Penulis: Nur Tasya Diana F.N.*
TVRI (singkatan dari Televisi Republik Indonesia) adalah jaringan televisi publik berskala nasional pertama di Indonesia. TVRI berstatus sebagai Lembaga Penyiar Publik bersama Radio Republik Indonesia. TVRI memonopoli siaran televisi di Indonesia hingga tahun 1989, ketika televisi swasta pertama didirikan. Jadi, sebelum 1989, tidak ada saluran TV selain TVRI.
Pada 24 Agustus 1962, TVRI mengudara untuk pertama kalinya dengan cara siaran langsung upacara pembukaan Asian Games IV dari stadion utama Gelora Bung Karno. TVRI bertugas berdasarkan SK Menteri Penerangan Republik Indonesia No.20/SK/VII/61. Dengan hadirnya TVRI, Indonesia menjadi salah satu dari empat negara di Asia yang memiliki stasiun televisi, di belakang Jepang, Filipina, dan Thailand. Waw, menarik, bukan?
Kehadiran TVRI disiapkan dalam waktu kurang dari sepuluh bulan. Menempati gedung yang semula dihajatkan sebagai Kampus Akademi Penerangan-Departemen Penerangan RI di Gerbang Pemuda-Senayan Jakarta, program siaran disiapkan,dikemas dan dipancarluaskan memakai jaringan teresterial.
(baca juga: Idul Adha 2021 di Masa Pandemi Covid-19)
TVRI mulai menayangkan produk iklan mulai 1 Maret 1963. Pada tahun 1964 mulailah dirintis pembangunan Stasiun Penyiaran Daerah dimulai dengan TVRI Stasiun Yogyakarta, yang secara berturut-turut diikuti dengan Stasiun Medan, Surabaya, Makassar, Manado, Denpasar, dan Samarinda.
Era pertama kehadiran TVRI, juga dimaknai sebagai Era Keemasan. Di bawah payung kebijakan penyiaran monopolistik, program berita dikemas dengan format “menurut petunjuk Bapak Presiden”. TVRI menjadi media tunggal penyiaran televisi pemerintah yang beroperasi ke seluruh Indonesia. Sejak berstatus Yayasan TVRI, hingga sebagai Unit Pelaksana Teknis Penyiaran Televisi di bawah Departemen Penerangan, diterapkan kebijakan diseminasi informasi model “top down”. Dengan memanfaatkan teknologi penyiaran analog melalui hibah peralatan luar negeri, para kru TVRI mampu menyajikan program nonberita dengan prima. Terlebih didukung kekayaan seni budaya, diversitas etnis dan sosial sebagai sumber inspirasi, maka hal itu menjadi kunci sukses program.
*Penulis adalah siswa kelas XI IPA 3 SMA Nuris Jember dan aktif sebagai peserta ekskul jurnalistik