Penulis: Abda’i R/MN
Pada zaman dahulu ada seorang raja yang memiliki empat orang permaisuri. Namanya raja, tentu memilih wanita yang cantik-cantik sebagai permaisurinya. Hanya saja Sang Raja memperlakukan keempat permaisurinya tidak adil. Sang Raja mencintai permaisuri termudanya (yang nomor empat) sangat berlebihan. Ia pun selalu berusaha memenuhi segala kebutuhan dan permintaan permaisuri termuda ini hanya memenuhi hasratnya dan meraih cintanya. Sedangkan permaisuri ketiga, Sang Raja juga mencintainya. Hanya Sang Raja merasakan, bahwa permaisuri ketiga ini terkadang meninggalkannya untuk memenuhi kebutuhan orang lain. Lain halnya dengan permaisuri kedua. Ia selalu menjadi tumpuan Sang Raja setiap menghadapi kesulitan. Ia pun selalu mendengarkan dan memperhatikan keluh kesah Sang Raja dalam setiap menghadapi kesulitan. Bahkan tidak jarang, permaisuri kedua ini seringkali merasa prihatin dengan kesulitan yang dihadapi Sang Raja suaminya.
Sedangkan permaisuri pertama dan tertua, Sang Raja tidak pernah memperhatikannya. Hak-haknya sebagai permaisuri pun tidak pernah dipenuhi oleh suaminya. Kehidupannya terbengkalai akibat korban ketidakadilan suaminya terhadap permaisuri-permaisurinya. Padahal permaisuri pertama ini sangat mencintai Sang Raja. Dan dia pula yang berperan besar dalam menjaga kerajaannya.
(baca juga: Lautan Bawah Lantai)
Suatu saat Sang Raja mengalami sakit keras. Ia pun merasakan bahwa ajalnya sudah di ambang pintu. Maut akan segera menjemputnya. Akhirnya Sang Raja berpikir, “Aku sekarang memiliki empat orang permaisuri. Sebentar lagi maut akan segera menjemputku. Aku tidak mungkin pergi ke alam kubur sendirian.” Demikian pikiran yang menggelayut dalam benaknya.
Sang Raja memanggil Permaisuri termudanya yang memang sangat dimanjanya, sehingga semua permintaan dan kebutuhan selalu dipenuhinya. Raja berkata kepadanya, “Aku sangat mencintaimu melebihi permaisuriku yang lain. Aku telah memenuhi segala keinginan dan permintaanmu. Namun kini sepertinya ajal akan segera menjemputku. Sekarang aku bertanya kepadamu, apakah kamu rela bersamakau sebagai pendamping dan penghiburku nanti di alam kubur?” Sang permaisuri menjawab, “Ini tidak mungkin terjadi.” Segera permaisuri itu meninggalkan Sang Raja yang tekulai lemas tidak berdaya itu tanpa menampakkan rasa kasih sayang sedikitpun.
Lalu Sang Raja memanggil permaisuri ketiga dan berkata kepadanya, “Aku mencintaimu semumur hidupku. Sekarang ajalku sudah diambang pintu. Bersediakah kamu menemaniku di alam kubur nanti?” Permaisuri ketiga menjawab, “Tentu saja tidak. Hidup ini sangat indah. Dan setelah kematianmu, aku akan segera pergi menikah dengan laki-laki lain.”
(baca juga: Kayu Bakar untuk Ayah)
Lalu Sang Raja memanggil permaisuri kedua dan berkata kepadanya, “Selama hidupku aku mengadu dan mengeluh kepadamu dalam setiap kesulitan yang aku hadapi. Telah begitu banyak pengorbananmu untukku. Dan selama ini kamu selalu setia membantuku. Sekarang aku akan bertanya kepadamu, bersediakah kamu menemaniku di alam kubur nantu?” dengan penuh perhatian dan lemah lembut permaisuri ini menjawab, “Maafkan aku suamiku. Aku tidak mungkin memenuhi permintaanmu. Aku hanya bisa mengantarmu nanti sampai ke kuburmu.” Tiba-tiba Sang Raja mendengar suara dari kejauhan, “Aku siap menemaniny di alam kuburmu nanti, aku akan selalu bersamamu kemana pun kamu pergi.” Ternyata ia adalah permaisuri pertamanya yang sudah kurus kering dan sakit-sakitan karena tidak pernah diperhatikan oleh Sang Raja. Akhirnya Sang Raja menyesal telah menelantarkan permaisuri pertamanya. (Dikutip dan diterjemahkan dari http:cb.rayaheen.net)