Berdiri untuk menghormati sesuatu sebetulnya sudah menjadi tradisi kita. Bahkan, tidak jarang orang berdiri untuk menghormati benda mati. Misalnya, setiap kali upacara bendera dilaksanakan pada hari Senin, setiap tanggal 17 Agustus, maupun pada waktu yang lain, ketika bendera merah putih dinaikkan dan lagu Indonesia Raya dikumandangkan, maka seluruh peserta upacara diharuskan berdiri. Tujuannya tidak lain hanya untuk menghormat bendera merah putih dan mengenang jasa para pejang bangsa.
(baca juga: Membaca Tasbih dan Tahmid ketika Ruku’ dan Sujud)
Maka demikian pula dengan berdiri ketika membaca shalawat. Itu adalah salah satu bentuk penghormatan kepada nabi Muhammad SAW, sebagai hamba Allah SWT yang paling mulia. Nabi bersabda:
عَنْ أَبِي سَعِيْدٍ الْخُدْرِي قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم لِلْأَنْصَارِ، قُوْمُوْا إِلَى سَيِّدِكُمْ أَوْ خَيْرِكُمْ ( رواه مسلم، ٣٣١٤)
“Sari Abi Sa’id Al- Khudri beliau berkata, “Rasulullah SAW bersabda pada sahabat Anshar , “Berdiriah kalian untuk tuan kalian atau yang paling baik di antara kalian.” (HR. Muslim [3314]).
(baca juga: Keistimewaan Membaca Al-Qur’an Pada Bulan Ramadhan)
Sayyid Muhammad bin Alawi al-Maliki menyatakan bahwa Imam al-Barzanji di dalam kitab Maulid-nya yang berbentuk prosa menyatakan, “Sebagian para imam ahli hadits yang mulia itu menganggap baik (istishan) berdiri ketika disebutkan sejarah keilmuan Nabi betapa beruntungna orang yang mengagungkan Nabi dan menjadikan hal itu sebagai puncak tujuan hidupnya.” (Al-Bayan wa al-Ta’rif fi Dzikra al-Mawlid al-Nabawi, hal. 29-30).
Sumber: KH Muhyiddin Abdusshomad. 2008. Hujjah NU. Surabaya: Khalista.