Bukber, Ajang Silaturahmi atau Ajang Pamer Sosial

Penulis: M. Irfan Sholeh*

Bulan Ramadan adalah bulan yang penuh berkah. Mengapa dikatakan demikian?  Yaa.. karena bulan Ramadan kerap disebut dengan bulan yang istimewa khususnya bagi umat Islam. Pada bulan inilah amal yang kita perbuat pahalanya dilipatgandakan dari hari-hari biasanya. Selain itu, datangnya bulan Ramadan merupakan berkah besar bagi para pedagang, karena bukan hanya ibadah saja yang dilipatgandakan pahalanya. Omset pendapatan pedangang pun juga berlipat ganda hasilnya.

Terlepas dari itu semua, ada satu agenda yang wajib ada kala Ramadan tiba. Bukber, alias buka bersama turut mewarnai berlangsungnya bulan Ramadan. Aktivitas ini terus dilakukan hingga seolah menjadi tradisi. Bukber sekaligus dijadikan ajang kebersamaan, silaturahmi, rasa syukur dan komunikasi langsung antarteman setelah sekian lama tak bersua. Ajakan bukber  mulai dari teman SD, teman kuliah, rekan kerja, hingga geng arisan pun bermunculan. Sehingga selain bukber sebagai ajang makan bersama lebih jauh lagi bertransformasi menjadi ajang reuni dan silaturahmi.

Dalam Islam, keberkahan makan bersama-sama ini didukung oleh hadis riwayat Abu Dawud mengenai percakapan Nabi dengan para sahabatnya:

Sahabat bertanya? ‘Mengapa makan tidak kenyang?’ Rasulullah pun balik bertanya, ‘Apakah kalian makan sendiri-sendiri?’ Para sahabat menjawab, ‘iya’. Lalu Rasulullah menyarankan agar makan bersama “Makanlah kalian semua bersama-sama dan bacalah basmalah, maka Allah akan memberikan berkah pada kalian semua.”

(baca juga: Ramadan dan Serba-Serbi Kehidupan Pesantren)

Tentunya selain keberkahan yang didapat dari makan bersama, rasa kebersamaan, komunikasi, dan silaturahmi juga akan didapat darinya. Dan rupanya kelekatan aktivitas bukber dengan umat Islam Indonesia merupakan wujud pertemuan budaya ketimuran dan ajaran Islam.

Namun belakangan,  nampaknya esensi bukber agak melenceng. Eksistensi media sosial membuat acara bukber menjadi hit. Jika hanya itu tentu tidak masalah, hanya saja seseorang harus berhati-hati agar kegiatan bukber tak kehilangan esensinya sebagai ajang silaturahmi.

(baca juga: Doa pada Malam Lailatul Qadar)

Pengamat sosial dan budaya Universitas Indonesia, Devie Rahmawati khawatir esensi bukber malah bergeser menjadi ajang pameran sosial. Dia mengatakan “Mereka menunjukkan diri bahwa mereka memiliki jejaring sosial yang luas, mulai dari meng-upload foto-foto kala bukber hingga perpindahan lokasi bukber satu ke lokasi lainnya.”

Jika ditinjau dari aspek spiritual, agaknya agenda bukber yang demikian sudah berlari dari ajaran Islam. Karena sejatinya bersosial itu bukan untuk menunjukkan siapa diri kita, tapi untuk mengasah rasa sensitif terhadap lingkungan. Bukan malah pameran sosial yang seharusnya hadir mewarnai kegiatan bukber.

*Penulis adalah alumni MA Unggulan Nuris lulusan tahun 2016, kini sedang melanjutkan studi sarjana di IAIN Jember

Related Post