَذْهَبَ   *     الْمَاتُرِيْدِي اْلأَشْعَرِي الْمُهَذَّبَ

وَفِى الْفُرُوْعِ أَحَدَ اْلأَرْبَعَةِ    *     هُمْ قَادَةُ هُدَاةِ هَذِهِ اْلأُمَّةِ

اَلشَّا فِعِى وَالْحَنَفِى الْمُبَجَّلِ   *     وَمَالِكٍ وَأَحْمَدَ بْنِ حَنْبَلِ

وَفِى التَّصَوُّفِ أَوِ الطَّرِيْقَةِ   *    إِمَامُنَا الْجُنَيْدَ ذَا الْحَقِيْقَةِ

(الإذاعة المهمة ، ص  ٤٧)

Pengikut Ahl al-Sunnah wa al-Jama’ah adalah mereka

yang mengikuti madzhab para imam

Dalam masalah ushul (akidah) mereka mengikuti

madzhab Imam Asy’ari dan Maturidi

Dalam bidang fiqih mengikuti salah satu madzhab

yang menjadi pemimpin umat ini

Imam Syafi’i dan Imam Hanafi yang cemerlang.

Serta Imam Malik dan Imam Ahmad bin Hanbal

dalam bidang tashawwuf atau thariqah

mengikuti ajaran Imam Junaid.

(Al-Idza’ah al-Muhimmah, 47)

Salah satu alasan dipilihnya ulama-ulama tersebut oleh Salafuna al-Shalih, sebagai panutan dalam Ahl al-Sunnah wa a’jamaah, karena mereka telah terbukti mampu membawa ajaran-ajaran yang sesuai dengan inti sari agama islam yang telah digariskan oleh Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya. Dan mengikuti hal tersebut merupakan suatu kewajiban bagi umatnya. Nabi Muhammad SAW bersabda:

عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَمْرٍو اَلسُّلَمِيِّ أَنَّهُ سَمِعَ الْعِرْبَاضَ بْنَ سَارِيَةَ قَالَ وَعَظَنَا رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : فَعَلَيْكُمْ بِمَا عَرَفْتُمْ مِنْ سُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ الْمَهْدِيِّينَ (مسند أحمد بن حنبل ، رقم ١٦٥١٩ )

Dari Abdurrahman bin Amr al-Sulami, sesungguhnya ia mendengar al-Irbadh bin Saruyah berkata, “Rasulullah SAW menasehati kami, “Kalian wajib berpegang teguh pada sunnahku (apa yamg aku kerjakan) dan perilaku al-Khulafa’al-Rasyidun yang mendapatkan petunjuk.” (Musnad Ahmad bin Hanbal, {16519})

Karena itu, sebenarnya Ahl al-Sunnah wa al-jama’ah merupakan Islam yang murni sebagaimana yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW dan sesuai dengan apa yang telah digariskan dan diamalkan oleh para sahabatnya. Ketika Rasulullah SAW menerangkan bahwa umatnya akan terpecah menjadi 73 golongan, dengan tegas Nabi SAW menyatakan bahwa yang benar adalah mereka yang tetap berpedoman pada apa saja yang diperbuat oleh Nabi SAW dan para sahabatnya pada waktu itu (ma ana ‘alaihi al-yaum wa ashhabi).

Maka, Ahl al-Sunnah wa al-jama’ah sesungguhnya bukanlah aliran baru yang muncul sebagai reaksi dari beberapa aliran yang menyimpang dari ajaran hakiki agama Islam. Ahl al-Sunnah wa al-Jama’ah justru berusaha untuk menjaga agama Islam dari beberapa aliran yang akan mencerabut ajaran Islam dari akar dan pondasinya semula. Setelah aliran-aliran itu semakin merajalela, tentu diperlakukan suatu gerakan untuk mensosialisasikan dan mengembangkan kembali ajaran murni islam. Sekaligus merupakan salah satu jalan memprtahankan, memperjuangkan dan mengembalikan agama islam agar tetap sesuai dengan apa yang telah diajarkan oleh Rasulullah SAW dan para sahabat beliau (Khittah Nahdhiyyah, 19-20)

Jika sekarang banayak kelompok yang mengaku dirinya termasuk Ahl al-Sunnah wa al-jama’ah, maka mereka harus membuktikannya dalam praktik keseharian bahwa ia benar-benar telah mengamalkan sunnah Rasululllah SAW dan sahabatnya. Abu sa’id al-Khadimi berkata:

(فَإِنْ قِيْلَ) كُلُّ فِرْقَةٍ تَدَّعِيْ أَنَّهَا أَهْلُ السُّنَّةِ وَالْجَمَاعَةِ (قُلْنَا ذَلِكَ لاَ يَكُوْنُ بِالدَّعْوَى بَلْ بِتَطْبِيْقِ الْقَوْلِ وَالْفِعْلِ وَذَلِكَ بِالنِّسْبَةِ إِلَى زَمَانِنَا إِنَّمَا يُمْكِنُ بِمُطَابَقَةِ صِحَاحِ اْلأَحَادِيْثِ كَكُتُبِ الشَّيْخَيْنِ وَغَيْرِهِمَا مِنَ الْكُتُبِ الَّتِيْ أُجْمِعَ عَلَى وَثَاقَتِهِنَّ) . (البريقة شرح الطريقة ص ١١١- ١١٢ )

(jika ada yang bertanya)semua kelompok mengaku dirinya sebagai golongan Ahl as-Sunnah wal jama’ah . jawaban kami adalah: bahwa harus diwujudkan (diaplikasikan) dalam perbuatan dan ucapan.  Pada zaman kita sekarang ini, perwujudan itu dapat dilihat dengan mengikuti apa yang tertera dalam Hadist-Hadist yang shahih. Seperti  Shahih al-Bukhari, Shahih Muslim dan kitab-kitab lainnya yang telah disepakati validitasnya.” (Al-Bariqah Syarh al-Thariqah, hal 111-112)

Berdasarkan penjelasan diatas dapat dirumuskan bahwa Ahl sunnah wa al-Jama’ah merupakan ajaran yang telah digariskan oleh Rsaulullah SAW dan para sahabatnya. Dan itu tidak bisa hanya sebatas klaim semata, namun harus dibuktikan dalam sikap dan tingkah laku sehari-hari.

 

 

 

 

Related Post