Soal:
Sudah menjadi tradisi masyarakat, setiap kali ada pertemuan, mesti ditutup dengan pembacaan shalawat. Seakan-akan shalawat tersebut menjadi aba-aba untuk perpisahan. Bagaimanakah hukumnya?
Jawab:
Membaca shalawat kepada Nabi Muhammad Saw memang dianjurkan oleh Allah Swt kepada umat Islam. minimal, 17 kali sehari semalam. Sebab membaca shalawat termasuk salah satu rukun shalat yang lima waktu. Di luar shalatpun kita dianjurkan untuk membaca shalawat. Di mana saja dan kapanpun kecuali tempat yang tidak layak, misalnya di kamar mandi. Demikian juga seusai pertemuan, sunnah membaca shalawat. Imam Sakhawi mencantumkan sebuah bab tentang membaca shalawat setelah pertemuan dalam kitabnya al-Qawl al-Badi Fi al-Shalah Ala al-Habib al-Syafi, yang artinya “Adapun (mengenai persoalan) membaca shalawat ketika akan bubar dari suatu pertemuan, maka ada hadits “ma jalasa qawmun” dan seterusnya”. (al-Qawl al-Badi Fi al-Shalah Ala Al-Habib al-Syafi, 242)
(baca juga: Mahallul-Qiyam (Berdiri Ketika Membaca Shalawat))
Kelanjutan hadits tersebut disebutkan dalam kitab Sunan al-Tirmidzi. Rasulullah Saw bersabda yang artinya ”Tidak ada pada satu kaum yang berkumpul dalam satu pertemuan kemudian mereka berpisah, tetapi mereka tidak berdzikir kepada Allah Swt dan tidak membaca shalawat kepada Nabi Muhammad Saw, kecuali mereka akan ditimpa penyesalan (kesedihan) pada hari kiamat kelak. Apabila Allah Swt berkehendak, maka akan menyiksa diri mereka. Dan jika Allah Swt berkenan, maka akan memberikan ampunan kepada mereka.” (Sunan al-Tirmidzi [3302])
(baca juga: Membaca Basmalah dalam Surat al-Fatihah)
Hadits ini menunjukkan bahwa membaca shalawat seusai pertemuan memang dianjurkan Rasulullah Saw. Oleh sebab itu, membaca shalawat ketika mau berpisah dalam satu pertemuan bukan hanya boleh hukumnya, bahkan sunnah dilakukan.
Sumber: KH Muhyiddin Abdusshomad. 2010. Fiqih Tradisionalis. Surabaya: Khalista.