penulis: M. Fuad Abdul Wafi*
Berikut ini adalah kutipan-kutipan pujian ulama tentang sahabat Nabi Muhammad SAW. Kemuliaan sahabat nabi yang patut kita teladani akhlaknya, kita amalkan dalam keseharian dengan penuh keyakinan.
اَلصَّحَابَةُ كُلُّهُمْ عُدُولٌ مَنْ لاَبَسَ اْلفِتَنَ وَغَيْرَهُمْ بِإِجْمَاعِ مَنْ يَعْتَدُّ بِهِ
“Semua sahabat adalah orang yang adil, baik yang terlibat dalam kancah fitnah maupun tidak, ini berdasarkan kesepakatan para ulama yang dapat diperhitungkan.”[1]
ثُمَّ إِنَّ الْاُمُّةَ مُجْمِعَةٌ عَلَى تَعْدِيْلِ جَمِيْعِ الصَّحَابَةِ وَمَنْ لَابَسَ الْفِتَنَ مِنْهُمْ فَكَذَلِكَ بِاِجْمَاعِ الْعُلَمَاءِ الَّذِيْنَ يُعْتَدُّ بِهِمْ فِي الْاِجْمَاعِ اِحْسَانًا لِلظَّنِّ بِهِمْ وَنَظَرًا اِلَى مَا تَمَهَّدَ لَهُمْ مِنَ الْمَاثِرِ
“Sesungguhnya umat ini telah sepakat untuk menilai adil (terpercaya dan taat) kepada seluruh para sahabat, begitu pula terhadap orang-orang yang terlibat dalam fitnah yang ada di antara mereka. Hal ini sudah ditetapkan berdasarkan konsensus kesepakatan para ulama yang pendapat-pendapat mereka diakui dalam hal ijma’.” [2]
اِذَا رَأَيْتَ الرَّجُلَ يَنْتَقِصُ اَحَدًا مِنْ اَصْحَابِ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَاعْلَمْ أَنَّهُ زِنْدِيْقٌ
“Ketika engkau melihat seseorang yang mencela salah seorang sahabat Rasulullah, maka ketahuilah bahwa ia adalah zindik.”[3]
Al-Imam Ibnu Abdil Bar Mengutip Pendapatnya Imam Haramain di dalam Kitabnya al-Isti’ab;[4]
وَالسَّبَبُ فِي عَدَمِ الْفَحْصِ عَنْ عَدَالَتِهِمْ اَنَّهُمْ حَمَلَةُ الشَّرِيعَةِ فَلَوْ ثَبَتَ تَوَقُّفٌ فِي رِوَايَتِهِمْ لَانْحَصَرَتِ الشَّرِيعَةُ عَلَى عَصْرِهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَلَمَّا اسْتَرْسَلَتْ سَائِرُ الاَعْصَارِ
“Sesuatu yang menjadi sebab tidak adanya pembahasan masalah keadilan mereka (para sahabat), yaitu karena mereka adalah pembawa Syariat. Apabila masih terjadi keraguan di dalam riwayat mereka, maka Syariat akan tertentu di zaman Rasulullah saja.
(baca juga: Ketehui Karakter Umaro menurut Hadits Sahih)
Al-Imam Ibnu Hajar al-Asqalani
قَالَ الْحَافِظُ ابْنُ حَجَرٍ اِتَّفَقَ أَهْلُ السُّنَّةِ عَلَى اَنَّ الْجَمِيْعَ عُدُوْلٌ وَلَمْ يُخَالِفْ فِيْ ذَلِكَ اِلَّا شُذُوْذٌ مِنَ الْمُبْتَدِعَةِ
“Ahlussunnah sudah sepakat untuk menyatakan bahwa semua sahabat adalah adil. Tidak ada orang yang menyelisihi dalam hal itu melainkan orang-orang yang menyimpang dari kalangan ahli bid’ah.”[5]
قَالَ القُرْطُبِيُّ فَالصَّحَابَةُ كُلُّهُمْ عُدُوْلٌ أَوْلِيَاءُ اللهِ تَعَالَى وَأَصْفِيَاؤُهُ وَخَيْرَتُهُ مِنْ خَلْقِهِ بَعْدَ أَنْبِيَائِهِ وَرُسُلِهِ ، هَذَا مَذْهَبُ أَهْلِ السُّنَّةِ وَالَّذِي عَلَيْهِ الْجَمَاعَةُ مِنْ أَئِمَّةِ هَذِهِ الْأُمَّةِ وَقَدْ ذَهَبَتْ شِرْذِمَةٌ لَا مبَالَاةَ بِهِمْ اِلَى أَنْ حَالَ الصَّحَابَةِ كَحَالِ غَيْرِهِمْ
Al-Imam al-Qurthubi mengatakan di dalam kitab Tafsirnya, “Semua sahabat adalah adil, mereka adalah para wali Allah I serta orang-orang suci pilihan-Nya, orang terbaik yang diistimewakan oleh-Nya di antara seluruh manusia ciptaan-Nya sesudah tingkatan para Nabi dan Rasul-Nya. Inilah madzhab Ahlus Sunnah dan dipegang teguh oleh Al-Jama’ah dari kalangan para imam pemimpin umat ini. Memang ada segolongan kecil orang yang tidak layak untuk diperhatikan yang menganggap bahwa posisi para sahabat sama saja dengan posisi orang-orang selain mereka.”[6]
فَلَا جَاهَ أَوْسَعَ مِنْ جَاهِ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ وَجَاهِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ
“Tidak ada pangkat yang lebih luas (utama) dari pada pangkat Rasulullah I dan para Khulafa’ ar-Rasyidin.”[7]
Ini adalah ungkapan beberepa ulama rujukan umat Islam tengtang kemuliaan para sahabat Rasulullah .Dan ini menjadi bukti akan keadilan para sahabat Rasulullah serta tingginya pangkat mereka di sisi Allah dan rasul-Nya.
وَمَنْ أَحْسَنَ الْقَوْلَ فِيْ أَصْحَابِ رَسُوْلِ اللهِ صلى الله عليه وسلم وَأَزْوَاجِهِ الطَّاهِرَاتِ مِنْ كُلِّ دَنَسٍ، وَذُرِّيَّاتُهُ الْمُقَدَّسِيْنَ مِنْ كُلِّ رِجْسٍ؛ فَقَدْ بَرِئَ مِنَ النِّفَاقِ
“Barang siapa yang berkata baik tentang sahabat Rasulullah, istri-istrinya yang suci dari setiap noda dan anak cucunya yang disucikan dari kotoran, maka ia telah bebas dari kemunafikan.”[8]
“Bahwasannya jika dikatakan di dalam suatu sanad diriwayatkan dari salah seorang sahabat, maka hal itu menjadi dalil. Tidak dipermasalahkan ketika tidak tahu mengenai perinciannya. Karena seluruh sahabat itu adil dan cacian seorang pencaci para sahabat jelas tidak diridhai dan tidak diterima.”[9]
foto cover diunduh dari jateng.tribunnews.com
*penulis adalah alumnus PP Sidogiri, Pasuruan,
Jawa Timur
[1] Ibnu Abdi al-Bar, al-Isti’ab, juz 1 hal 25.
[2] Ibid, hal 26
[3] Ibid.
[4] Ibid, hal 25
[5] Syekh Muhammad bin Abdurrahman al-Magrawi, Man Sabba as-Shahabah Wa Muawiyah Fa Ummuhu Hawiyah, juz 1 hal 58
[6] Syekh Muhammad bin Abdurrahman al-Magrawi, Man Sabba as-Shahabah Wa Muawiyah Fa Ummuhu Hawiyah, juz 1 hal 59
[7] Al-Ghazali, Ihya’ Ulumiddin, jus 3 hal 368
[8] Abdullah bin Abdurrahman, Syarh al-Aqidah ath-Thahawiyah, juz 1 hal 490.
[9] Sayid Muhammad al-Maliki, Manhal al-Latif, hal 142. Dikutib dari kitab Fath al-Mughits, Syamsuddin Muhammad as-Sakhawi, juz 3 hal 105.