Penulis: Bintar Wana Dwi Saputra, S.Psi, C.Ht,CT. NNLP*
Akhir-akhir ini Indonesia dihebohkan dengan berita viral yang sedang menjadi perbincangan masyarakat luas, selain masuknya virus corona di Indonesia yang menginveksi sekitar 27 warga Indonesia.
Ada pula hal lain yang tak kalah menjadi topik perhatian dari para masyarakat luas. Pemberitaan tersebut adalah tentang seorang remaja perempuan berumur 15 tahun berinisial NF, yang membunuh balita berinisial APA berumur 5 tahun, yang merupakan teman adik pelaku, dan juga anak tetangga pelaku.
(Baca juga: Makna filosofi warna hitam)
Hal yang menghebohkannya lagi, NF menyerahkan dirinya sendiri kepada kepolisian pada hari Jumat (6/3/2020). Motif pembunuhan ini memang masih diselidiki, namun NF mengaku bahwa dirinya terinspirasi dari film horor Chucky dan Slenderman.
Hal ini tentu saja membuat saya merasa sangat iba sekaligus ngeri, merasakan bahkan melihat fakta-fakta kejadian seperti ini. Namun, berbagai pengalaman saya menunjukkan bahwa pemicu utama dari sikap anak ini terdapat pola asuh orang tua yang kurang optimal.
Kenapa bisa demikian? Saya akan sharingkan tentang bagaimana pola asuh kurang tepat orang tua ini dapat memicu hal ini. Berdasarkan pengalaman saya menangani beberapa kasus anak yang memiliki keinginan membunuh. Saya telah beberapa kali menangani kasus hampir serupa, pertama anak yang memcoba membunuh dirinya sendiri (bunuh diri), atau suka melukai dirinya sendiri, kedua anak yang mencoba merencanakan untuk membunuh orang lain, bahkan ada yang ingin membunuh orang tuanya atau kerabatnya.
(Baca juga: Filosofi lampu dalam kehidupan)
Sejatinya anak lahir dari rahim seorang ibu itu seperti kertas putih, lingkungan tempatnya tumbuhlah yang membentuk ia menjadi seperti apa anantinya. Kita sepakat orang tua pasti sayang terhadap anak-anaknya, namun terkadang banyak orang tua yang menyalurkan rasa sayangnya terlalu ekstrem kanan (terlalu menyayangi cenderung memanjakan), atau terlalu ekstrem kiri (cenderung melindungi hingga terlalu keras dalam mengarahkannya).
Dua hal ini akan berdampak negatif pada mental anak, yang nantinya dapat memicu rasa marah, maupun ketidakmampuan mengendalikan keinginan negatifnya. Maka dengan mengubah pola ini, otomatis hal mengerikan seperti kerjadian di atas bisa dihentikan.
Apa yang perlu diubah? Yakni pertama, pola asuh orang tua, orang tua wajib belajar metode-metode pengasuhan yang tepat dan tidak menyakiti jiwa anak tanpa disadari. Kedua, jika terlanjur anak mengalami sikap ada indikasi kea rah negatif, maka ubah pola pikir, pola merasa dan pola perilaku anak. Ini hanya dapat dilakukan dengan terapi psikologi yang efektif.
Tujuan paling mulia orang tua hanya satu, bukan uang yang banyak, sebab uang tidak membahagiakannya di masa tua, dan dihadapan Tuhan. Namun, impian orang tua yaitu membentuk anak yang dapat sukses serta membanggakannya kelak, agar anak kita menjadi bekal amal ibadah, yang tidak akan pernah putus untuk orang tua nya.
Tidak ada anak yang nakal, ia hanya salah belajar. Jika anak telah kuat sejak dini, sejak dari didikan orang tua yang tepat. Maka pengaruh pergaulan, pengaruh film, internet, media sosial dan lain-lain tidak akan terlalu berdampak kepada perubahan mental dan keputusan anak.
Penulis merupakan seorang Hypnotherapist dan Ilmuan Psikologi, sekaligus guru bimbingan konseling lembaga SMP Nuris Jember