Peran Santri Gelorakan Tasawwuf dalam Keseharian

Penulis: M. Izzul Aroby*

Riset yang dilakukan oleh Alvara Research Center pada Agustus 2019 yang dibukukan dalam Indonesia Moslem Report 2019 memaparkan bahwa ilmu fiqh dan muamalah merupakan fan ilmu keislaman yang dicari oleh mayoritas umat muslim Indonesia. Responden yang menyatakan membutuhkan ilmu fiqh sebanyak 58.2%, ilmu muamalah 54.6%, ilmu tarikh ( sejarah ) 28.3 % dan ilmu nahwu shorof 6.3%.

Paparan data di atas sekilas menunjukkan hal yang wajar, umat muslim membutuhkan proporsi pencarian ilmu fiqh sangat tinggi dikarenakan fiqh sebagai dasar melakukan ibadah. Apabila data tersebut diamati dengan saksama, terdapat satu kekosongan yaitu tidak terdapatnya ilmu tasawwuf sebagai salah satu fan ilmu keislaman yang dicari oleh mayoritas muslim Indonesia.

Tasawwuf menempati porsi penting dalam agama, dalam hadits yang masyhur dengan sebutan hadits Jibril diterangkan bahwa Agama Islam dibangun dari 3 pondasi, yaitu Islam, Iman dan Ihsan. Tasawuf lahir dari pengejawantahan Ihsan. Bahasa sederhananya tasawwuf adalah ilmu olah hati.

Ketua Mahasiswa Ahli Al Thoriqoh Al Mu’tabaroh Al Nahdliyyah DKI Jakarta, KH Ali Abdillah mengisahkan bahwa kolonial Belanda kesulitan menaklukkan pribumi nusantara karena muslim nusantara mengamalkan tarekat yang menjadi laku dari tasawwuf, sehingga pihak kolonial atas saran Snouck Hurgronje membuat propaganda untuk melarang laku tarekat (dikutip dari Nu Online).

(baca juga: Tahukah Anda Mengapa harus Ikuti 4 Mazhab)

Ulil Abshor Abdalla mengemukakan bahwa saat ini perlu adanya semangat untuk mengelorakan tasawwuf di era modern ini. Menurut kyai yang mengampu pengajian Ihya’ Ulumiddin secara daring ini, tasawwuf tidak hanya sebatas laku puasa, berdiam diri di rumah maupun menjauhi keramaian. Semua orang dapat mengamalkan tasawwuf sesuai konteksnya masing-masing karena tasawwuf bukan sesuatu yang dari luar, tetapi sesuatu yang dari dalam.

Melihat kecenderungan akhir-akhir ini, banyak dakwah yang  hanya menampilkan antara sisi halal ahram, sah atau tidak sah sehingga secara tidak langsung agama menjadi kurang luwes dalam menyikapi problematika kehidupan.

Tugas santri adalah selain menjaga syariat juga membumikan laku tasawwuf pada khalayak umum. Cara membumikan tasawwuf selain yang utama dengan bil hal (dengan tingkah laku) juga dapat memanfaatkan media sosial, semisal dengan membagikan kisah kewalian Ulama dahulu, kisah para kyai menyelesaikan problematika masyarakat secara elegan tanpa menimbulkan gesekan dan berbagai cara yang lain.

Jumlah santri yang mencapai jutaan yang telah terlatih laku tasawwuf di pesantren akan menjadi mercusuar terciptanya Islam Rahmatal lil ‘Alamin di bumi pertiwi. Wallahu A’lamu.

sumber foto sampul: Mizan.com

*penulis adalah alumni MA Unggulan Nuris lulusan tahun 2017 yang saat ini melanjutkan studi di Polije

Related Post