Soal : Dalam kitab Safinal al-Najah disebutkan bahwa fardhu wudhu’ ada enam, padahal Alquran hanya menjelaskan empat saja. Apakah yang dijadikan landasan dalil hal tersebut?
Jawab : Ayat Alquran yang menjelaskan tentang wudhu’ adalah:
يآ أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلَاةِ فَاغْسِلُوْا وُجُوْهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوْا بِرُؤُوْسِكُمْ وَأَرْجُلِكُمْ إِلَى الْكَعْبَيْنِ (المائدة : ٦)
“Wahai orang-orang yang beriman, apabila kalian mau mengerjakan shalat, maka basuhlah wajah dan kedua tangan sampai siku kalian, usaplah kepala kalian dan basuhlah kedua kaki sampai mata kaki kalian. “(QS. Al-Ma’idah, 6)
(Baca juga: Menyentuh Alquran)
Dalam ayat ini, dengan rinci Alquran menjelaskan fardhu-fardhu wudhu’ yaitu membasuh muka, membasuh kedua tangan sampai siku, mengusap sebagian kepala dan membasuh kaki sampai mata kaki. Lalu, para fuqaha’ menambahkan niat dan tertib sebagaai fardhu wudhu’.
Tentang niat, para ulama berpedoman pada Hadits Nabi Muhammad SAW:
عَنْ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ، قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : إِنَّمَا اْلأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ (صحيح البخاري، رقم ٥٢)
“Diriwayatkan dari ‘Umar bin Khaththab RA, dia berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya segala amal perbuatan itu bergantung pada niat (maksud)nya.” (Shahih al-Bukhari).
(Baca juga: Menyentuh Lain Jenis yang Bukan Mahram-nya)
Sedangkan tertib dijadikan sebagai rukun wudhu’ yang keenam, karena ayat yang menjelaskan tentang wudhu’ disebutkan secara runtut. Demikian pula Nabi Muhammad SAW jika berwudhu selalu melakukannya dengan tertib, yaitu kepala dan membasuh kedua kaki. Sebagaimana yang dijelaskan dalam kitab al-Fiqh al-Manhaji:
وَاحْتَجَّ الْأَصْحَابُ (عَنْ وُجُوْبِ التَّرْتِيْبِ فِي الْوُضُوْءِ) مِنَ السُّنَّةِ بِالْأَحَادِيْثِ الصَّحِيْحَةِ الْمُسْتَفِيْضَةِ عَنْ جَمَاعَاتٍ مِنَ الصَّحَابَةِ فِي صِفَةِ وُضُوْءِ النَّبِي – صلى الله عليه وسلم -، وَكُلُّهُمْ وَصَفُوْهُ مُرَتَّباً، مَعَ كَثْرَتِهِمْ وَكَثْرَةِ الْمَوَاطِنِ الَّتِي رَأَوْهُ فِيْهَا، وَكَثْرَةِ اخْتِلاَفِهِمْ فِي صِفَاتِهِ فِي مَرَّةٍ وَمَرَّتَيْنِ وَثَلاَثٍ وَغَيْرِ ذَلِكَ، وَلَمْ يَثْبُتْ فِيْهِ ـ مَعَ اخْتِلاَفِ أَنْوَاعِهِ ـ صِفَةٌ غَيْرُ مُرَتَّبَةٍ، وَفِعْلُهُ – صلى الله عليه وسلم – بَيَانٌ لِلْوُضُوْءِ الْمَأْمُوْرِ بِهِ، وَلَوْ جَازَ تَرْكُ التَّرْتِيْبِ لَتَرَكَهُ فِي بَعْضِ الْأَحْوَالِ لِبَيَانِ الْجَوَازِ، كَمَا تَرَكَ التِّكْرَارَ فِي أَوْقَاتٍ. (الفقه المنهجي، ج : ١، ص : ٥٦)
“Kalangan Syafi’iyyah ber-hujjah (berdalil) dengan berbagai Hadits Shahih yang diriwayatkan dari beberapa kelompok sahabat tentang cara Nabi SAW berwudhu’. Semuanya mengatakan bahwa Babi SAW berwudhu’ secara berurutan (tertib). Padahal jumlah mereka banyak, tempat mereka melihat Nabi berwudhu’ berbeda-beda, mereka sering berselisih pendapat tentang cara Nabi berwudhu’ apakah satu, dua, ataukan tiga kali, dan sebagainya. Akan tetapi tidak terbukti dengan aneka macam perbedaan itu cara Nabi berwudhu’ dengan tidak tertib. Pekerjaan Nabi SAW itu merupakan penjelasan bagaimana wudhu’ yang diperintahkan itu. Andaikata meninggalkan tertib itu diperbolehkan, niscaya Nabi Muhammad SAW akan meninggalkannya pada suatu waktu untuk menjelaskan kebolehannya, sebagaiana beliau pernah meninggalkan mengulang-ulang (basuhan dan usapan) pada waktu-waktu tertentu. “(Al-Fiqh al-Manhaji, juz 1, hal 56)
Hal ini diperkuat oleh sabda Rasulullah SAW:
اِبْدَؤُوْا بِمَا بَدَأَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ بِهِ ( مسند أحمد، رقم ١٤٧٠٧)
“Hendaklah kalian memulai (pekerjaan) sesuai dengan aa yang telah dimulai oleh Allah SWT”. (Musnad Ahmad bin Hanbal, [14707]).
Dari sini menjadi jelas bahwa fardhu wudhu’ ada enam. Empat fardhu dijelaskan dalam Alquran yaitu membasuh muka, kedua tangan, mengusa kepala, dan membasuh kedua kaki, sedangkan dua fardhu yang lain, yakni niat dan tertib ditegaskan dalam Hadits Nabi Muhammad SAW.
Sumber: KH Muhyiddin Abdusshomad. 2010. Fiqih Tradisionalis. Surabaya: Khalista.