Penulis: Alfi Maisatul Mukaromah*
Gemericik air hujan baru saja mereda,sinar sang mentari pun sudah mulai menyelimuti. Tapi dua orang yang ada di depanku seakan tidak menghiraukan suara gemericik hujang yang sudah mulai mereda. Mereka berudua tetap saja berkata dengan leptopnya masing-masing sampai mereka tidak menghiraukan aku yang berada diantara mereka aku di anggap hanya bayang-bayang sepertinya memang aku tidak di inginkan lagi di rumah ini di rumah yang penuh dengan kesunyian padahal aku sangat membenci yang namanya kesunyian. Dari pada aku melihat dua insan ini mungkin aku harus mencari suasana yang lain. Aku berjalan menuju teras rumah dan aku kemudian pergi keluar rumah tanpa izin orang tuaku.
Aku fikir mereka tidak akan mencariku, aku berjalan menyusuri sebuah taman kota yang indah dan penuh canda tawa anak-anak yang sedang bermain. Aku duduk di kursi taman sendirian kemudian ada seseorang yang duduk di sebelahku.Aku sangat asing melihat penampilannya dia memakai kerudung yang sar’i dan menggunakan jubah bunga-bunga setelah aku berkutat dengan fikiranku tiba-tiba dia memannggilku.
“Hey..namamu siapa?”
“Namaku zulfa, kamu sendiri siapa?
“Namaku Hafizah Sayida tapi biasa di panggil Sayida”
“Oh…!!”
“kenapa kamu di sini kok duduk sendiri?”
“iya, aku bosen di rumah melihat kedua orang tuaku sibuk sendiri dengan pekerjaannya masing-masing”
“kamu gak boleh begitu, mereka kan ingin membiayai kamu sekolah”
“Tapi mereka sibuk banget sampai-sampai gak ada waktu buat ngajak aku bicara”
“oh jadi gitu… aku punya saran buat kamu”
“sara apa?”
“Gimana kalau kamu ikut aku aja”
“ikut kemana?”
“ikut ke pondokku pasti kamu suka dan kamu gak akan kesepian”
“benarkah itu?”
“iya”
Memang benar dari penampilannya saja dia begitu alim pantas kalau dia adalah seorang santri, sedangkan aku tidak sebanding dengan dia. Aku berpenampilan jauh dari kata alim, aku yang memakai celana jeans dan baju pendek serta rambut yang kumal sangatlah jauh jika di bandingkan dengan gadis yang ada di sampingku ini. Selang beberapa detik kami kedalam kemudian dia bertanya padaku.
Sayida: “Zulfa, kenapa kamu tidak menutup auratmu?”
Zulfa: “Memanngnya kenapa kalau aku tidak menutup auratku ada yang salah?”
Sayida: “Tidak, hanya saja ketika perempuan sudah baligh dia harus menutup uratnya”
Zulfa: “Memang wajib menutup aurat?”
Sayida: “iya itu sangat wajib bagi semua perempuan islam”
Zulfa: “Aku tidak pernah memakai pakaian sepertimu,karena mulai aku kecil aku tidak pernah di suruh memakai pakaian seperti itu”
Sayida: “Baiklah kalau begitu aku akan membantumu belajar menggunakan hijab”
Zulfa: “Tapi aku sangat ragu”
Sayida: “jangan ragu kamu pasti bisa”
Zulfa: “baiklah aku akan pertimbangkan itu”
Sayida: “Alhamdulillah, kalau begitu kamu main saja kerumahku jika hatimu sudah mantab”
Zulfa: “ iya, memang rumah kamu di mana?”
Sayida: “Rumahku ada di sekitar perumahan taman kota di dekat sini”
Zulfa: “baiklah”
Sayida: “kalau kamu ingin ke rumahku tunggu saja aku di taman ini kemudian hubungi aku, pasti aku akan datang untuk menjemputmu”
(Baca juga:caraku sendiri)
Zulfa: “iya, baiklah kalau begitu aku minta nomer hp mu”
Sayida: “oke, sini hp mu biar aku saja yang menulis”
Zulfa: “iya ini”
Sayida: “ini sudah selesai?”
Zulfa: “iya sudah terima kasih”
Sayida: “sama-sama”
Dia tersenyum sambil pergi untuk pulang ke rumah.
Malam pun sudah tiba, aku sekarang berada di rumah sendirian karena pasti mama sama papa lembur kerja. Sambil nonton tv aku juga berfikir sambil mengingat pembicaraanku dengan sayida tadi. Aku merasa ada yang aneh dengan diriku ini, kenapa ada perasaan yang menginginkanku untuk menerima tawaran dari sayida. Entahlah ini Cuma perasaan sekilas atau keyakinan aku juga tidak tahu. Ternyata hari sudah mulai larut malam akupun bersiap-siap untuk pergi tidur, karena besok aku harus menghadapi try out untuk persiapan ujian nasional.
Hari demi hari sudah aku lewati hingga hari terakhri ujian nasional ini, aku merasa sangat bingung harus meneruskan sekolah SMA mana,tidak mungkin jika aku berdiskusi dengan orang tuaku pasti mereka akan bilang “terserah kamu aja di mana kamu sekolah kita pasti akan mendukungmu” aku sangat malas sekali untuk mendengar kata-kata itu. Ketika aku sampai di rumah aku langsung pergi ke kamar ku dan langsung mengajak sayida untuk bertemu tapi anehnya ketika aku menelfonnya nomernya tidak aktif. Ini membuatku bingung dan merasa pusing melihatnya, karena muncul fotonya sayidah dan di keterangan bawahnya yaitu dia adalah santriwati dari pondok Sidogiri aku sangat-sangat tidak percaya itu.
Liburan pun sudah mulai datang menyapa tapi aku sangat bingung harus beraktivitas apa sedangkan rumahku sangat sepi tak ada orang yang menemaniku. Lalu aku berfikir jika lebih baik aku menerima tawaran dari sayidah untuk pergi mondok. Mungkin saja jika aku disana aku bisa mengejar impanku yang bagi kebanyakan teman-temanku mengatakan itu sangat tidak mungkin. Bagi seorang zulfa yang tomboy untuk menjadi seorang hafidzah.
Tanpa berfikir panjang aku langsung menelfon sopir pribadiku karena kata ayah terserah kamu mau pergi kemana saja asalkan menggunakan mobil dan diantar sopir. Jadi tanpa fikir panjang aku langsung memutuskan untuk melihat-lihat pondok sayidah lebih dulu agar aku lebih mantap lagi.
Akhirnya aku sampai di depan sebuah pondok pesantren ternama ini. Akupun langsung di sambut hangat oleh para santri disana walaupun aku tidak mengenalnya mereka sangat ramah padaku. Suasana ini semakin memantapkan tekatku untuk mengejar impianku yang dulu aku simpan baik-baik. Sepulang dari mengunjungi pondok aku semakin merasa yakin jika aku bisa meraih mimpiku itu. Sesampainya di rumah ternyata mama dan papa sudah pulang dan aku langsung bercerita pada mereka, setelah aku selesai bercerita mama papa ku kelihatan sangat tidak ingin berpisah denganku. Tapi ini baru pertama kalinya mama papa sangat khawatir tapi aku sangat senang sekali jika di perhatika seperti ini. Setelah itu aku langsung meminta persetujuan dari mama papa. Sebenarnya mereka agak tidak ikhlas jika aku mondok tapi aku bisa meyakinkan mereka jika aku di persilahkan untuk mondok aku tidak aka pernah ngambek lagi pada mama papa. Setelah aku berbicara seperti itu mama papa langsung memelukku sambil menangis haru. Dalam hati kecilku pasti aku akan merindukan suasana seperti ini.
(Baca juga: rindu dalam garis lurus)
Burung-burung pun sudah mulai berkicau menandakan haris sudah pagi dan ini saatnya aku untuk pergi ke pondok ini membuat ku sangat senang tapi entah kenapa ayah dan ibuku sangat nampak kehilangan ini terlihat dari raut wajahnya. Setelah barang-barangku sudah masuk ke dalam mobil aku merasa sangat senang sedih ketika melihat kedua orang tuaku sedih aku tidak menyangka mereka akan setakut ini kehilangan aku. Tapi sebelumnya kedua orang tuaku tidak menganggap ada bahkan ketika aku ada di sampingnya mereka tidak menghiraukannya. Akhirnya sampailah aku di pondok ini untuk mendaftarkan diri sebagai seorang santri. Aku yang menunggu mama mendaftar tiba-tiba aku melihat sosok orang yang tidak asing menurutku dia mulai berjalan menuju ke arahku dan semakin mendekat ternyata dugaanku benar dia adalah sayida temanku. Detik berikutnya aku langsung memeluk erat dia, dia adalah teman yang sangat percaya kalau aku bisa berubah. Dia hanya tersenyum bangga padaku setelah mamaku selesai mendaftar aku memperkenalkan diri namaku dengan sayida. Aku sungguh sangat tidak menyangka lagi ketika aku mendengar kalau tahun ini sayidah adalah seorang ustadzah.
Kehidupan barupun aku mulai, dari mulai menghafal kan nadoman, dan semakin hari aku mulai mengerti tentang pelajaran agama yang sebenarnya, pertama aku masuk di pondok perasaan yang aneh tiba-tiba datang menyeruak di tubuhku rasa rindu dengan keluarga suasana di rumah. Meskipun aku di rumah tidak sebahagia di pondok tapi rasa rindu itu tetap datang dan entah kenapa papa dan mama juga sangat sering mengjengukku sampai kadang-kadang aku malu sendiri sama teman-temanku yang di jengungknya hanya satu bulan sekali. Sedang kan aku hampir setiap minggu, aku merasa ayah dan ibu sangat merasakan kesepian ketika aku tidak ada di rumah tapi aku berjanji sama mama dan papa kalau aku akan mendamai tentramkan rumah kita ketika aku sudah lulus dari pondok.
Ternyata menghafal Al-Quran sangat menantang bagiku karena sedang menghafal pasti ada rasa lalaran(mengulang) perjalananku untuk mengafalkan 15 juz akhirnya bisa tercapai aku mendapat gelar santri yang paling baik hafalan Al-quran jelas ini sebuah kebanggan bagiku. Aku tidak menyangka bisa berubah sedrastis ini dulunya cumas gadis tomboy yang bermimpi menjadi seorang ustadzah dan bagiku itu adalah yang sangat mustahil, teman-teman keluargaku dulu sangat tidak percaya jika aku akan bisa meraih impianku itu. Tapi sekarang semua orang-orang dulunya mencemo’oh ku dan menertawakanku terdiam melihat aku yang sekarang. Mungkin jika melihat penampilanku serta kepribadianku yang sekarang orang-orang pasti tidak akan menyangka kalau aku dulunya adalah anak tomboy yang tidak pernah memakai hijab bahkan cara memakaim hijabpun dulu aku tidak tahu.
Setelah 2 tahun aku di pondok pas waktu aku sudah kelas XII papa dan mama semakin jarang menjenguk entah apa yang terjadi di rumah. Aku juga tidak tahu aku hanya bisa menelfon saja tapi anehnya setiap aku menelfon yang mengangkat keseringan adalah papa sebenarnya aku sangat merindukan mama tapi aku selalu tidak bisa bertanya pada papa ketika aku menelfon karna papa gak pernah berhenti cerita dan menanyaku. Satu bulan aku sudah tidak pernah di kirim lagi hanya ada selembar surat dan makanan serta uang yang di transfer semua. Itu hanya di titipkan kepada tetanggaku, bulan demi bulan aku lewati aku pasti bisa aka segera lulus karna 4 bulan lagi aku akan memasuki try out untuk persiapan ujian nasional. Tapi sayang awal bulan aku sedang try out aku malah terkena musibah. Tiba-tiba pengurus pondok memberitahukan kalau aku di suruh pulang sama keluargaku, tapi tiba-tiba aku merasa ada yang mengganjal ketika di perjalanan dan mebuatku menangis. Ketika aku turun melihat banyak sekali orang-orang dan semua keluarga ku yang sedang berkumpul sambil menyeka air mata agar tidak menangis.
Aku sangat bingung melihat suasana di rumahku yang seperti ini tapi aku sudah tidak kuat untuk melihat apa yang sebenarnya terjadi. Aku langsung masuk ke rumah menembus orang-orang yang berkerumun kemudian aku melihat orang yang meninggal di tengah dan di solati aku merasa siapa yang meninggal sedangkan ayah tadi ayah ada di depan menyambutku tapi aku tidak melihat ibu sama sekali. Kemudian fikiranku tertuju kalau ibu meninggal tapi aku mengelak fikiranku itu aku langsung saja melihat siapa sebenarnya orang yang tengah di kafani itu. Aku hanya memastikan saja kalau itu bukan ibu.
Tiba-tiba ketika aku melihat siapa yang tengah di bungkus kain kafan itu aku sangat tidak menduga ibu..yang ada di dalam balutan kain putih itu. Air mata yang dari tadi aku bendung sudah tidak bisa di tahan lagi aku menangis sejadi-jadinya aku masih tidak menyangka dan sangat sulit untuk menerima kenyataan ini tapi apalah dayaku ini sudah suratan takdir aku sebagai anak yang sudah banyak belajar agama aku hanya bisa membantu ibuku dengan selalu mendoakan.
7 minggu seletah kepergian ibu aku di beri surat oleh ayah katanya itu pesan dari ibu, aku langsung membuka isi surat itu. Isinya yaitu tercantum disana bahwa ibu mengidap kanker rahim dan ibu juga menuliskan alasannya mengapa aku sudah sampai besar tidak mempunyai adik karena rahim ibuku sudah di angkat dan itu menyebabkan tidak akan bisa mempunyai anak lagi. Kenapa juga ibuku tidak sering menjenguk di pondok karena ibuku sudah tidak kuat menempuh perjalanan yang sangat jauh. Aku membaca surat itu sambil menangis tidak karu-karuan, tidak terasa aku sudah berada di depan pondok. Aku sudah berada di penghujung sekolah aku sudak selesai melaksanakan ujian nasional entah bagaimana hasilnya aku mengira pasti hasilnya aku tidak baik. Tapi tidak ku sangka malah mendapat nilai yang sangat memuaskan dan wisuda tahfidzulquran pun berlangsung besok.
Hari ini telah tiba penentuan dimana perjuangan yang selama ini aku lakukan akan di tentukan hasilnya hati ini. Selama prosesi wisuda aku terus berdzikir dan terus bersholawat karena harapanku adalah menajadi tahfidzulquran terbaik itu mimpiku. Dan itu janjiku pada ibuku dan terus berdo’a memanjatkan do’a yang ingin aku harapkan, akhirnya waktu yang di tunggu-tunggu telah tiba yaitu pengumuman hafidzah terbaik. Setelah pengumuman di mulai, aku sudah merasa gelisah dan akhirnya di umumkan juga aku sempat tidak menyangka jika tahfidzul quran terbaik akan jatuh padaku.
Senang nya aku melebihi apapun tapi aku sangat gelisah karena aku melihat di banyaknya penonton aku tidak melihat sosok ayah. Setelah aku menaiki pentas aku menyampaikan pesan dan kesanku aku meneteskan air mata karena tidak ada sosok ayah yang datang kesini,tapi setelah aku mulai berbicara aku melihat sosok ayah yang datang kesini aku mulai berbicara aku melihat sosok seorang yang mirip seperti ayah dan ternyata itu benar adalah ayahku. Ayahkupun langsung naik pentas dan mengecup keningku bangga, sedangkan aku menangis di pelukan ayah dan mengingat ibu pasti ibu di surga juga ikut bangga.
Sumber gambar: konsultasisyariah.com
Penulis merupakan siswa kelas XII IPS 1 SMA Nuris Jember yang aktif di ekstrakurikuler penulisan kreatif sastra