Penulis: Sirli Qurrota Aini*
Siapa yang tidak mengenal Chairil Anwar? Seorang penyair legendaris di tanah air Indonesia! Ia dikenal sebagai “Binatang Jalang” adalah pelopor angkatan 45 yang menciptakan trend baru pemakaian kata dalam berpuisi yang terkesan sangat lugas, solid dan kuat.
Chairil memiliki kecintaan kepada bangsanya yang tidak di perlukan lagi. Seperti yang tercantum dalam beberapa karyanya, yakni antara lain :
Puisi Dipenogoro yang diapresiasi orang sebagai sajak perjuangan, puisi Persetujuan dengan Bung Karno yang merefleksikan dukungannya kepada Bung Karno untuk mempertahankan proklamasi 17 Agustus 1945. Puisi Aku dimana Kata Aku Binatang Jalang dalam sajak Aku, di apresiasi orang sebagai dorongan kata hati rakyat Indonesia untuk bebas merdeka.
Beliau dilahirkan di Medan, pada 26 Juli 1922. Chairil Anwar adalah anak tunggal dari kedua orang tuanya. Ayahnya bernama Toeloes yang merupakan seorang mantan bupati Kabupaten Indragiri Riau, sedangkan Ibunya bernama Saleha. Dia dibesarkan dalam keluarganya yang cukup berantakan. Kedua orang tuanya sempat bercerai, hingga akhirnya ayahnya menikah lagi.
(Baca juga: Penasaran Ini Dia Profil Pendiri Gojek)
Pada umur sembilan belas tahun, ia tinggal bersama Ibunya di Jakarta. Pada saat itulah ia mengenal dunia sastra . Meskipun pendidikannya tidak selesai, ia seorang multilingual sebab ia telah menguasai Bahasa Inggris, Bahasa Jerman, dan Bahasa Belanda. Kegemarnnya dalam membaca, mebuat ia sering mengisi jam-jamnya dengan membaca karya-karya pengaran internasional ternama seperti: Rainer M. Rilke, W.H. Auden. Dimana penulis-penulis ini sangat mempengaruhi tulisannya dan secar tidak langsung mempengaruhi tatanan kesustareaan Indonesia.
Nama Chairil Anwar terkenal dalam dunia sastra setelah pemuatan tulisannya di “Majalah Nisan” pada tahun 1942. Dimana pada saat itu dia masih berumur dua puluh tahun. Chairil merupakan salah satu penyair besar yang menginspirasi dan mengapresiasi upaya manusia meraih kemerdekaan, termasuk perjuangan bangsa Indonesia untuk melepaskan diri dari penjajahan. Hal ini tercermin dalam sajaknya yang berjudul Krawang-Bekasi, yang di sadurnya dari sajak The Young Soldiers karya Archibald MacLeish (1948).
(Baca juga: Sisi Lain KH Hasyim Asyari Bukan Sekedar Pendiri NU)
Namun, vitalitas puitis Chairil ridak pernah di imbangi kondisi fisiknya, yang bertambah lemah akibat gaya hidupnya yang tidak teratur. Sebelum dia bisa menginjak usia dua puluh tujuh tahun, ia sudah mengidap sejumlah peyakit. Chairil meninggal pada usia muda karena penyakit TBC. Dia dimakamkan di Taman Pemakaman Umum Karet Bivak, Jakarta. Sampai saat ini, hari meninggalnya dikenal sebagai Chairil Anwar.
Salah satu bukti keabadian karyanya, pada Jum’at 8 Juni 2007, Chairil Anwar yang telah meninggal dunia di Jakarta, 28 April 1949, ia masih di anugerahi penghargaan Dewan Kesenian Bekasi (DKB) Award 2007 untuk kategori seniman sastra. Penghargaan tersebut diterima oleh putrinya, Evawani Alissa Chairil Anwar.
Penulis merupakan siswa kelas XI IPA B MA Unggulan Nuris yang aktif di ekstrakurikuler