Di balik Lemah Genggam Wanita, Pendidikan Pertama Tercipta
Penulis: Lailiyatur Rohmah, S.Sy*
Pesantren Nuris – Wanita, tak bisa melepaskan dirinya dari kodrat menjadi seorang ibu. Menjadi ibu, otomatis ia menjadi madrasah pertama dan utama bagi buah hatinya. Ibu berpengaruh besar terhadap bagaimana akhlak anaknya, bagaimana agamanya, bagaimana ia tumbuh, bagaimana cara ia berpikir, dan sebagainya. Tidak sedikit pemuda-pemuda sukses yang melibatkan peran ibu di balik layar kaca kesuksesannya.
Usaha mendidik anak tidak hanya mulai anak itu lahir. Melainkan sejak ibu masih mengandung. Biasanya untuk mengembangkan otak anak yang masih di dalam kandungannya, diperdengarkan oleh ibunya musik-musik klasik tertentu, orkestra, diajak berdialog, bernyanyi, bahkan banyak membaca ilmu pengetahuan sampai mengerjakan soal-soal matematika.
Dalam sejarah Islam, banyak hadir ulama-ulama hebat yang memiliki pengaruh penting bagi peradaban dunia. Sebut saja salah satunya ulama besar kita, seorang faqih terkenal yang hidup pada masa tabi’ut-tabi’in bernama Sufyan Al-Tsauri, seorang faqih yang karyanya kerap menjadi rujukan cendekia muslim hingga masa sekarang. Kisah sukses keilmuan beliau tidak hadir dengan serta merta. Melainkan ada polesan seorang ibu yang menyertai dan membimbing perjalanannya.
(baca juga: Tiga Tokoh Nahdlatul Ulama yang Membumi di Dunia Sastra Indonesia)
Dikisahkan, sewaktu beliau hendak mencari ilmu, beliau bingung akan bekal biayanya, mungkin belajar sambil bekerja bisa saja dilakukan, namun beliau ragu, beliau takut ilmunya mudah hilang jika fokusnya terbagi. Beliaupun terus berdo’a kepada Allah agar dilimpahkan rizki.
Kemudian rizki itu datang melalui perantara ibunya, disertai tutur kata yang menyirami hati beliau:
يَا بُنَيَّ! خُذْ! هذِهِ عَشْرَةُ دَرَاهِمَ, وَ تَعَلَّمْ عَشْرَةَ أَحَادِيْثَ, فَإِذَا وَجَدْتَهَا تَغَيُّرًا فِيْ جَلْسَتِكَ وَ مَشْيَتِكَ وَ كَلَامِكَ مَعَ النَّاسِ فَأَقْبِلْ عَلَيْهِ وَ أَنَا أُعِيْنُكَ بِمَعْزِلِيْ هذَا وَ إِلَّا فَاتْرُكْهُ , فَإِنِّي أَخْشَى أَنْ يَكُوْنَ وَبَالاً عَلَيْكَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
“Wahai anakku, ambillah sepuluh dirham ini dan pelajarilah sepuluh hadits, apabila hal itu dapat merubah cara dudukmu, jalanmu, dan pembicaraanmu kepada manusia, maka teruskanlah belajar, dan ibu akan menafkahimu dari hasil tenunan ini. Tapi jika tidak, maka tinggalkanlah, karena ibu khawatir hal itu akan menjadi bencana bagimu di hari kiamat”. (Shifatus Shofwah: 3/189)
Sebuah ungkapan yang tidak mungkin keluar kecuali dari wanita dengan ilmu dan iman yang kokoh.
(baca juga: Bahagia dengan Salat Tahajud)
Jadi, dalam agama Islam, pendidikan anak harus dimulai dari masa ibu mengandung. Si ibu dianjurkan untuk banyak melantunkan al Qur’an, berdzikir, beramal baik, banyak shodaqah, dan lain sebagainya, bahkan tidak hanya mulai dari situ, pendidikan anak dilakukan jauh sebelum itu, yakni ketika si ayah mencari si calon ibu. Islam sudah mengajarkan agar memilih istri secara selektif berdasarkan kriteria sebagaimana yang diriwayatkan Abu Hurairah dalam Shohih Muslim dan Sunan Abu Dawud, Rosulullah berkata, ‘’Wanita itu dinikahi karena empat faktor: kekayaannya, keturunannya, kecantikannya, dan agamanya. Maka pilihlah agamanya, niscaya kamu akan beruntung’’ .
Karena dari mana anak mengenal agama jika bukan dari ibunya, bagaimana anak mengenal akhlaq mulia jika bukan dari ibunya. Maka tak muluk-muluk jika seorang bijak berkata, dibalik lemah genggam wanita, peradaban terkuat tercipta.
*penulis adalah pegiat Bahasa Arab dan lulusan sarjana di Kampus IAIN Jember prodi Al Ahwal A-Syakhsiyyah IAIN Jember