Es Batu, Pernah Jadi Benda Termahal Loh!

Penulis: Sheilla Ramadhania Aulia Putri*

Es batu. Air bentuk batu. Ya. Benda ini susah tak lazim dikalangan generasi millenial. Sudah banyak terjajar di berbagai toko nusantara. Apalagi saat ini telah banyak kreatifitas hingga membuatnya semakin bervariasi dan menarik.

Tapi tahukan kalian ? Asal mula es batu itu sangatlah rumit. Siapa sangka benda awam abad 21 ini menjadi incaran bangsawan. Bahkan berani membayar tinggi hanya untuk mengimpornya, tanpa harus mencair. Simak ulasan selengkapnya!

Dikutip dari pemberitaan Harian Kompas, 19 Juni 1972, terjadi kehebohan saat es pertama kali masuk ke Indonesia pada 1846. Bagaimana tidak ? Bongkahan besar es dibawa menggunakan kapal asal Boston, Amerika Serikat, menuju Batavia (sekarang Jakarta), yang dipesan oleh Roselie en Co. 

Es itu akan dibongkar keesokan harinya. Kabar soal es ini menyebar hingga ke Benteng Batavia. Membuat sibuk pihak Bea Cukai karena belum mempersiapkan aturan mengenai impor es batu.

Kala itu, semua orang memperbincangkan es batu, yang disebut sebagai “batu-batu putih sejernih kristal, yang kalau dipegang bisa membuat tangan kaku”.

(Baca juga: sejarah asal mula hari ibu)

Perlu dicatat bahwa saat itu belum ada mesin pendingin es. Surat kabar Javasche Courant menayangkan artikel mengenai cara penyimpanan es batu yaitu dibungkus dengan selimut wol. Es dianggap barang impor berharga dari Amerika sehingga penyimpanannya harus diperhatikan agar tak cepat mencair.

Namun jangan bayangkan setiap orang bisa membeli es batu dengan mudah saat itu. Benda lazim itu jadi yang paling mahal se nusantara. Hanya para bangsawan yang bisa mencicipinya. Dicampur dengan wine atau anggur yang memang sedang marak-maraknya terjajah jaman itu. Semuanya ditulis dan dikisahkan lengkap oleh Achmad Sunjayadi dalam artikelnya yang berjudul Kuliner dalam Pariwisata Kolonial di Hindia Belanda, yang dimuat dalam satu buah buku berjudul Titik Balik Historiografi di Indonesia.

Meski begitu, tersohornya minuman alkohol impor itu juga berkat kehadiran aijerbatoe dibaca ‘air batu’ atau kini kita akan lebih mengenalnya dengan es batu.

”Tentunya bir dingin tersebut mampu membasahkan kerongkongan sekaligus menghilangkan dahaga para turis yang kelelahan setelah berpelesir di udara panas,” tulis Sunjayadi dikutip dari JPNN.

Namun lambat laun, masyarakat mulai menemukan fakta tentang es batu. Tak hanya berfungsi sebagai campuran minuman, tapi benda satu ini bisa mengobati penyakit sariawan. Bahkan pemerintah Hindia Belanda saat itu berani memberikan bonus sebesar 6.000 gulden untuk mereka yang sanggup mengirimkan es batu ke rumah sakit di Batavia. Es tersebut digunakan untuk mengobati tentara Belanda yang terkena sariawan. Sementara, untuk di Semarang dan Surabaya, Pemerintah Hindia Belanda menyediakan bonus sebear 7.300 gulden. Tapi perlu diingat. Pengiriman itu tanpa membuat sang es batu mencair.

(Baca juga: sejarah sarung)

Kejayaan kegiatan impor es batu perlahan pudar setelah mulai dibangunnya pabrik es di Nusantara. Denys Lombard mengisahkan baru pada tahun 1880, prosedur pembuatan amoniak, temuan Eropa, diimpor ke Jawa. Hal ini untuk meminimalisir impor es batu dari Boston. Pabrik es batu pertama kali muncul di Indonesia dengan seorang Tionghoa bernama Kwa Wan Hong menjadi pelopornya. Ia membuka pabrik di Semarang, Jawa Tengah. Hal ini ternyata menginspirasi banyak orang untuk mendirikan pabrik sama di beberapa daerah seperti Surabaya, Pekalongan, bahkan Batavia sendiri yang berlokasi di jalan Gajah mada kawasan Petojo.

Lalu, hingga kini, es batu telah menjadi benda awam bagi generasi abad 21. Bahkan tak perlu membeli agar dapat mencicipinya. Unik bukan ? Harganya yang bahkan dikatakan sangat murah ini ternyata pernah menjadi barang yang tak pernah tersentuh oleh makhluk pribumi. Hebat.

Sumber gambar: minewa.id

Penulis merupakan siswa kelas X IPA SMA Nuris Jember yang aktif di ekstrakurikuler jurnalistik

Related Post