Dapatkah Kita Melihat Allah Swt di Surga?

Soal:

Perdebatan seputar mungkin tidaknya melihat Allah Swt kelak di surga dengan mata telanjang, tak pernah mengenal kata usai. Ada yang bersikeras tidak mungkin Tuhan bisa dilihat dengan mata telanjang. Sementara golongan lain berpendirian bahwa hamba yang shaleh nanti di surga dapat melihat Tuhan secara nyata. Itulah nikmat terbesar yang diberikan kepada hamba-hamba-Nya. Bagaimanakah sebenarnya?

(Baca juga: apa fadilah dan keutamaan membacakan adzan bagi bayi yang baru lahir?)

Jawab:

Mempercayai hal-hal ghaib adalah kewajiban kita yang mengaku sebagai orang beriman. Di antaranya adalah pertanyaan di alam kubur, hari kebangkitan, timbangan amal, surge-neraka. Termasuk yang harus diyakini juga adalah melihat Allah Swt kelak di surga. Sebab, Allah Swt sendiri yang menjelaskannya. Dalam Alquran disebutkan:

وُجُوهٌ يَوْمَئِذٍ نَاضِرَةٌ * إِلَى رَبِّهَا نَاظِرَةٌ (القيامة : ٢٢-٢٣)

“Wajah-wajah (orang-orang mukmin) pada hari (akhirat) itu berseri-seri. Kepada Tuhan-Nyalah mereka melihat.” (QS. Al-Qiyamah, 22-23).

Ayat inilah yang dijadikan dasar oleh para ulama tentang mungkinnya melihat Allah Swt di surga. Lalu bagaimana dengan firman Allah Swt yang secara sepintas menyatakan sebaliknya? Yakni firman Allah Swt.

لَّا تُدْرِكُهُ الْأَبْصَارُ وَهُوَ يُدْرِكُ الْأَبْصَارَ ۖ  (الأنعام : ١٠٣)

“Dia (Tuhan) tidak dapat dilihat dengan mata. Tetapi Dialah yang melihat mata kita”. (QS. Al-An’am, 103).

Sepintas, dua ayat di atas kontradiktif (bertentangan), sebab ada dua kata yang diartikan sama, yaitu nazhirah dan yudriku yang biasanya diartikan melihat. Padahal jika diteliti lebih dalam, kedua kata tersebut memiliki arti yang berbeda. Secara bahasa adraka-yuridku bermakna mengetahui hakikat sesuatu, bukan semata melihat. Sedangkan naszhirah berarti sekedar melihat tanpa mengetahui hakikatnya. Dengan demikian, dua ayat itu jelas tidak bertentangan, karena Allah Swt memang tidak bisa di-idrak (diketahui hakikatnya). Tapi tetap bisa dilihat dengan mata telanjang. Dengan kata lain, kelak di surga kaum mukmin akan dapat melihat Allah Swt, namun tetap tidak akan mengetahui hakikat-Nya yang sesungguhnya. (40 Masalah agama, 323).

(Baca juga: melafalkan niat sebelum shalat)

Hal ini diperkuat dengan Hadits Nabi Muhammad Saw.

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ  رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ النَاسَ قَالُوا : يَا رَسُولَ اللَّهِ ، هَلْ نَرَى رَبَّنَا يَوْمَ الْقِيَامَةِ ؟ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ” هَلْ تُضَارُّونَ فِي الْقَمَرِ لَيْلَةَ الْبَدْرِ ؟ ” قَالُوا : لاَ يَا رَسُوْلَ اللهِ, قَالَ : ” فَهَلْ تُضَارُّونَ فِي الشَّمْسِ لَيْسَ دُونَهَا سَحَابٌ ؟ ” قَالُوا : لاَ يَا رَسُوْلَ الله , قَالَ : ” فَإِنَّكُمْ تَرَوْنَهُ كَذَلِكَ (صحيح البخاري، رقم ٦٨٨٥)

“Dari Abu Hurairah RA bahwa orang-orang bertanya kepada Rasulullah Saw, “Wahai Rasulullah, apakah kami bisa melihat Tuhan kami pada hari kiamat? Rasulullah Saw bertanya, “Apakah mata kalian melihat bulan purnama?” Mereka menjawab, “Tidak Rasul Saw bertanya, “Apakah berbahaya pada mata kalian ketika melihat mentari yang tak terhalang awan?”Mereka menjawab, “Tidak Rasul”. Rasulullah Saw bersabda, “Ya begitulah, kalian akan melihat Tuhan kalian.” (Shahih al-Bukhari [6885])

(baca juga: Persoalan Talfiq)

Dengan redaksi yang lebih jelas, Nabi Saw bersabda.

عَنْ جَرِيرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ، قَالَ: قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : «إِنَّكُمْ سَتَرَوْنَ رَبَّكُمْ عِيَانًا (صحيح البخاري، رقم ٦٨٨٣)

“Dari Jarir bin Abdullah RA, dia berkata bahwa Nabi Saw bersabda, “Sesungguhnya kalian akan melihat Tuhan kalian secara nyata.” (Shahih al-Bukhari [6883]).

Dua hadits ini dengan gamblang menyatakan bahwa nanti di akhirat orang-orang mukmin akan melihat Tuhan secara nyata melalui matatelanjang. Sebagaimana disebutkan dalam kitab Jawharah al-Tauhid.

وَمِنْهُ أَنْ يُنْظَرَ بِالْأَبْصَارِ # لَكِنْ بِلاَ كَيْفٍ وَلاَ انْحِصَارِ ( جوهر التوحيد ، ١٠)

“Termasuk perkara yang jaiz aqli (Seusatu yang mungkin terjadi secara akal) bahwa sesungguhnya Allah Swt dapat dapat dilihat dengan mata telanjang. Tanpa ada cara tertentu dan juga tanpa ada pembatas.” (Jawharah al-Tauhid,10).

(baca juga: Budaya Bersedekah)

Maka menjadi jelas bahwa para penghuni surga akan melihat Allah Swt dengan matatelanjang. Hal itu merupakan nikmat terbesar yang akan diberikan Allah Swt kepada hamba-hambaNya yang bertaqwa.

Sumber: KH Muhyiddin Abdusshomad. 2010. Fiqih Tradisionalis. Surabaya: Khalista.

Related Post