Ibnu Taimiyyah mengatakan dalam kitab Fatawanya , Sesuai dengan kesepakatan para imam bahwa mayit dapat memperoleh manfaat dari semua ibadah, baik ibadah badaniyah seperti shalat, puasa, membaca al-Qur’an, ataupun ibadah maliyah seperti sedekah dan lain-lainnya. Hal yang sama juga berlaku untuk orang yang berdoa dan membaca istighfar untuk mayit”. (Hukum al-Syari’ah al-Islamiyah fi Ma’tam al-Arba’in, hal 36).
Mengutib dari kitab Syarh al-Kanz, Imam al-Syaukani juga menyatakan bahwa seseorang boleh menghadiahkan pahala perbuatan yang ia kerjakan kepada orang lain, baik berupa shalat, puasa , haji, shadaqah, bacaan al-Qur’an atau semua bentuk perbuatan baik lainnya, dan pahala perbuatan tersebut sampai kepada mayit dan memberi manfaat kepada mayit tersebut menurut ulama Ahlussunnah. (Nail al-Awthar, juz IV, hal. 142).
Ada banyak dalil al-Qur’an atau hadits yang menjelaskan hal ini. Diantaranya adalah firman Allah
وَالَّذِينَ جَاءُوا مِن بَعْدِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلًّا لِّلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوفٌ رَّحِيمٌ (الحشر : ١٠)
“Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshar), mereka berdoa, “ Ya Tuhan kami, ampunilah kami dan orang-orang yang mendahului kami (wafat) dengan membwa iman. Dan janganlah Engkau memberikan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman. Ya Tuhan kami, sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayan.” (QS.al-Hasyr:10).
(baca juga: Hadits Tentang Semua Bid’ah Adalah Sesat)
Dalam sebuah hadits shahih disebutkan
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا: أَنَّ رَجُلاً أَتَى النَّبِيَّ صلَّى الله عليه وسلَّم، فَقَالَ يَا رَسُولَ اللهِ إِنَّ أُمِّيَ افْتُلِتَتْ نَفْسُهَا، وَأَظُنُّهَا لَوْ تَكَلَّمَتْ تَصَدَّقَتْ؛ فَهَلْ لَهَا أَجْرٌ إِنْ تَصَدَّقْتُ عَنْهَا؟ قَالَ: نَعَمْ. (رواه مسلم : ١٦٧٢)
“Dari Aisyah-radhiyallahu’anha, “Seorang laki-laki bertanya kepada Nabi “Ibu saya meninggal dunia secara mendadak dan tidak smpat berwasiat. Saya menduga seandainya ia dapat berwasiat, tentu ia akan bersedakah. Apakah ia akan mendapat pahala saya bersedekah atas namanya?” Nabi menjawab, “Ya”. (HR.Muslim [1672])
Hadits tersebut di atas menegaskan bahwa pahala shadaqah itu sampai kepada ahli kubur. Sementara di hadits shahih yang lain dijelaskan bahwa shadaqah tidak hanya berupa harta benda saja, tapi juga dapat berwujud bacaan dzikir seperti kalimat La Ilaha ilallah, subhanallah, dan lain-lain sebagaimana disebutkan dalam hadits shahih berikut ini:
عَنْ أَبِي ذَرٍّ أَنَّ نَاسًا مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالُوا لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَا رَسُولَ اللَّهِ ذَهَبَ أَهْلُ الدُّثُورِ بِالْأُجُورِ يُصَلُّونَ كَمَا نُصَلِّي وَيَصُومُونَ كَمَا نَصُومُ وَيَتَصَدَّقُونَ بِفُضُولِ أَمْوَالِهِمْ قَالَ أَوَ لَيْسَ قَدْ جَعَلَ اللَّهُ لَكُمْ مَا تَصَّدَّقُونَ إِنَّ بِكُلِّ تَسْبِيحَةٍ صَدَقَةً وَكُلِّ تَكْبِيرَةٍ صَدَقَةً وَكُلِّ تَحْمِيدَةٍ صَدَقَةً وَكُلِّ تَهْلِيلَةٍ صَدَقَةً. (رواه مسلم : ١٦٧٤)
“Dari Abu Dzarr, ada beberapa sahabat berkata kepada Nabi “ Ya Rasulullah, orang-orang yang kaya bisa (beruntung) mendapatkan banyak pahala. (Padahal) mereka shalat seperti kami shalat. Mereka berpuasa seprti kami berpuasa. Mereka bersedekah dengan kelebihan harta mereka. Nabi menjawab, “Bukanlah Allah telah menyediakan untukmu sesuatu yang dapat kamu sedekahkan? Sesungguhnya setiap satu tasbih (yang kamu baca) adalah sedekah, dan setiap tahlil adalah sedekah.”(HR.Muslim[1674]).
(baca juga: Mahallul-Qiyam (Berdiri Ketika Membaca Shalawat))
Ayat dan hadits-hadits di atas sekaligus juga menunjukkan bahwa menurut Ahlusunnah Wal Jamaah,Ukhuwwah Islamiyyah itu tidak terputus karena kematian. Maka menolong ahli kubur dengan do’a dan shadaqah yang diwujudkn dalam bentuk Tahlilan dan sebagainya itu pahalanya akan sampai kepada mereka. Hal ini berbeda dengan Mu’ tazilah yang sama sekali tidak meyakini sampainya hadiah pahala kepada orang yang telah meninggal dunia baik berupa do’a ataupun yang lain. (Lihat, al-Ruh, hal. 117)
Seseorang yang beriman ketika sudah ada hadits shahih yang menyatakan sampainya pahala kepada orang yang telah meninggal dunia tentu tidak akan ragu lagi untuk meyakininya.
Dalil-dalil inilah yang dijdikan dasar oleh para ulama tentang sampainya pahala bacaan al-Qur’an, tasbih,tahlil, shalawat yang dihadiahkan kepada orang yang meninggal dunia. Begitu pula dengan sedekah dan amal baik lainnya.
Mengenai sebagian riwayat Imam al-Syafi’i yang mengatakan hadiah pahala itu tidak akan samapai kepada orang yang telah meninggal dunia, Syaikhul Islam Zakariyya al-Anshari salah seorang tokoh utama dalam madzhab al-Syafi’i, menyatakan bahwa yang dimaksud oleh pendapat Imam al-Syafi’i itu adalah apabila tidak dibaca di hadapan mayit serta pahalanya tidak diniatkan sebagai hadiah, atau berniat tetapi tidak membaca doa sesudah bacaan al-Qur’an tersebut. (Hukm al-Syari’ah al-Islamiyyah fi Ma’tam al-Arba’in, hal.43)
Kesimpulan ini dimunculkan karena ternyata Imam al-Syafi’i pernah berziarah ke makam Imam Layts bin Sa’ad kemudian beliau mengkhatamkan al-Qur’an. Lalu beliau berkata, “Saya berharap semoga perbuatan seperti ini tetap berlanjut dan senantiasa dilakukan.” (al-Dzakhirah al-Tsaminah, hal.64). bahkan dala kesempatan lain Imam al-Syafi’i menyatakan “Disunnahkan membaca sebagian ayat al-Qur’an di dekat mayit, dan lebih baik lagi jika mereka (pelayat) membaca al-Qur’an sampai khatam.” (Dalil Al-Falihin, juz VI, hal.103).
Sejalan dengan apa yang dilakukan olrh Imam al-Syafi’i di makam Imam Layts bin Sa’ad, sekaligus mengukuhkan kebenaran perbuatan Imam al-Syafi’i tersebut, Muhammad bin Abdul Wahhab mengutip sebuah hadits yang menjelaskan tentang tata cara melakukan ziarah kubur, yang menegaskan bahwa pahala bacaan tersebut bermanfaat kepada si mayyit, juga pada orang yang membacanya.
“Al-Zanjani meriwayatkan sebuah hadits marfu’ riwayat Abi Hurairah, “Barangsiapa yang memasuki komplek pemakaman, lalu membaca surat al-Fatihah, al-Ikhlas, al-hakumuttakatsur, kemudian berdoa “Aku menghadiahkan pahala apa yang aku baca dari firman-Mu kepada ahli kubur muslimin dan muslimat, maka semua ahli kubur itu akan membantu ia di hadapan Allah SWT di hari kiamat.” Dan Abdul Aziz murid Imam al-Khallal meriwayatkan sebuah hadits marfu’ dari Anas, “Barangsiapa yang masuk pemakaman, kemudian membaca surat Yasin, maka Allah SWT akan meringankan dosa-dosa ahli kubur itu, dan ia akan mendapatkan kebaikan sebanyak ahli kubur yang ada ditempat itu.” (Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab, Ahkam Tamanni al-Mawt, hal.75).
Kaitannya dengan firman Allah SWT:
وَأَنْ لَيْسَ لِلْإِنْسَانِ إِلَّا مَا سَعَى ( النجم : ٣٩)
”Dan bahwa seorang manuis tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya. (QS.al-Najm: 39).
Ibnu Qayyim al-Jawziyyah mengutip pendapat Abi al-Wafa bin ‘Aqil al-Hanbali yang menjelaskan jawaban yang paling baik tentang ayat ini, bahwa manusia dengan usahanya sendiri dan juga karena pergaulannya yang baik dengan dengan orang lain, ia akan memperoleh banyak teman, melahirkan keturunan, menikahi perempuan, berbuat baik serta mencintai sesama. Maka semua teman, turunannya dan keluarganya tentu akan menyayangi kemidian menghadiahkan pahala ibadahnya (ketika telah meninggal dunia). Maka hal itu pada hakikatnya merupakan hasil usahanya sendiri. (Ibnu al-Qayyim, al-Ruh, hal.143).
Dari sini maka kita harus yakin bahwa menghadiahkan pahala ibadah kepada orang yang meninggal dunia itu ada manfaatnya, karena dengan izin Allah SWT akan sampai kepada orang yang dimaksud.
Jika Allah SWT telah mengabulkan doa yang dipanjatkan itu, lalu siapakah yang berani mengatakan pahala al-Qur’an serta dzikir itu tidak sampai kepada orang yang meninggal dunia? Pasti pahala bacaan tersebut akan sampai kepada ahli kubur yang dimaksud.
Sumber: KH Muhyiddin Abdusshomad. 2008. Hujjah NU. Surabaya: Khalista.