Di sebagian masyarakat ada tradisi saling memberikan makanan. Biasanya diberikan pada hari-hari tertentu. Bagaimanakah sebenarnya dalam ajaran Islam? Apakah ada anjuran dari Nabi Muhammad Saw?
Memberikan sesuatu kepada orang lain, merupakan perbuatan yang sangat dianjurkan dalam agama Islam, karena di dalamnya terdapat manfaat yang sangat besar. Sebagaimana yang dikatakan oleh al-Jurjawi dalam sebuah kitab karya beliau:
أَنَّ الْحِكْمَةَ فِي مَشْرُوْعِيَّةِ الْهِبَةِ عَظِيْمَةٌ جَلِيْلَةٌ لِأَنَّهَا تُذْهِبُ الضَّغَائِنِ وَالْأَحْقَادِ وَتُؤَلِّفُ الْقُلُوْبَ عَلَى الْمَحَبَّةِ وَالْوِدَادِ وَتَدُلُّ عَلَى كَرَمِ الْأَخْلاَقِ وَطَهَارَةِ الْأَعْرَاقِ وَالشَّمَائِلِ الْعَالِيَّةِ وَالْهِمَمِ وَالْفَضَائِلِ وَجَمِيْلِ الْمَكَارِمِ (حكمة التشريع وفلسفته، ص ١٢٤)
“Sesungguhnya hikmat dari disyari’atkan hibah (memberikan sesuatu kepada orang lain) itu sangat besar sekali. Karena dapat menghilangkan sifat dengki dan hasut, serta memupuk rasa cinta kasih dalam hati. Ia juga sangat menunjukkan kemulyaan akhlaq, kesucian anggota badan, sifat yang luhur, keutamaan, serta kemulyaan yang sangat agung.” (Hikmah al-Tasyri’ wa Falsafatuh, 124).
(Baca juga: bagaimana hukum mengeraskan bacaan dzikir?)
Sejalan dengan ungkapan al-Jurjawi tersebut, dalam kitab Fiadh al-Qadir, al-Manawi menyatakan:
وَمَنْ كَانَ وَاسِعَ الْإِطْعَام أَعْطَاهُ اللهُ عَطَاءً وَمَنْ قَتَرَ قَتَرَ عَلَيْهِ (فيض القدير، ج ٣ ص ٢٧٢)
“Barang siapa yang murah tangan memberikan makanan kepada orang lain, maka Allah Swt akan membalas pemberiannya itu. Dan siapa saja yang kikir, maka Allah Swt akan kikir padanya.” (Faidh al- Qadir, juz III, hal 272).
Termasuk dalam hal yang sangat dianjurkan ini adalah tradisi yang berlaku di masyarakat Islam Indonesia tersebut. Di mana mereka saling memberikan sadaqah berupa makanan yang siap saji, berupa nasi, bubur, kue, dan semacamnya.
Di samping itu, secara umum, tradisi itu mengamalkan beberapa anjuran Nabi Muhammad Saw. Rasulullah Saw menganjurkan umatnya untuk memberikan makanan kepada orang lain. Misalnya anjuran Rasulullah Saw untuk memperbanyak kuah ketika kita membuat makanan, agar dapat diberikan kepada tetangga sekitar. Sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadits Nabi Saw.
عَنْ أَبِى ذَرٍّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم « يَا أَبَا ذَرٍّ إِذَا طَبَخْتَ مَرَقَةً فَأَكْثِرْ مَاءَهَا وَتَعَاهَدْ جِيرَانَكَ » (صحيح مسلم، ٤٧٨٤)
“Dari Abi Dzarr RA ia berkata, “Rasulullah Saw bersabda, “Jika kami memasak kuah, maka perbanyaklah airnya dan bagi-bagikanlah kepada tetanggamu.” (Shahih Muslim, 4785).
(Baca juga: bagaimanakah hukum memakai surban?)
Perbuatan ini juga merupakan kebiasaan para tabi’in. mereka senantiasa memberikan hadiah (berupa makanan atau lainnya) kepada sahabatnya, walaupun orang yang diberi itu bukanlah orang yang serba kekuarangan.
قَالَ شَيْخُنَا الْعَارِفُ الشَّعْرَاوِيُّ كَانَ التَّابِعُوْنَ يُرْسِلُوْنَ الْهَدِيَّةَ لِأَخِيْهِمْ وَيَقُوْلُوْنَ نَعْلَمُ غِنَاكَ عَنْ مِثْلِ هَذَا وَإِنَّمَا أَرْسَلْنَا ذَلِكَ لِتَعْلَمَ أَنَّكَ مِنَّا عَلَى بَالٍ (فيض القدير، ج ٣ ص ٢٧٢)
“Syaikh kami al-Arif al-Sya rawi menyatakan bahwa para tabi’in memiliki kebiasaan memberikan hadiah kepada saudara-saudaranya. Mereka berkata, “Kami tau bahwa engkau tidak membutuhkan benda yang kami berikan ini. Tapi kami memberikannya kepadamu agar kamu tahu bahwa kami masih peduli dan menganggapmu sebagai sahabat.” (Faidh al-Qadir, juz III, Hal 272).
Dapat disimpulkan bahwa tradisi saling memberikan makanan atau lainnya, sangat dianjurkan. Sebab, memiliki manfaat yang sangat besar, di antaranya adalah untuk mengokohkan tali silaturahmi.