Judul Buku : Sembah Kidung Sri Tanjung
Penulis : Kayla Athaya DKK
Penerbit : AE Publishing, Malang
Halaman : 14 x 20 cm, 181 Hlm
Cetakan : Cetakan I, Maret 2021
Kategori : Antalogi Cerpen
Penyunting : Ibnu Wicaksono, S.S
Pengulas : Devita Wulan*
Santri identik dengan mengaji, melantunkan lafadz-lafadz indah dalam Al Quran, sholawat burdah, sholawat atas nabi. Namun, mereka juga sangat pandai menuliskan kisah-kisah indah yang mereka torehkan dalam barisan kalimat. Kisah tentang latar kehidupan yang beragam, kenangan yang terpendam, impian di masa depan, juga luapan perasaan.
Dalam antalogi Cerpen “Sembah Kidung Sri Tanjung” karya siswa SMA Nuris Jember yang tergabung dalam ekstrakurikuler penulisan kreatif sastra, mereka menuliskan kisah-kisah terpendam dalam lantunan kidung masa lalu.
Dalam cerpen “Sembah Kidung Sri Tanjung,” diceritakan sosok gadis bernama Aisfa, yang biasa dipanggil gadis bisu oleh orang-orang di sekitarnya. Hal tersebut bukan karena ia tidak bisa bicara, melainkan ia menutup mulutnya.
(Baca juga: resensi novel surat kecil untuk tuhan karya agnes davonar)
Aisfa merindukan suara ibunya, bahasa ibunya. Sejak ia terlahir di dunia ia tak pernah mengenal sosok sang ibu, yang ia kenal hanya bahasa sang ayah yang tak pernah ingin ia dengar.
Aisfa terus mencari, dan mencari suara sang ibu melalui sebuah petunjuk, yang datang dari angin yang menerbangkan dedaunan juga kertas bertuliskan “Peramal yang bisa menuntunmu pada tujuan hidup, kini tinggal di antara dua gunung keramat, carilah dia dan minta untuk membawakanmu pada sang ibu,”
Aisfa terus berjalan dan berjalan menapakkan kakinya menaiki gunung untuk mencari sang peramal.
(Baca juga: wiliam, sebuah novel keluarga karya risa saraswati)
Cerpen ini benar-benar membuat kita membuka mata, bahwa masih banyak sekali anak-anak di dunia ini yang lahir tanpa sosok ibunya. Mereka sangat rindu, mereka sangat ingin mendengar sang ibu menyanyikan kidung cinta sebelum tidur. Ini adalah pelajaran berharga yang dapat kita petik. Selain itu keunggulan lainnya, dalam cerpen ini juga dikisahkan sejarah Sri Tanjung yang membuat pembaca bernostalgia.
Cerpen ini juga memiliki sedikit kekurangan, banyak sekali istilah jawa dan majas yang digunakan hingga terkadang membuat pembaca awam kurang dapat memahami makna sebenarnya. Selamat membaca, semoga terhibur.
Penulis merupakan guru Bahasa Indonesia MTs Unggulan Nuris