Penulis: Holid Hasan, S.Pd*
KDRT atau kekerasan dalam rumah tangga, adalah sebuah perbuatan yang dilarang oleh undang undang.. Ketentuan ini berlaku sejak tahun 2004, hal ini muncul karena adanya dugaan kekerasan dalam mahligai rumah tangga, adanya undang undang ini sebagai upaya atau ikhtiyar pemerintah agar tidak terjadi tindak kriminal dalam rumah tangga khususnya pada perempuan.
Adapun bunyi pasal 1 UUD no 23 tahun 2004 adalah sebagai berikut :
Setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksualitas, psikologis, dan atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pelaksanaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.
(Baca juga: Tahukah apa husnul khuluq? bagaimana kita meraihnya)
Dari pernyataan UUD diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa laki-laki tidak boleh semena semana terhadap perempuan, dengan melakukan kekerasan dan sebagainya..
Hal diatas akan menjadi rumit ketika kita membaca literatur fikih, dijelaskan dalam surat an nisa ayat 34:
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
وَا لّٰتِيْ تَخَا فُوْنَ نُشُوْزَهُنَّ فَعِظُوْهُنَّ وَاهْجُرُوْهُنَّ فِى الْمَضَا جِعِ وَا ضْرِبُوْهُنَّ
Perempuan-perempuan yang kamu khawatirkan akan nusyuz, hendaklah kamu beri nasihat kepada mereka, tinggalkanlah mereka di tempat tidur (pisah ranjang), dan (kalau perlu) pukullah mereka. .”
(QS. An-Nisa’ 4: Ayat 34)
Dari pemahaman ayat di atas ketika seorang perempuan nusyuz atau membangkang (bukan bahasa madura), maka si suami harus menasehati, berpisah tempat tidur (tidur tidak dengan satu ranjang) dan yang terakhir memukul nya, ketentuan tersebut sifatnya berurutan, bukan ketiga tiganya harus dilakukan seketika itu.
(Baca juga: Agar nasihat benar-benar melekat dan bermanfaat)
Dua sumber hukum diatas, yakni UUD no 23 tahun 2004 dan alquran surat an nisa’ nampaknya tidak singkron. UUD melarang untuk melakukan kekerasan sedangkan alquran memerintahkan untuk memukul yang mana memukul adalah salah satu tindak kekerasan.
Awal mulanya, saya menduga kalo UUD (hukum negara) dan alquran memang berbeda, dan tidak masalah jika ada perbedaan diantara keduanya, contoh seperti hukuman bagi pencuri, secara hukum negara dengan berlandaskan pada UUD maka pencuri tersebut dipenjara, sedangkan secara syariat seorang pencuri harus dipotong tangannya.
Namun ketika lebih ditelisik lagi, perbedaan diatas hanya pada cara menghukum nya saja, sedangkan tujuan dari adanya hukuman penjara dan potong tangan sama, yaitu menimbulkan efek jera pada pelaku.
Berdasarkan pada persamaan hukum potong dan dipenjara diatas, saya merasa tertarik untuk lebih mendalami lagi perbedaan yang terdapat pada UUD no 23 tahun 2004 dan surat an nisa’ ayat 34. Mungkin ada sesuatu yang bisa kita pelajari, dan menolak argumen bahwasanya syariat islam itu keras terhadap perempuan.
Oke langsung saja, dalam konteks nusyuz atau tidak melaksanakan nya istri terhadap hak2 suaminya, maka si suami harus melakukan hal-hal sebagai berikut :
Pertama, menasihati nya, suami harus menasihati istrinya bahwa perbuatan nusyuz itu dosa dan dapat menggugurkan nafkah. Atau dengan nasehat-nasehat lain yang bisa membuat istri itu sadar bahwasanya nusyuz itu dilarang oleh agama. Jika istri tetap kekeh pada pendirian nya.. Maka opsi ke 2 bisa dilakukan,yaitu..
Kedua, pisah ranjang dengan istrinya. Dalam artian suami tidak tidur dalam satu ranjang dengan istrinya. Jika istri tetap nusyuz maka.. Opsi ke tiga boleh dilakukan.. Yaitu..
Ketiga, memukulnya. Pada poin ini yang menimbulkan masalah, pukulan seperti apa yang dimaksud disini.
Menurut syeh sulaiman al bujairomi dalam kitabnya hasiyah bujairomi alal khotib, yang diperbolehkan adalah pukulan yang ghoiru mubarroh (tidak kejam), yang dimaksud mubarroh disini adalah pukulan yang sangat menyakitkan dalam artian pukulan tersebut ditakutkan/dikhawatirkan menimbulkan dampak yang membuat seseorang diperbolehkan bertayammum.
Ada yang menafsiri juga, suami boleh memukulnya dengan menggunakan tangannya atau sapu tangan yang digulung, bukan menggunakan pecut atau tongkat.
Sedangkan untuk objek pukulan nya, suami tidak boleh memukul diwajah, dan di area2 yang mana bisa dikhawatirkan menyebabkan matinya istri.
Yang perlu diperhatikan, bolehnya memukul suami ketika ada keyakinan bahwasanya si istri dapat bertobat & tidak nusyuz lagi. Jikalau pukulan itu akan membuat istri semakin membangkang (nusyuz) , maka haram bagi suami memukul istrinya, baik dengan pukulan yang mubarroh atau yang ghoiru mubarroh.
Dari sini, bisa ditarik kesimpulan bahwasanya islam itu tidak kejam terhadap perempuan. Dan tidak ada kontradiksi antara uud dengan surat an nisa’. Karena kalo diperhatikan unsur kekerasan yang dimaksudkan dalam uud tidak dapat terealisasi dalam pukulan yang ada disyariat islam.
Ibarot =
وإذا خاف نشوز المرأة وعظها فإن أبت إلا النشوز هجرها فإن أقامت عليه هجرها وضربها ويسقط بالنشوز قسمها ونفقتها.
[أبو شجاع ,متن أبي شجاع المسمى الغاية والتقريب ,page 32]وَالْمُبَرِّحُ هُوَ مَا يَعْظُمُ أَلَمُهُ بِأَنْ يُخْشَى مِنْهُ مُبِيحُ تَيَمُّمٍ، فَإِنْ لَمْ تَنْزَجِرْ بِهِ حَرُمَ الْمُبَرِّحُ وَغَيْرُهُ. وَيُؤَيِّدُ تَفْسِيرِي لِلْمُبَرِّحِ بِمَا ذُكِرَ قَوْلُ الْأَصْحَابِ بِضَرْبِهَا بِمِنْدِيلٍ مَلْفُوفٍ أَوْ بِيَدِهِ لَا بِسَوْطٍ وَلَا بِعَصًا.
[البجيرمي، حاشية البجيرمي على الخطيب = تحفة الحبيب على شرح الخطيب، ٤٧٦/٣]ولا يجوز ضربها على الوجه والمهالك وهي المواضع التي يسرع الضرب فيها إلى الموت. وإنما يجوز ضربها ان أفاد في ظنه، وإلا فلا يضربها كما صرح به الإمام به وغيره.
(البيجوري، حاشية البيجوري على فتح القريب، 263)
Sumber gambar: p-magelang.go.id
*Penulis merupakan staf pengajar BMK dan Bahasa Arab MTs Unggulan Nuris