Balada Guru di Zaman Pilu

Penulis: AliviaNA/MN

Guru sepatah kata namun memiliki berjuta peran. Guru hadir dengan berjuta cerita, berjuta asa, dan berjuta jasa. Setiap manusia memiliki guru yang asti berperan dalam catatan kesuksesan hidupnya. Mimpi-mimpi mulia yang mereka punya hanya tentang keberhasilan murid-muridnya. Ia akan bahagia melihat muridnya bahagia dan sebaliknya, ia akan bersedih ketika melihat mereka bersedih.

Seorang ilmuwan pun mampu menemukan teori-teorinya selain bereksperimen sendiri, ia memperoleh dari guru.Ulama yang sangat alim sekalipun, takkan terlepas dari peran guru dalam hidupnya. Mereka mulia, sangat mulia. Guru tidak mampu dijelaskan dengan deskripsi teori para ahli. Ia abadi di setiap hati. Ketulusan mereja mengalir bagai air di peraduan muara, yang terus meluas hingga lautan samudra. Bukan tentang jasa dengan uang yang saat ini marak diberikan. Namun, semua yang mereka lakukan, tidak akan sebanding dengan apa yang mereka dapatkan. Keseharian dengan meninggalkan keluarga untuk kesuksesan masa depan bangsa mereka lakukan tulus.

(baca juga: Pendidikan Harus Mengutamakan Nilai-Nilai Kejujuran)

Tak ada keraguan, walau bayaran yang mereka dapatkan tidak sebanding dengan artis yang kesehariannya menghibur tanpa tujuan. Milyaran nominal yang mereka dapatkan hanya dalam hitungan detik, namun milyaran hari ang dihabiskan oleh guru hanya mampu memperbaiki gubuk reotnya atau sepeda engkol tua yang dimilikinya. Cerita fakta pada zaman Soeharto lalu, sepanjang tahun 198 di daerah Jawa Timur khusunya Banyuwangi dan sekitarya, masyarakat NU mengalami kegetiran yang luar biasa, Guru-guru ngaji dibantai dan dibunuh dengan tragis. Di perguruan tinggi, mahasiswa berani membentak dosennya dalam aksi mengatasnamakan organisasina.

Harus disadari bersama bahwa guru adalah penentu kehidupan di masa depan. Jika nasib guru di Indonesia sejahtera maka masa depan anak-anak akan terjaga.Namun, tidak semua bisa menjadi guru  pendidik mereka harus memiliki kriteria-kriteria yang tepat, karena guru adalah contoh bagi semua muridnya. Sebagaimana pepatah lama mengatakan “Guru digugu, lan ditiru”.

Sedikit ulasan tentang guru, Imam al-Ghazali berpendapat bahwa guru yang dapat diserahi tugas mendidik adalah guru yang cerdas dan sempurna akahlnya, juga guru yang baik akhlaknya dan kuat fisiknya dengan kesempurnaan akal ia dapat memiliki berbagai ilmu pengetahuan secara mendalam dan dengan akhlaknya yang baik ia dapat menjadi contoh dan teladan bagi para muridnya, dan dengan kekuatan fisiknya ia dapat melaksanakan tugas mengajar, mendidik, dan mengarahkan anak-anak muridnya.

(baca juga: Olahraga Memanah dalam Pandangan Islam)

Pendapat Imam al-Ghazali tersebut salah satunya menjelaskan bahwa guru harus memiliki fisik yang kuat. Maka dari itu kesejahteraan guru harus diperhatikan. Agar tugasnya terlaksana dengan baik. Guru terlahir dengan keahlian masing-masing. Ada guru  di sekolah dasar, guru di sekolah menengah, hingga perguruan tinggi. Semuanya memiliki peran masing-masing. Namun seorang murid tidak memiliki erbedaan jenjang untuk menghargai dan menghormati mereka, karena tidak ada istilah mantan guru atau mantan murid.

 

Related Post