Pesatnya arus media informasi tidak bisa dibendung. Terlebih dengan terbukanya sekat-sekat kehidupan sosial di seluruh belahan dunia. Semua bisa mengakses dan mengetahui apa yang terjadi di dunia luar. Bahkan, daun kering yang jatuh di belahan dunia bagian barat, pada saat itu pula bisa diketahui oleh kita yang berada di belahan dunia bagian timur. Positif-negatifnya pun mulai mengemuka. Salah satunya, dengan banyak tersebarnya berita palsu, atau yang lebih dikenal dengan Hoax. Bagaimana seharusnya kita menghadapi kondisi yang serba membingunkan ini? Redaksi Majalah Nuris mewawancarai Ustadz Alil Wafa, pemimpin redaksi Sidogiri Media. Berikut paparan selengkapnya.
1.Saat ini berita palsu (Hoax) seakan menjadi hidangan pasti setiap hari. Kalau dilihat dari kaca mata sejarah, Ustadz?
Menyebarkan berita palsu atau hoax memang sudah menjadi hobi orang-orang yang tidak bertanggungjawab. Kalau diruntut dari sejarah awal penciptaan manusia, Nabi Adam dan Ibnu Hawa diusir dari surga karena Hoax yang dibawa oleh Iblis. Dengan segala upaya Iblis meyakinkan kepada Nabi Adam dan Ibu Hawa bahwa apa yang dikatakannya adalah benar. Sehingga keduanya pun percaya dan dikeluarkan dari surga.
Di masa Rasulullah, kita mengenal Abdullah bin Ubai yang gencar menyebarkan hoax di kalangan masyarakat Madinah. Bahkan, Ummul-Mukminin Sayyidah Aisyah juga menjadi bahan hoax yang dia dan kroni-krononya sebarkan. Sehingga Rasulullah menyebut mereka sebagai kaum munafik, dan selalu memusuhi Islam dari dalam.
(Baca juga: Wanita Adalah Tiang Negara)
Beberapa tahun yang lalu, sebelum semaraknya sosmed seperti sekarang. Hoax juga sudah disebarkan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab. Biasanya mereka menyebarkannya melalui SMS atau pesan singkat. Banyak masyarakat yang percaya dan tertipu dengan hoax-hoax itu.
Dan sekarang, dengan pesatnya teknologi informasi, dengan adanya sosial media yang ada dalam genggaman, tentu akan dimanfaatkan oleh orang-orang yang tidak bertanggungjawab itu untuk terus menyebarkan hoax. Perbandingannya, di masa lalu saja, Iblis yang sangat kesulitan untuk bisa masuk ke dalam surga masih mencoba menyebarkan hoax,apalagi saat ini, dimana kebebasan menyebarkan informasi sangat terbuka lebar tanpa batas. Tentu mereka akan semakin gencar lagi.
2. Kira-kira motif mereka menyebarkan Hoax apa?
Ya motifnya banyak. Sama seperti otang berbohong, motifnya apa? Banyak. Ada yang karena terpaksa. Ada yang memang disengaja. Tapi kalau melihat dari realita yang ada, kebanyakan motif mereka adalah ingin menjatuhkan atau melawan orang yang tidak mereka sukai. Misalnya dalam isu politik saat pilkada, berita hoax biasanya akan sangat banyak menyebar.
Tapi ada pula yang hanya ikut-ikutan. Mereka membaca sebuah berita hoax. Tidak tahu itu benar atau salah. Kemudian ikut membagikan atau ikut menyebarkannya. Itu sangat banyak ditemukan di masyarakat kita sekarang. Utamanya dengan adanya sosial media yang sudah sangat memasyarakat.
3. Cara paling mudah untuk mengenalinya?
Dalam suatu kondisi, berita hoax sangat sulit dikenali. Tapi biasanya, berita hoax itu bisa dikenalidengan beberapa indikasi, misalnya sumber beritanya kurang bisa dipercaya, foto atau video di dalam berita tersebut merupakan rekayasa, fotonya tidak sesuai dengan isi berita. Biasanya mengandung unsur politik ataus SARA, menggunakan kalimat-kalimat provokatif dan sering mendapat komentar negatif.
Setidaknya untuk menghindari berita hoax seperti itu, kita jangan mudah percaya sebuah berita, utamanya yang banyak meresahkan masyarakatsecara umum. Bila masih ada kemungkinan untuk mengklarifikasi,maka alangkah baiknya mengklarifikasi kebenaran berita itu.
4. Adakah dampak negatif yang akan sangat berbahaya dengan adanya berita hoax ini?
Ya jelas, berita hoax memang disebarkan dengan tujuan itu. Biasanya untuk menciptakan suasana tegang dan tidak kondusif, ingin mengadu domba satu kelompok dengan kelompok yang lain, atau ingin menjatuhkan reputasi dari orang yang diberitakan bohong tersebut. Intinya, berita hoax akan menjadikan kita sering berbutuk sangka pada orang lain. Itu sangat bahaya.