ditulis oleh Tim Resume siswa SMA Nuris Jember*
Judul Buku : Adicerita Hamka (Visi Islam Sang Penulis Besar Untu Indonesia Modern )
Penulis : James R. Rush
Penerbit : PT. Gramedia Pustaka Utama
Cetakan : Pertama
Tahun Terbit : 2017
Jumlah Halaman : xliii + 322
Pengantar : Ahmad Syafii Maarif
HAMKA ( H. Abdul Malik Karim Abdullah ) adalah tokoh besar sastra, pujangga, ulama, sekaligus pejuang revolusioner Indonesia. Beliau lahir pada tanggal 17 Februari 1908 di Sungai Batang, Sumantra Barat. Buya Hamka adalah satu-satunya pemimpin generasi pertama yang memiliki pemikiran Indonesia karena tidak mendapat pendidikan barat. Pendidikan formal hanya ditempuhnya dalam beberapa tahun saja, sehingga dia tidak berprinsip kebarat-baratan. Melalui karya-karyanya, ia membangun Indonesia menjadi negara yang sesuai dengan kepribadian bangsa. Pribadinya yang teguh serta pandai membuatnya berani berpendapat atau menyampaikan gagasannya dalam segala hal. Ambisinya yang sangat besar menjadikannya salah satu tokoh yang sangat berpengaruh di Indonesia terutama bagi generasi muslim. Berikut adalah penjelasan lebih lanjut mengenai sosok Buya Hamka.
1.Pedoman Masjarakat
Pedoman masjarakat adalah nama redaksi majalah yang dikelola oleh Buya Hamka pada saat Ia berada di Medan. Hamka menyajikan banyak karya tulis yang semuanya berlandaskan Islam dan menggunakan sudut pandang Islam. Dalam karya-karyanya Buya Hamka memaparkan hakikat hidup sebenarnya, dimana seseorang memerlukan kebahagiaan dalam hidupnya. Menurutnya, kebahagiaan adalah ketika seseorang mampu menjalani hidupnya dengan berpegang teguh pada iman dan akal. Oleh karena itu, untuk mencapai kebahagiaan seseorang harus memiliki iman yang kokoh atau kepercayaan yang penuh kepada tuhannya. Ketika akal seseorang bertambah maka bertambah pula kebahagiaan dalam hidupnya, karena seseorang yang berakal akan berfikir untuk mendekat kepada Allah, melihat keindahan ciptaan Allah dan tunduk kepada-Nya.
Berdasarkan prinsip kebahagiaan tersebut, Buya Hamkan menulis cerpen atau novel yang banyak menceritakan tentang kehidupan sosial asli masyarakat Minang dan berisi sindiran terhadap perilaku masyarakat Minang yang matearilistis dan sering melihat status seseorang dari harta yang dimiliki. Cerpen atau novel tersebut, diterbitkannya di majalah Pedoman Masjarakat, seperti novel ”Tenggelamnya Kapal van der Wijck” yang mengisahkan cinta Hayati dan Zainudin tidak direstui dikarenakan sosok Zainudin yang miskin. Novel Buya Hamka juga banyak yang terinspirasi dari tokoh idolanya yaitu Musthafa Luthfi al-Manfaluthi, seorang penulis terkenal dari Mesir.
Hamka juga menulis berita di majalah Pedoman Masjarakat. Berita tersebut berisi tentang perang yang akan terjadi di Indonesia. Melalui berita tersebut, ia memperingatkan masyarakat untuk tetap tenang dan tidak panik dalam menghadapi gejolak peperangan antara jepang dan belanda.
- Ayah dan Anak
Pada tahun 1347 dan 1375 Islam mulai tersebar di tanah Minangkabau. Persebaran Islam dilakukan secara pelan-pelan di pusat muslim pinggiran oleh penyiar-penyiar islam yang tidak dikenal, sehingga banyak ulama ulama muncul yang tersebar di alam Minangkabau. Salah satunya yaitu para leluhur Buya Hamka.
Kakek buyut Buya Hamka merupakan seorang ulama tersohor di ranah Minang yang bernama Abdurrahman Saleh. Kakeknya adalah pemimpin besar dan juga guru yang sangat terkenal di ranah Minang yang bernama Amrullah. Selain itu, ayahnya sendiri adalah seorang ulama dan tetua adat di Minang yang bernama Haji Rasul. Melihat dari silsilah keluarganya, tidak diragukan lagi jika jiwa kepemimpinan yang dimilikinya merupakan warisan dari keturunannya.
(Baca juga: Mengenang Jenderal Soedirman, Tunas Kekuatan TNI Sejak 72 Tahun Lalu)
Salah satu orang yang berperan penting dalam hidup Buya Hamka yaitu ayahnya yang bernama Haji Rasul. Haji Rasul adalah orang yang sangat pemberani. Dengan keteguhan jiwanya terhadap Islam, ia mampu mengubah masyarakat yang percaya pada ilmu sihir dan takhayul kembali ke jalan yang benar dan hanya mempercayai Allah semata. Haji Rasul adalah orang yang sangat sabar meskipun ia diterpa oleh berbagai fitnah. Semua sifat tersebut tertanam dalam jiwa Buya Hamka.
Buya Hamka kecil mendapat didikan yang sangat keras dari kedua orang tuanya. pada umur 10 tahun, dia mendapat pendidikan formal dari ayahnya. Haji Rasul mengajarkan Hamka mengenal dan membaca huruf arab, mengajarkan shalat dan mambaca Alquran. Di masa kecil, Hamka dikenal sebagai anak yang pemalas, suka melamun dalam kelas saat pelajaran agama, dan sering teralih perhatiannya oleh berbagai hal yang menarik di Padang Panjang. Namun sejak kecil, Buya Hamka sudah menunjukkan ketertarikannya terhadap novel, dengan dibuktikan begitu seringnya Ia mengunjungi perpustakaan Zainaro (Perpustakaan yang didirikan oleh Zainuddin Labai).
3.Hamka-San dan Bung Haji
Kedatangan Jepang di Indonesia dilakukan secara damai, sehingga keberadaan nya mudah diterima oleh Indonesia. Berbeda dengan dengan Buya Hamka yang mencurigai maksud kedatangan Jepang di Indonesia. Untuk membuktikan kecurigaan tersebut, Buya Hamka mendekati tetua-tetua Jepang, salah satunya Gubernur Nakashima. Gubernur Nakashima menerima iktikat baik Buya Hamka untuk lebih dekat dengan Jepang karena Ia menganggap Buya Hamka adalah salah satu orang yang berpengaruh sehingga mampu mempengaruhi rakyat Indonesia untuk lebih menerima Jepang. Pendekatan yang telah dilakukannya membuatnya menemukan seluk beluk Jepang secara mendalam.
Semakin lama rakyat Indonesia menjadi curiga dengan maksud kedatangan Jepang ke Indonesia sehingga membuat kedudukan Jepang di Indonesia semakin lemah.Hal ini dimanfaatkan rakyat Indonesia untuk membentuk negara. Berbagai pandangan tentang bentuk negara Indonesia bermunculan, ada yang beranggapan bahwa Indonesia harus menjadi negara Islam karena mayoritas penduduknya yang beragama Islam. Ada juga yang menolak gagasan tersebut dengan berpendapat bahwa itu tidak sesuai dengan pancasila sila pertama yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, yang mengandung makna kebebasan beragama menjadi hak setiap rakyat. Maka dari itu, Buya Hamka berpendapat bahwa sebaiknya Indonesia menerapkan asas demokrasi yang berakar islam agar tidak terjadi perbedaan pendapat.
Peran Buya Hamka dalam menegakkan demokrasi membuatnya terikat oleh politik. Ia ditunjuk sebagai ketua Front Pertahanan Nasional yang merupakan wadah dialog bagi pemimpin organisasi revolusioner. Dalam Front Pertahanan Nasional tersebut, Hamka bertujuan untuk menyatukan pandangan berbagai golongan agar tercipta negara Indonesia yang sesuai dengan jati diri rakyat.
4.Islam Untuk Indonesia
Masuknya budaya barat di Indonesia menyebabkan pemikiran cendikiawan Indonesia berubah cenderung ke barat-baratan. Hal tersebut menyebabkan Indonesia kehilangan jati dirinya, misalnya kebanyakan dari mereka lebih memahami nilai sains dan industri tanpa menerima sekulerisme serta pemisahan agama dan negara. Oleh karena itu, sebaiknya masyarakat Indonesia berevolusi untuk lebih mendalami kemampuan dalam memahami islam sesuai dengan perubahan zaman. Oleh karena itu, Buya Hamka melakukan berbagai cara untuk membuat masyarakat Indonesia memiliki kemampuan tersebut yang dipaparkan melalui karya-karyanya.
Cara yang dilakukan Hamka adalah dengan membuat sebuah buku tentang ajaran Islam yang disusun untuk orang Indonesia tentang keseimbangan antara fiqih dan akal. Pernyataannya itu disebut dengan tasawuf modern karena memaparkan hubungan antara intelektual (akal) dan spiritual (agama/fiqih) yang sesuai dengan perkembangan zaman dan kebutuhan masyarakat Indonesia.
Bahkan, karena karya-karyanya, Buya Hamka dituduh mempelopori pembentukan Negara Islam, sehingga menyeretnya kembali ke kancah politik yang sangat ingin ia hindari.
5.Perang Budaya
Al-Azhar adalah salah satu masjid yang didirikan oleh Buya Hamka. Lokasinya berada di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Nama Al-Azhar diusulkan oleh rektor Universitas Al- Azhar Mesir, Mahmuz Syahtt karena peran Buya Hamka yang sangat besar di Indonesia sekaligus sebagai pengakuan atas imamnya yang pertama. Masjid ini menjadi pusat kebangkitan muslim dan pusat dakwah.
Peran Buya Hamka sebagai imam pusat membuat dia mendapat tantangan besar yaitu terpengaruhnya masyarakat muslim oleh golongan lain, seperti PKI (Partai Komunis Indonesia) yang berkeyakinan atheis. Selain itu, PKI adalah partai radikal karena beranggapan bahwa yang bukan masuk komunis atau turut terdoktrinasi komunis “bukanlah rakyat”. Hal tersebut menyebabkan berbagai gerakan kebudayaan menentangnya, salah satunya adalah Buya Hamka yang melakukan penolakan dengan menerbitkan majalah “ Gema Islam” yang berisikan sindiran terhadap pemerintah yang cenderung berpihak pada PKI.
Kepopuleran karya-karya Buya Hamka dan keberaniannya dalam menyindir pemerintah mengakibatkan banyak penulis lain melakukan tuduhan plagiat kepada Buya Hamka. Salah satunya adalah Pramoedya Ananta Toer yang menerbitkan rubrik sastra Bintang Timur Hari. Ia menuduh Buya Hamka melakukan plagiat terhadap karya Musthafa Luthfi Al-Manfaluthi dalam bukunya yang berjudul Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck. Tujuan dari semua tuduhan itu adalah untuk menurunkan semangat Buya Hamka dalam menciptakan berbagai karya tulis yang berpengaruh bagi pemerintah.
Berbagai masalah muncul dan ketegangan semakin memuncak pada waktu itu, PKI semakin kuat karena didukung oleh pemerintah. Oleh karena itu, terjadi persaingan antara PKI dan militer dalam kekuasaan di pemerintahan. PKI semakin sering melakukuan kegiatan radikal untuk mempertahankan kekusaannya. Semua orang terancam pada saat itu, sehingga berbagai kelompok anti-komunis bemunculan dan memberontak serta bergabung dengan militer untuk menghapus rezim komunis. Sejak saat itulah komunis terhapus dari Indonesia.
6.Orde Baru
Orde Baru adalah masa kebebasan beragama umat di Indonesia. Partai berbasis agama yang dianggap menyimpang dari UUD dan Pancasila dihapus seperti PKI dan Masyumi. Hal ini diakibatkan oleh didikan barat yang masuk ke Indonesia. Pernyataan itu muncul karena adanya trauma terhadap partai Darul Islam yang bertujuan membuat Indonesia menjadi negara Islam. Buya Hamka menolak gagasan terbentuknya negara Islam dibuktikan dalam persetujuaanya untuk mengubah sila pertama Pancasila yang terdapat di Piagam Jakarta.
Pada saat orde baru, Buya Hamka diangkat menjadi ketua umum MUI Sebagai ketua umum, Buya Hamka harus membuat keputusan atas berbagai perkara yang dihadapi oleh umat Islam di Indonesia. Jadi MUI dan Buya Hamka harus membuat berbagai fatwa yang mencerminkan hasil argumentasi antara berbagai aliran Islam, misalnya Buya Hamka mengeluarkan fatwa sesama umat tidak boleh merayakan hari besar agama lain. Dalam hal ini Buya Hamka melakukan berbagai cara untuk mempertahankan kemurnian Islam dengan mengeluarkan fatwa tersebut, seperti umat Islam tidak boleh merayakan hari natal atau hari besar umat Kristen.
Dari berbagai masalah itulah, Buya Hamka membuat kitab Tafsir agar umat Islam bisa mengerti Al-Qur’an dan menjadikannya pedoman dalam kehidupan. Karya puncak Buya Hamka ini diberi judul Tafsir Al-Azhar. Hamka berpendapat bahwa tafsir bukan hanya mambawa Alquran pada bahasa pribumi tetapi juga menyatakan keberpihakan dalam argumentasi teologis antar ulama zamannya dengan hal ini dia bertujuan menyampaikan Islam untuk Indonesia. Beliau menjelaskan setiap ayat dengan sangat rinci . Hamka juga menggunakan sudut pandang teologi “ Islam untuk Indonesia” sehingga berhubungan dengan kehidupan sehari-hari atau pembentukan masyarakat muslim di Indonesia.
peresume SMA Nuris Jember: Zulfa Maulida, Nais Septia Ningrum, Elya Rahmawati.