Tarji’ dalam Adzan

Soal:

Adzan merupakan perbuatan yang disunnnahkan sebelum melaksanakan shalat lima waktu. Di samping berfungsi untuk memberitahukan masuknya waktu shalat, adzan juga diperuntukkan sebagai sarana untuk menampakkan syi’ar Islam. Nah, dalam adzan ada beberapa perbuatan yang disunnahkan. Di antaranya adalah tarji’. Lalu apakah itu tarji’?

Jawab:

Mengumandangkan adzan merupakan salah satu perbuatan yang memiliki fadhilah yang sangat besar. Imam al-Ghazali dalam kitabnya yang sangat terkenal Ihya’ Ulum al-Din menyitir hadits yang menjelaskan keutamaan seorang muadzdzin. Beliau menuturkan:

ثَلَاثٌ يَوْمَ الْقِيَامَةِ عَلَى كَثِيْبٍ مِنْ مِسْكٍ أَسْوَدَ لاَ يُهُوْلُهُمْ ْحِسَابٌ وَلا يَنَالُهُمْ فَزَعٌ حَتَّى يَفْرُغَ مِمَّا بَيْنَ النَّاسِ : رَجُلٌ قَرَأَ الْقُرْآنَ ابْتِغَاءَ وَجْهِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ وَأَمَّ بِقَوْمٍ وَهُمْ بِهِ رَاضُوْنَ ، وَرَجُلٌ أَذَّنَ فِي مَسْجِدٍ وَدَعَا إِلَى اللَّهِ عَزَّ وَجَل ابْتِغَاءَ وَجْهِ اللَّهِ ، وَرَجُلٌ ابْتُلِيَ بِالرِّزْقِ فِي الدُّنْيَا ، فَلَمْ يُشْغِلْهُ ذَلِكَ عَنْ عَمَلِ الآخِرَةِ (إحياء علوم الدين، ج ١ ص ١٤٥)

“Di akhirat kelak, ada tiga golongan yang dekat dari minyak misik yang hitam. Mereka tidak akan terpengaruh oleh hisab (perhitungan amal manusia), dan mereka tidak akan merasakan ketakutan yang dialami manusia lainnya. (Pertama) adalah seorang laki-laki yang membaca Alquran murni semata-mata karena Allah SWT, keumudian menjadi imam yang disetujui ma’mumnya. (Kedua), seorang laki-laki yang adzan di Masjid, mengajak manusia untuk menuj jalan Allah SWT. ((a melakukan itu ) semata-mata mengharap ridha Allah SWT. Dan (ketiga) seorang laki-laki yang diberi rizki dunia yang banyak oleh Allah SWTM namun riski tersebut tidak sampai melupakannya untuk melaksanakan perbuatan akhirat.”(Ihya’Ulum al-Din juz I, hal: 45)

Begitulah ternyata mengumandangkan adzan itu memiliki fadhilah yang sangat besar, dan ulama Syafi’iyyah beranggapan bahwa di antara perbuatan yang disunnahkan ketika adzan adalah taeji’. Tentang tarji’ itu, Imam Nawawi al-Bantani menyebutkan:

(وَتَرْجِيْعٌ) بِأَنْ يَأْتِيَ بِالشَّهَادَتَيْنِ كُلَّ وَاحِدَةٍ مَرَّتَيْنِ بِخَفْضِ صَوْتٍ قَبْلَ رَفْعِ الصَّوْتِ بِهِمَا فَيَأْتِيَ بِأَرْبَعٍ وَلَاءً (نهاية الزين، ٩٦)

 “Yang disebut tarji’ adalah membaa dua kalimat syahadat dengan suara pelan-pelan, sebelum mengumandangkannya secara keras. Masing-masing dibaca dua kali. Karena itu, seseorang membaca empat bacaab (asyhadu an la ilaha illahhah dua kali, dan asyadua anna muhammadar Rasulullah dua kali) secara berurutan.” (Nihayah al Zain, 96).

Kesunnnahan ini diperoleh dari hadits yang diriwatkan oleh Imam Muslim:

عَنَ أَبِي مَحْذُوْرَةَ أَنَّ النَّبِيَّ – صلى الله عليه وسلم – عَلَّمَهُ هَذَا الْأَذَانَ: ” اَللَّهُ أَكْبَرُ اَللَّهُ أَكْبَرُ، أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللَّهِ، أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللَّهِ. ثُمَّ يَعُوْدُ فَيَقُوْلُ: أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللَّهِ، أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللَّهِ، حَيَّ عَلَى الصَّلاَةِ (مَرَّتَيْنِ)، حَيَّ عَلَى الْفَلَاحِ (مَرَّتَيْنِ)”. زَادَ إِسْحَاقُ: اَللَّهُ أَكْبَرُ اَللَّهُ أَكْبَرُ لاَ إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ. (صحيح مسلم، رقم ٥٧٢)

“Dari Abi Mahdzurah, bahwa sesungguhnya Nabi Muhammad SAW mengajarkan kepadanya Adzan ini. (yakni):

أَكْبَرُ اَللَّهُ أَكْبَرُ

أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ  أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ

 أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللَّهِ  أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللَّهِ

Kemudian diulangi lagi,

أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ   أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ

شْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللَّهِ   أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللَّهِ

 

Kemudian membaca, ، حَيَّ عَلَى الصَّلاَةِ dua kali, dan membaca حَيَّ عَلَى الْفَلَاحِ dua kali. Imam Ishaq menambah dengan:  اَللَّهُ أَكْبَرُ اَللَّهُ أَكْبَرُ لاَ إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ (Shahih Muslim, [572])

Atas dasar hadits ini mayoritas ulama mengatakan bahwa tarji’ ketika adzan hukumnya sunnah. Imam Nawawi mengatakan:

وَفِي هَذَا الْحَدِيْثِ حُجَّةٌ بَيِّنَةٌ وَدِلاَلَةٌ وَاضِحَةٌ لِمَذْهَبِ مَالِكٍ وَالشَّافِعِيِّ وَأَحْمَدَ وَجُمْهُوْرِ الْعُلَمَاءِ أَنَّ التَّرْجِيْعَ فِي الْأَذَانِ ثَابِتٌ مَشْرُوْعٌ. (صحيح مسلم بشرح النووي، ج ٤ ص ٧١)

“Hadits ini menjadi dalil dan bukti nyata bagi madzhab Malik, Syafi’i Ahmad dan jumbur ulama bahwa tarji’ dalam adzan merupakan perbuatan yang disyari’atkan.” (Shahuh Muslim biSyarh al-Nawawi, juz IV, hal : 71)

Sumber: KH Muhyiddin Abdusshomad. 2010. Fiqih Tradisionalis. Surabaya: Khalista.

Related Post