Sambutan Penggubah Nazam
أَبْدَأُ مَـــا أَرُوْمُ باِسْمِ رَبِّنَـــــا فَالْـــحَمْدُ للهِ الَّذِى أَدَّبَنَــــــا
Aku memulai dengan asma Allah
aku beradab maka alhamdulillah
ثُمَّ الصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ أَبَـــــــدَا عَلَى خِــــــــتَامِ اْلأَنْبِيَآءِ أَحْمَدَا
Rahmat dan Salam semoga diberikan
pada nabi Muhammad nabi utusan
وآلِهِ وَصَحْبِـــــــهِ ذَوِي التُّقَى وَالتَّابِــــــعِيْنَ كُلِّهِمْ وَاْلأَصْدِقَآ
Para keluarga juga sahabatnya
dan yang ikut mereka serta temannya
Syarah:
Mengapa penggubah nazam ini mengawali tulisannya dengan ucapan basmalah, hamdalah, dan salawat?
Penggubah nazam ini mengawali tulisan dengan ucapan-ucapan tersebut, karena mengamalkan tata krama yang telah dicontohkan oleh Allah Swt dan Rasul-Nya. Bukan karena adat kebiasaan atau sekadar basa-basi; apalagi karena tidak bisa membuat inovasi yang baru. Dalam Islam, ketiga ucapan pembuka itu dianjurkan, sesuai dengan dalil-dalil berikut:
Dasar Acuan Ucapan Basmalah dan Hamdalah
Ucapan basmalah dianjurkan setiap kali memulai sesuatu yang baik, karena Allah Swt pun mengawali al-Qur’an dengan
basmalah dalam Surah al-Fâtihah. Nabi Muhammad Saw bersabda:
كُلُّ أَمْرٍ ذِيْ بَالٍ لاَ يُبْدَأُ فِيْهِ بِبِسْمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ أَقْطَعُ (رواه عبد القادر الرهاوي، فيض القدير، ج 5 ص 13)
“Setiap perkara baik yang tidak diawali dengan (ucapan) bismillâhirrahmânirrahîm tidak akan menjadi berkah” (HR Abdul Qadir al Rahawi, Faidh al-Qodir, Juz 5 h. 13)
Ada hadits lain yang menyatakan bahwa setiap akan memulai sesuatu yang baik hendaklah diawali dengan hamdalah. Nabi Saw bersabda:
كُلُّ أَمْرٍ ذِيْ بَالٍ لَا يُبْدَأُ فِيْهِ، بِالْحَمْدُ لِلهِ، أَقْطَعُ – (رواه البيهقي)
“Setiap perkara baik yang tidak diawali dengan (ucapan) hamdalah tidak akan menjadi berkah” (HR. al-Baihaqi)
(baca juga: Membaca Surat Al Kahfi dan Salawat pada Hari Jumat)
Kedua hadis tersebut tampak berbeda, pada hadits yang pertama menganjurkan memulai setiap perbuatan yang baik dengan basmalah, sedangkan pada hadits yang kedua menganjurkan memulai setiap perbuatan yang baik dengan hamdalah. Al Hafidz al Imam Nawawi mencoba mengompromikan kedua riwayat tersebut. Beliau berkata:
وَيُحْمَلُ هَذَا الْـحَدِيْثُ وَمَا أَشْبَهَهُ عَلَى أَنَّ الْمُرَادَ لَا يُبْدَأُ فِيْهِ بِذِكْرِ اللهِ كَمَا جَاءَ فِي رِوَايَةٍ أُخْرَى؛ فَكَأَنَّهُ رُوِىَ عَلَى أَوْجُهٍ بِذِكْرِ اللهِ بِبِسْمِ اللهِ بِحَمْدِ اللهِ. (فيض القدير، ج 5، ص13)
Hadis tersebut dan sejenisnya bisa diartikan (perkara baik yang) tidak dimulai dengan zikrillah. Sebagaimana ada riwayat lain dengan redaksi bi zikrillah. Berarti ada beberapa riwayat tentang memulai perbuatan yang baik. Dengan zikrillah, bismillah dan Alhamdulillah. (Tentu saja zikrullah bisa berupa basmalah dan bisa berupa hamdalah). (Faidh al-Qodir, Juz 5 H. 13)
Namun demikian, al Hafidz al Nawawi tetap mengunggulkan memulai perbuatan baik dengan basmalah. Beliau berkata:
فِي كِتَابِ الْمُصْطَفَى صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّم اِلَى هِرَقْلَ اِسْتِحْبَابُ تَصْدِيْرِ الْكُتُبِ بِبِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ وَإِنْ كَانَ الْمَبْعُوْثُ إِلَيْهِ كَافِرًا …. وَهَذَاالْكِتَابُ كَانَ ذَا بَالٍ مِنَ الْمُهِمَّاتِ الْعِظَامِ وَلَمْ يُبْدَأْ بِلَفْظِ الْحَمْدِ بَلْ بِالْبَسْمَلَةِ. (فيض القدير، ج 5، ص13)
Dalam surat Nabi Saw kepada Heraclius (Raja Romawi) beliau memberikan contoh (sunah) memulai surat-surat tersebut dengan ucapan bismillahirrohmanirrohim walaupun yang menjadi tujuan surat tersebut ialah non-muslim… Surat ini tentu merupakan perkara yang baik dan sangat penting. Namun tidak dimulai dengan tulisan hamdalah tetapi dengan basmalah. (Faidhul Qodir, Juz 5, Hal. 13)
Penggubah nazam begitu bijaknya memulai karya ini dengan basmalah sekaligus hamdalah untuk mengamalkan apa yang tersurat dalam hadis-hadis tersebut secara keseluruhan guna meraih barokah yang menjadi tumpuan harapan setiap orang karena jika suatu karya telah kehilangan berkahnya, maka apalagi yang kita harapkan dari manfaatnya?!, Bagaikan mengukir di atas air nan sia-sia. Itulah sebabnya nazam ini diawali dengan basmalah yang dilanjutkan dengan hamdalah, supaya cahaya barokah tetap bergelimang dalam setiap untaian bait kitab ini.[AF.Editor]
*Terjemahan Kitab Tarbiyatus Shibyan oleh KH. Muhyiddin Abdusshomad