Bagaimana Hukum Berdiri untuk Menghormat Seseorang?

Sudah menjadi kebiasaan di kalangan pesantren, apabila ada seorang kyai atau ulama lewat di depan para santriwan-santriwati, maka mereka akan berdiri untuk menghormati kyai tersebut. Penghormatan ini dimaksudkan untuk menghormati ilmu dan kealiman kyai tersebut. Lalu bagaimana hukumnya?

Mayoritas ulama membolehkan berdiri untuk menghormat seseorang yang datang. Mereka berdalil dengan firman Allah Swt:

“Hai orang-orang yang beriman, apabila dikatakan kepadamu “Berlapanglah dalam majelis,” maka lapangkanlah, niscaya Allah Swt akan memberi kelapangan kepadamu. Dan apabila dikatakan “Berdirilah kamu,” maka berdirilah,” (Q.S Al Mujadaah, 11)

(Baca juga: Bagaimanakah hukum memakai surban?)

Ketika menjelaskan maksud ayat ini, Syaikh Muhammad Ali Al Shabuni mengatakan:

“Mayoritas ulama mengatakan bahwa boleh berdiri untuk (menghormat) orang yang datang (atau lewat), jika yang datang itu adalah orang Islam yang mulia dan baik, dengan tujuan menghormatinya. Karena menghormati seseorang karena agama dan kebaikannya termasuk perbuatan yang sangat dianjurkan oleh agama. Dan karena perbuatan itu merupakan jalan untuk menambah rasa cinta dan kasih sayang. Nabi SAW bersabda, “Janganlah kamu meremehkan perbuatan baik (yang dilakukan seseorang), sekalipun (dalam bentuk) kamu berbicara kepada saudaramu dengan wajah berseri-seri.” (Rawai’ al Bayan fi tafsir ayat al Ahkam, juz II, halaman 545)

Lalu bagaimana dengan hadits yang seakan-akan menyatakan keharaman berdiri untuk menghormat seseorang. Yakni:

“Dari Abi Mijlaz, Rosulullah SAW bersabda, “ Barang siapa yang senang dihormati orang lain dengan cara berdiri (ketika ia datang), maka bersiaplah untuk menempati tempat di neraka,” (Sunan Abi Dawud [4552])

(Baca juga: Apa hukum berjabat tangan setelah shalat?)

Mengomentari Hadits ini, Syaikh Muhammad Ali Shabuni mengatakan:

“Hadits tersebut tidak dapat dijadikan dalil untuk melarang perbuatan ini. Karena Rosul tidak menyebutkan secara mutlak, tapi menggunakan kata-kata yang mengindikasikan adanya sifat-sifat sombong dan ingin dipuji, (barang siapa yang senang dihormati dengan cara berdiri) Rosul SAW tidak mengatakan (barang siapa yang dihormati manusia dengan cara berdiri , maka bersiaplah menempati tempatnya di neraka). Tidak diragukan lagi bahwa penyebutkan ini menunjukkan bahwa yang dimaksud adalah orang-orang sombong yang tertipu. Perbedaan antara dua kata ini sangat tipis, karena itu jangan sampai lengah,” (Rawai’ al- bayan fi tafsir ayat al ahkam, juz II hal 546).

Maka tidak ada larangan untuk berdiri menghormat seseorang, bahkan dianjurkan, untuk menghormait orang alim.

Sumber: KH Muhyiddin Abdusshomad. 2010. Fiqih Tradisionalis. Surabaya: Khalista.

Related Post